Semua Bab Roh Dewa Perang: Bab 11 - Bab 20
100 Bab
Pusaran Laut.
“Apa yang kau lakukan di kamarku?” Adara terbangun ketika ia merasa sudah cukup tidur. Ketika mata hijau rumput lautnya terbuka, ia terkejut karena Arsa masih di kamarnya. “Mengawasimu,” jawab dewa perang itu. “Aku tidak butuh diawasi. Aku seorang pembasmi bajak laut.” Adara masih sangat angkuh. Kemudian ia sadar bajunya tersingkap sangat jauh ketika tidur. Tentu Arsa memandangnya semalam suntuk. “Kau manusia biasa. Sibuk mengawasi orang lain, tapi lupa mengawasi diri sendiri.” Mata kuning Arsa tak lepas mengikuti pergerakan pecahan arwah Hara yang lekas merapikan rambut. “Memangnya kau apa? Dewa? Kalau sampai iya, aku akan sujud di kakimu,” cemooh gadis itu. “Pegang kata-katamu, ya, anggap saja aku memang dewa, maka aku akan meminta kau sujud di kakiku.” “Tidak pernah ada dewa yang turun ke bumi. Jangan ngelantur kau jadi orang. Riwa! Riwa!” Gadis berkulit gelap itu memanggil pelayannya. Butuh waktu lama bagi Riwa untuk sampai. Pelayan Adara terkejut ketika melihat ada lelaki
Baca selengkapnya
Menagih Janji
Jangkar telah dijatuhkan ke dalam lautan. Kemudian kapal milik Adara oleng ke kiri. Semua berpindah dengan cepat tanpa perhitungan yang tepat. Alhasil sebagian yang tak punya persiapan jatuh ke dalam samudra dan menjadi santapan putri duyung. Merahnya darah terpapar di sana. “Ganas sekali mereka,” ucap Adara. Ia berpegangan pada layar kapal. Namun, angin laut bertiup kencang. Adara jatuh, Arsa bergerak dan menangkap tangan istrinya. “Sebaiknya kau tunggu di dalam kamar dan jangan ikut campur urusan sesama dewa.” Dewa perang itu mendorong Adara begitu saja. Gadis berkulit gelap tersebut langsung berpindah ke dalam kamar begitu saja. “Bagaimana mungkin dia bisa melakukan hal seperti ini. Apa dia bukan manusia?” Adara tak melihat satu pun kayu kapal yang rusak akibat dirinya berpindah begitu saja. “Tidak, ini tak masuk akal. Aku harus membantu mereka.” Pembasmi bajak laut itu ingin keluar tapi pintu kamarnya terkunci rapat. “Hei, buka pintu, buka pintunya, aku perintahkkan pada kalia
Baca selengkapnya
Detak Jantung
“Apa yang kau lakukan di kamarku.” Adara mencoba lepas dari cengkeraman Arsa, tapi apa daya tenaganya kalah jauh. Seorang manusia biasa melawan dewa perang, ya, jelas tidak sebanding. “Aku menagih janjimu.” Arsa menatap mangsa di depan matanya dengan penuh harap. Harapan agar Adara mengingat jati dirinya yang dulu, dan tidak perlu ada pemaksaan di dalamnya. Namun, ingatan masa lalu telah terhapus sepenuhnya. “Sudah aku berikan kamar, pakaian, makanan, termasuk Riwa. Apa kau tak mengambil jamuannya, Tuan.” Pergelangan tangan Adara sakit. “Sudah aku ambil semunya, kecuali Riwa. Aku tak mau dia.” “Jadi? Di sini tidak ada perempuan lain lagi selain dia,” ujar sang pembasmi bajak laut. Tiba-tiba saja Arsa melepas cengkeramannya. Namun, bukan berarti Adara bisa lepas begitu saja. Dewa perang tersebut menarik kursi kayu dan duduk di hadapan pecahan arwah istrinya. “Jelas sekali ada. Aku sedang melihatnya denngan mataku sekarang.” “Mimpi itu boleh, tapi jangan ketinggian. Memangnya ka
Baca selengkapnya
Rasa yang Asing
Adara terdiam sesaat ketika jarak wajah mereka begitu dekat. Hanya beberapa inchi saja bahkan lebih dekat daripada keberadaaan desir angin laut yang tak pernah hilang di samudra. Tidak, sekarang bahkan tak berjarak. Tangan Adara di dalam bak sampai menggenggam air. Apa yang dilakukan oleh Arsa telah membuat jantung pembasmi bajak laut itu berdetak sangat kencang seperti ketika ia menabuhkan peperangan pada para perompak. Sang kapten tak hendak melawan. Justru matanya memejam seperti halnya Arsa. Pikirannya mulai berkelana. Apakah lelaki yang tengah mengecupnya kini adalah benar seorang dewa dan dia dulu dewi. Lalu mengapa terpisahkan? Apakah semudah itu sebuah hubungan hancur. Lebih anehnya lagi Adara yang dulu keras bahkan melebihi batu, tak melawan sama sekali. Justru ia menikmati gejolak rasa yang pertama kali datang dalam dirinya. Seperti itu ternyata rasanya didekati lelaki. “Kau tak ada pengalaman sama sekali ternyata, kaku.” Tiba-tiba saja Arsa menjauh dari bibir yang baru
Baca selengkapnya
Zirah Perang
Riwa memberikan teropong pada nonanya. Adara melihat lebih dekat kapal perang yang dari arah berlayar sedang menyambanginya. “Persiapkan semua orang dan senjata untuk memulai peperangan.” Kapten itu menghela napas panjang. Bukan tak mungkin kapalnya juga tenggelam mengingat dua lawannya dari jarak jauh juga amat sangat tangguh. Adara mengambil terompet yang ada di pinggannya. Ia tiup sekuat mungkin sebagai sinyal peperangan. Kemudian genderang perang bertabuh dan bersahut-sahutan. Anak buah Adara mulai bergerak. Mereka mulai mengasah pedang, menyiapkan tali juga meriam dipanaskan untuk menembak ketika perintah diturunkan. “Kenapa. Kenapa kali ini aku merasa ketakutan dan aku merasa tak percaya diri.” Adara menatap kapal yang semakin dekat. Ia sedikit berharap kalau Arsa keluar dan membantunya. Namun, kemunculan pria itu tak terlihat. “Aku tak boleh berharap pada orang lain ternyata.” Gadis berambut keriting itu tersenyum kembali.Apa pun akan ia hadapi, entah mati sebagai kapten,
Baca selengkapnya
Pilar Langit
Dewa perang Arsa membawa Reksi menembus awan di langit. Kemudian lekaki yang menggunakan zirah besi di lapisan luar bajunya itu mendorong lawannya begitu jauh. Meski demikian, Reksi masih bisa menahan dorongan tersebut dan melayang di langit dengan sebelah kaki naik. “Kau memang anjing,” ucap Arsa sambil menggeram. Tak ia tahu bagaimana caranya mereka yang terkurung di portal iblis itu bisa lepas, padahal Arsa sudah menguncinya dengan sangat kuat. “Aku anjing yang akan menggigit kakimu hingga putus.” Usai mengucapkan itu, Reksi mengeluarkan jurus bayangan dengan cepat hingga sudah ada yang menyerang Arsa dari belakang. Julukan dewa perang terkuat bukan tanpa alasan bisa didapatkan oleh Arsa. Meski kini Reksi telah terpecah menjadi 100 bayangan, ia tetap bisa menyerangnya satu per satu dengan bantuan pedang petir yang setia menemaninya sejak dulu. Dari atas Arsa diserang dengan cambuk dari bawah ia diserang dengan pedang. Lelaki kekar itu tak lagi tahu bagaimana keadaan Adara di b
Baca selengkapnya
Impian Adara
Kembali dua mata itu bertatapan lagi. Demi keamanan dan kenyamanan, Arsa mengunci pintu sangat erat agar bahkan Rogu pun tak datang mengganggu tiba-tiba. Adara bingung, ia tak tahu harus apa. Firasat bahwa dewa perang itu menginginkannya ternyata benar. “Kenapa?” tanya Adara. Napas hangatnya menerpa wajah Arsa, ada aroma jeruk yang tercium dan dihirup ole lelaki itu. “Tidak perlu alasan,” jawab dewa perang dengan penuh percaya diri. “Tapi kita berbeda. Aku berkulit hitam, kau tidak. Kau dewa makhluk abadi, tapi aku manusia biasa dan tak lama lagi mati, mungkin di tengah-tengah laut juga.” Adara mencoba beringsut dari pelukan lelaki di depannya, tapi ia tak bisa. Sejenak gadis itu lupa kalau yang ia hadapi adalah seorang dewa. “Hanya raga, hati aku yakin tetaplah sama. Sampai kapan pun kau tetaplah Haraku,” gumam dewa perang itu sambil tersenyum. Adara diam begitu juga dengan Arsa. Suara debur ombak di tengah laut tak membuat mereka berpaling. Sore pun beranjak menjadi senja yang
Baca selengkapnya
Wilayah Kekosongan
Tanpa sadar atau entah Adara mengikuti perasaannya sendiri, pembasmi bajak laut yang baru saja melepas kegadisannya memegang telapak tangan Arsa. Napas gadis itu sampai berasap karena perubahan cuaca ekstrem yang tiba-tiba terjadi. “Dingin, berkali-kali lipat dari biasanya,” ucap sang pemimpin sambil tubuhnya terasa terombang-ambing dibuai ombak samudra. Malam itu geladak kapal sepi, hanya tersisa anak buah Adara saja yang berjaga. “Sini, mendekat padaku.” Arsa membuka dua tangannya lebar-lebar. Terang saja mendapat tawaran demikian Adara memeluk dewa perang itu amat erat. Seakan semua kehangatan dunia diberikan secara cuma-cuma tanpa pertumpahan darah. Lelaki yang disembah oleh semua manusia harimau itu tersenyum lebar. Akhirnya sang pembasmi bajak laut berhasil Arsa luluhkan hatinya. Satu sudah selesai, tapi masih ada enam lagi yang perlu dicari di mana keberadaannya. Dan zodiak kedua kembali memanggilnya untuk yang kedua kali. “Dewa Arsa, sampai pada panggilan ketiga kau menol
Baca selengkapnya
Kampung Halaman
Usai membunuh gurita raksasa tersebut. Arsa terbang dan menuju portal waktu yang dibuat oleh Rogu. Dari atas samudra ia melihat portal tersebut semakin lama semakin mengecil. Sang dewa perang kemudian menambah kecepatan terbangnya. Masuk tubuh Arsa dalam lorong waktu dan terombang-ambing sesaat sebelum ia bisa menyeimbangkan diri dan menuju tempat di mana Adara dibawa oleh Rogu. Ada banyak lubang waktu di dalamnya. Namun, ketika ia mendengar suara gadis pembasmi bajak laut itu, Arsa tahu ke mana ia harus pergi. “Lama sekali. Sudah tiga hari kami menunggu,” ucap Rogu ketika Arsa baru saja sampai di kamar dan entah di mana mereka berada sekarang. “Tiga hari? Aku terbang secepat mungkin dan portal waktumu hampir tertutup. Bagaimana keadaan istriku?” tanya Arsa yang langsung duduk di ranjang tempat Adara berbaring. “Dan kita ada di mana sekarang?” “Dia demam tapi keadaannya sudah membaik, mungkin tak biasa terbang sampai ke langit, dia selalu memanggil namamu. Kita ada di penginapan t
Baca selengkapnya
Dewi Pisces
Arsa dan Adara memadu kasih di penginapan tepi pantai. Gadis bermata hijau itu bahkan mengabaikan perasaan bahwa sebentar lagi ia akan ditinggal jauh. Itu urusan nanti, sekarang adalah menikmati kebersamaan yang hanya sebentar saja. Tiga malam sudah mereka berada di sana, tak peduli walau ada utusan dari Ayah Adara yang meminta keduanya untuk pulang sejenak. Bisik-bisik tetangga mulai mengganggu ketenangan ayah sang pembasmi bajak laut. Arsa ingin memenuhi panggilan itu, sekaligus ia ingin menitipkan salah satu pecahan arwah istrinya pada orang yang tepat. Namun, Adara yang enggan untuk kembali. “Kau tak kenal ayahku bagaimana. Ada alasan kenapa aku lebih memilih pergi daripada tinggal di rumah,” ucap Adara yang merapikan rambut keritingnya. “Iya, aku tahu, sama kerasnya denganmu.” “Mungkin setelah kau pergi, aku akan berlayar lagi tak peduli walau tanpa awak kapal. Nanti aku bisa mengatasi hal-hal seperti itu.” “Kau tak ingin menetap di rumah, seperti gadis-gadis yang dipingit
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status