Semua Bab Rahasia Ibu Mertuaku: Bab 11 - Bab 20
47 Bab
Ibu aneh
 (Pov Harto)  Sudah beberapa bulan ini aku menikah dengan seorang gadis yang berasal dari ibu kota tempatku tinggal. Sedangkan aku  hanya seorang pria desa yang beruntung bisa mendapatkannya.  Pekerjaanku di desa, mengharuskan aku untuk tetap tinggal di sini. Sebenarnya aku memang berniat mengajak istri tinggal di rumah orang tuaku, karena selain tidak berjauhan, jarak antara rumah ibu dan tempatku bekerja juga dekat. Namun niat itu segera aku urungkan saat aku mendengar desas-desus kabar tidak mengenakan tentang ibu. Wanita yang sudah berjuang bertaruh nyawa untukku-- anaknya.  Dari kabar yang beredar, orang-orang menyebutku salah satu penganut ilmu hitam. Sebuah ilmu yang bisa membuat ibuku cantik seperti ini. Walaupun usianya sudah memasuki kepala enam, tapi ibu masih terlihat seperti wanita berusia tiga puluh tahunan. Aku tidak pernah membuktikannya secara langsung. Tapi saat mengingat hal itu, membuatku sedikit membenarkan kabar
Baca selengkapnya
Cahaya merah
(Masih Pov Harto) Cukup lama kami berdua di dekat sumur karena ingin menunaikan hajat dan mengambil wudhu. Pandangan Nana tiba-tiba saja teralihkan ke arah pohon bambu. Awalnya aku bertanya apa yang Nana lihat di pohon itu. Tapi Nana mengatakan tidak ada. Padahal jelas-jelas wajahnya tegang menahan takut.  Sebenarnya aku juga melihat apa yang Nana lihat malam itu. Kilat merah yang terbang menjauh sampai hilang diantara rimbunnya bambu. Aku yakin sekali jika kilat merah itu makhluk jadi-jadian yang biasa disebut kuyang. Ya, kuyang memang sudah bukan hal tabu lagi di tanah Borneo ini. Hampir seluruh masyarakat mengetahui siapa dan apa yang diperbuat makhluk jadi-jadian itu.  Bau menyeruak setelah kepergian makhluk itu. Awalnya aku bersikap biasa saja, walaupun dalam hati tentu saja merasa sakit. Tapi ada sesuatu yang membuatku merasa aneh. Setelah kilat itu hilang diantara rimbun bambu, aku melihatnya lagi saat akan bersiap masuk. Kilat itu
Baca selengkapnya
Rahasia ibu
 Ketakutanku akhirnya tak terjadi. Nana bersedia tinggal di sini. Tak mau ia berubah pikiran lagi. Aku gegas mengemas barang-barangku.  Walaupun hati ini ragu, tapi yang namanya anak pasti akan khawatir mendengar orang tua sedang sakit. Terlepas itu berita benar atau tidak. "Aku berangkat Yank!" Pamitku, mengecup kening Nana dan putri kecil kami-- Reina bergantian. "Mas, nanti kalau sudah di rumah ibu kabari!" pinta Nana. Aku membalasnya dengan anggukan. Dengan berat hati, aku melangkahkan kaki keluar dari kamar. Sebelum benar-benar pulang, aku juga menemui kakak dan adik iparku.  "Aku titip Nana dan Reina, Kak!" Hanya kata itu yang bisa aku ucapkan sekarang.  Perjalanan menuju pulang ke desa kali lumayan banyak hambatan. Aku yang berniat ingin cepat sampai, memutuskan mengendarai motor pulang ke desa. Berawal dari hujan deras yang tiba-tiba turun, sampai ban  motor yang beberapa kali bocor.  Jarak yang harus
Baca selengkapnya
Ibu meninggal
 Hampir saja aku terjatuh ke belakang saat melihat kondisi ibu yang begitu mengerikan. Beruntung ada mas Bani yang menahan tubuhku. "Sabar Har, kita berdiri di sini saja!" bisik mas Bani, menahan lenganku. Ibu menoleh ke arahku. Wajahnya terlihat segar, tidak ada menunjukkan tanda-tanda sakit sama sekali. Tapi itu hanya bagian kepala. Berbeda jauh dengan bagian badan ibu. Padahal aku rutin satu minggu sekali pulang ke rumah ini. Terakhir kali aku bertemu ibu satu minggu yang lalu. Tubuh ibu masih normal seperti biasa. Sedang sekarang hanya tersisa balutan kulit yang membungkus tulang. "Harto... Sini Nak! Mana Nana dan cucu Ibu?" tanya ibu, suaranya terdengar begitu mengerikan dengan tatapan mata yang tajam. "Jangan hiraukan pertanyaan ibu! Itu bukan ibu!" bisik mas Bani lagi. Sontak saja aku menoleh ke arah mas Bani. "Apa maksudnya bukan ibu Mas? Jelas-jelas yang terbaring itu ibu!" tegasku, tidak terima.
Baca selengkapnya
Kejanggalan
(Pov Author) Langit yang tadinya biru, kini berubah menjadi jingga. Sang surya sudah kembali ke peraduannya. Suasana surup yang biasanya terasa biasa saja. Kini terasa berbeda. Malam belum hadir, tapi hawa mencekam sudah terasa. Ditambah lagi suara burung kedasih yang terus berbunyi dari balik rimbunnya pohon-pohon. "Mas!"  Harto yang saat itu ingin melangkah masuk, segera berbalik kala mendengar suara Nana. Nana baru saja turun dari mobil pemadam bersama Ahmad dan mas Agung.  "Mas, bagaimana ibu?" tanya Nana, matanya terlihat sembab seperti habis menangis. Harto tak kuasa menjawab pertanyaan Nana. Mulutnya bungkam, tak tahan jika harus membahas soal ibunya lagi. "Yang sabar Har! Kuatkan hati kamu! Semua yang bernyawa, pada akhirnya harus berpulang. Tidak terkecuali kita yang masih bernafas di atas bumi ini. Kita hanya menunggu giliran saja," ucap mas Agung, menepuk pundak Harto pelan.
Baca selengkapnya
Bab 16
 Nana memandang para saudara Harto bergantian. Lalu menoleh ke arah Harto. "Maksud kamu, ibu menikah dua kali?"  Reaksi Nana yang tidak berlebihan, membuat Harto menghela nafas lega. Jika ditanya terkejut, wajar saja Nana terkejut. Bukan hanya Nana, bahkan Agung dan Ahmad juga terkejut mendengar penjelasan Harto. Harto menggeleng. "Bukan dua, tapi tujuh kali," jawab Harto. "Hah, tujuh kali Mas? Kenapa seperti lagu saja, janda tujuh kali?" celetuk Ahmad, langsung mendapat senggolan dari Agung. "Eh, maaf Mas. Bukan maksudnya mengejek, aku hanya terkejut," ucap Ahmad, menunduk malu. "Hahaha... Tidak apa-apa! Sebenarnya kamu  tidak salah. Kami semua sudah sering mendengar kata-kata seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi? Memang seperti itulah kenyataannya," ujar Bani, tidak merasa tersinggung sama sekali. "Ban, itu ibu mau dikafankan!" Tunjuk saudaranya yang lain. Melihat jenazah ibuny
Baca selengkapnya
Pencarian
Pencarian demi pencarian dilakukan. Suasana begitu gelap, bahkan sang rembulan malam seperti enggan menampakkan sinarnya. "Kak, ini kan malam jum'at?" bisik Ahmad, menyenggol lengan Agung. Agung menepuk pelan kening Ahmad. "Memangnya kenapa kalau malam jum'at Mad? Jangan buat suasana tambah mencekam!" "Bukannya begitu Kak. Tapi kata orang-orang, malam jum'at itu adalah malam para setan Kak. Nah, sekarang kan ibu mas Harto juga berubah jadi setan. Mana hilang segala lagi. Kalau misalkan malam ini tidak ditemukan, bagaimana Kak?" tanya Ahmad penasaran. "Jangan tanya aku Mad! Memangnya kamu pikir, aku ini mengerti dengan hal yang seperti ini? Lebih baik kita cari saja!" Balas Agung berbisik. "Kakak berani?" goda Ahmad. "Sekali lagi kamu bicara, aku pukul kepala kamu Mad!" ancam Agung, mendengus kesal. Di depan mereka Nana, Harto dan Bani terlihat sibuk dengan pemikiran masing-masing. Mereka kira, dengan meninggalny
Baca selengkapnya
Bab 18
 (Pov Bani)  Bayangan putih melesat begitu cepat, namun masih sempat tertangkap indera penglihatan kami semua. Setelah istri Harto berteriak, suasana hutan semakin terasa mencekam. Dalam pekatnya malam, angin berhembus kencang dari segala arah. Diiringi suara kicauan burung kedasih yang saling bersahutan, menambah ketakutan menjalar dalam hati kami. "Gawat, dia mendengarnya,"  Suara tetua desa terdengar jelas nyaring. Wajahnya menegang, entah siapa yang disebut mendengar. "Ada apa Tetua?" tanya kepala desa, nampaknya juga bingung. "Harto, lebih baik kamu ajak istri kamu pulang ke rumah. Kunci semua pintu rumah dan jendela. Berdoalah sesuai ajaran kamu!"titah tetua desa, bukannya menjawab pertanyaan kepala desa, malah memerintahkan Harto pulang. "Tapi kenapa Pak? Apa ada masalah?"  Kali ini aku yang maju menanyakannya. Rasanya tidak tenang kalau tidak mengetahui apa alas
Baca selengkapnya
Bab 19
(Masih Pov Bani)  Suasana menjadi hening. Tak ada yang bicara lagi setelahnya. Tetua desa menghela nafas berat. Aku akui, jika kejadian ini memang membuat kami semua merasa was-was. "Maaf sebelumnya Pak, apa saya boleh bertanya?"  Kali ini kakak ipar Harto angkat bicara. Mungkin ia merasa penasaran dengan penjelasan di hutan tadi malam.  "Silahkan!" sahut tetua, ekspresinya benar-benar tidak bisa ditebak sama sekali. "Apa maksud Bapak saat di hutan tadi malam? jujur saja, saya masih merasa penasaran dah perlu penjelasan. Kenapa harus keponakan saya? Siapa yang mendengarnya? Lalu, kenapa kami semua diminta pulang?" Pertanyaan beruntun dilayangkan kakak ipar Harto.  Sedang kami yang tadi malam ikut pulang bersamanya mengangguk mengiyakan. "Begini Nak, saya juga bingung harus memulainya dari mana. Ilmu sesat yang dianut oleh mendiang ibunya Harto adalah ilmu kuyang yang memang ia wa
Baca selengkapnya
Bab 20
 (Pov Author) Nana terus merengek ingin pulang. Pikirannya terus tertuju pada putri kecilnya--Reina.  Tetes air mata sudah tidak terhitung lagi berapa banyaknya menetes. "Kamu tidak bisa pulang sekarang Nak! Semua tidak semudah yang kamu pikirkan. Makhluk itu mengincar kamu. Jika kamu pulang sekarang, putri kalian bisa terancam bahaya. Bisa saja bayi mungil itu menjadi santapannya. Ilmu itu tidak harus diturunkan pada keturunan perempuan saja. Ingat, yang mengisi jasad ibu kalian itu adalah iblis. Mereka tidak ada rasa belas kasihan lagi. Yang mana menjadi santapan mereka, akan tetap disantap. Tidak peduli, itu keturunan atau keluarga. Lebih baik tinggal di sini saja untuk sementara waktu! Kita selesaikan semuanya, baru setelah itu kalian kembali," ucap tetua desa  Semuanya terdiam. Pikiran mereka berkecamuk kacau. Banyak pekerjaan lainnya harus diabaikan karena masalah ini.  Niat hati ingin beberapa hari saja di desa, terpaksa harus mema
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status