Lahat ng Kabanata ng BUKAN KISAH CINDERELLA : Kabanata 11 - Kabanata 20
51 Kabanata
11. Malam Pertama
"Apa yang kau lakukan?" Dingin suara Avram mencengkeram nuansa pekat pada seisi ruangan. Lelaki itu berdiri di ambang pintu menatap punggung letih Laisa yang berbaring membelakanginya. Tiga per empat malam pesta itu dihabiskan olehnya sendiri di atas pelaminan. "Jawab, Laisa," tandas Avram penuh penekanan. Lelaki itu sudah mengepalkan dua telapan tangan erat-erat. Menahan amarahnya yang sudah sampai di puncak kepala. Kalau saja Laisa tidak menunjukkan pergerakan, entah bagaimana kalut Avram akan menghabisinya. "Kau melihatnya, Avram, jangan pura-pura buta," komentar Laisa tanpa menoleh. Matanya sudah sembab, habis untuk menangisi sosok Gazza. Tapi dia memanfaatkan masalah yang lebih masuk akal, yang juga ia pakai beralibi pada sang ibu mertua. "Lihat aku jika bicara." "Aku hanya ingin istirahat dengan tenang, bisakah..." "Lihat aku, Laisa!" gelegar suara Avram menyambar seisi kamar. Lelaki itu melempar salah satu perabot yang berada dalam jangkauannya hingga pecah belah. Membuat
Magbasa pa
12. Bagian Keluarga
Denting sendok yang beradu dengan piring terhenti. Suasana ruang makan membeku begitu sosok Avram berdiri di ambang pintu masuk. Hanya Nada yang tersenyum, bocah yang menempel pada Laisa itu melambaikan tangannya sebagai isyarat agar sang ayah ikut bergabung. "Berangkat sekarang, Nada, Daddy ada rapat sebelum jam delapan," ujarnya lembut meski tanpa senyuman. "Rapat?" Kim Sarang meletakkan alat makannya kesal, "Menikah baru kemarin sudah mau rapat? Nada tidak sekolah, jadi aku harap kalian menghabiskan waktu bertiga." Dengan sigap, Gazza yang duduk di samping kanan wanita itu menggenggam punggung tangannya. Ia berusaha meredahkan amarah. Sementara Laisa yang duduk di seberang Kim Sarang menyibukkan diri pada Nada. Ia tidak tertarik melirik Avram. "Itu bukan urusan Anda, Nyonya Kim," sahut Avram seraya mendekat. Membuat Nada yang semula duduk tenang terpaksa harus bersiap memenuhi panggilan. Akan tetapi, Gazza bangkit dari duduknya, "Nada denganku saja. Sepertinya kalian bertiga
Magbasa pa
13. Jiwa yang Mendamba
Mudah saja bagi Laisa untuk memesan taksi dan kembali ke kediaman Salomon. Namun, ia memilih berjalan kaki tanpa tujuan. Menikmati nyerinya tapak demi tapak langkah yang ia jejak. Kamar kos yang ia sewa, sudah bersih dari barang pribadinya. Orang suruhan Salomon dengan sigap menyeleksi barang yang layak digunakan dan tidak. Mereka membuang apapun yang dirasa tidak lagi berguna. Oleh karena itu, Laisa tidak bisa pulang ke sana. Reina? Ah, tentu saja. Perempuan itu bahkan tidak menghubungi Laisa lagi selepas pesta pernikahan. Apalagi soal Leon. Laisa bahkan tidak tahu harus membicarakan kepada siapa masalah itu. Mana mungkin Reina percaya? Bahwa Leon menggoda dirinya. Perempuan itu mungkin akan berasumsi bahwa Laisa masih bersikeras memisahkan hubungan seperti sebelum-sebelumnya. Dan yah... memang apalagi yang Laisa harapkan dari persahabatan mereka? Tidak ada. Persahabatan mereka sudah hancur sejak Reina memilih untuk menyeret Laisa dalam perjodohan keluarga Salomon tanpa sepengat
Magbasa pa
14. Insan Belum Tuntas
"Hei, Honey." Perempuan itu semringah. Berjoget mengikuti dentum musik diskotik yang diputar dengan volume maksimal. Ia mengenakan dress hitam dengan punggung belakang yang terbuka. Sengaja menunjukkan kemolekan dirinya di hadapan Avram Ranendra Salomon. "Ikut aku, Karina. Kita tidak bisa bicara di tempat seperti ini," datar Avram menanggapi. "Oh, ayolah, Honey... berusahalah untuk beradaptasi. Mau sampai kapan kau kaku dan terlalu formal seperti ini? Nikmati saja, dan... awhh..." Avram yang tidak mau berbasa-basi menyeret lengan Karina. Perempuan itu tentu kesulitan memberontak. Cengkraman Avram yang begitu kuat membuatnya terpaksa patuh jika tidak mau jatuh di tengah keramaian. Ia baru melepaskan Karina begitu sampai di ruangan khusus yang kedap suara. Avram sudah menyewa tempat untuk menemui perempuan itu jauh dari sorot publik dan kamera. Ada hal penting yang harus mereka selesaikan. "Sakit, Honey. Tempramenmu sepertinya semakin buruk setelah aku tinggal pergi," gerutu Karin
Magbasa pa
15. Kamar Pengantin
Sosok yang paling mengkhawatirkan kepergiannya adalah Kim Sarang. Wanita itu banyak bertanya pada Laisa mengenai kronologi kejadian. Bahkan ia sampai menyampaikan ribuan maaf atas tindak tanduk putranya. Seakan-akan dia adalah segala penyebab dari kebiadapan Avram. Akan tetapi, tragedi bengis yang Laisa sampaikan tak membuat Kim Sarang melunak. Ia menolak mentah-mentah keinginan Laisa untuk pisah kamar. Baginya, pernikahan tetaplah pernikahan. Apapun yang terjadi di dalamnya, mereka tetaplah sepasang. Tentu Laisa akan menyanggah kalau saja Gazza tidak menahannya. Lelaki itu mengaku tidak keberatan. Sekalipun hubungan mereka telah menjadi spesial, bagaimanapun Laisa tetap berstatus sebagai istri sah Avram. Lagipula, Gazza tidak ingin membantah titah sang ibunda. Laisa terpaksa menelan keputusan itu bulat-bulat. Tinggal berdua dengan Avram sepanjang malam. Berharap ia bisa tidur tiga kali lebih nyenyak sampai tak menyadari keberadaan lelaki itu di sisinya. Sekaligus berdoa agar kejad
Magbasa pa
16. Rusak Sudah
Tiada nafsu bagi Laisa untuk menyentuh makanan. Ia enggan beranjak dari pembaringan. Mengabaikan ketukan demi ketukan pintu yang tak ada hentinya. Sampai belasan panggilan tidak terjawab dari Gazza. Sekalipun sesekali suara Kim Sarang muncul diikuti teriakan Nada. Laisa tidak tergugah. Dunia Laisa terasa runtuh tiap kali mengingat kejadian semalam. Ya. Aktifitas yang ia lakukan sepanjang hari hanyalah berendam. Menggosok tanda kemerahan yang Avram tinggalkan di sebujur tubuhnya kemudian kembali terisak. Dia semakin merasa kotor dan tidak berharga. Rasa jijik Laisa terhadap dirinya jauh lebih besar dibanding kedinginan. Ia tidak peduli meski ujung-ujung jarinya keriput memucat. Bahkan ia cenderung ikhlas jika Tuhan merenggut nyawanya detik itu juga. Lambat laun, Laisa mulai rindu pada kehidupan lamanya. Mengurus toko dan pelanggan. Mungkin sesekali ia akan mendapat kritik pedas dari Tuan Lesmana. Tapi sungguh itu bukan masalah, ia lebih rela menghabiskan sisa hidupnya dikerjar rent
Magbasa pa
17. Licik Menghanyutkan
Satu kali, dua kali mengerjap. Iris mata Laisa tertimpa silau cahaya. Seperti ada yang salah dengan kematiannya. Dia masih bisa merasakan remuk tulang belulang. Bahkan sistem pernapasannya bisa terdengar oleh telinga, mana mungkin mati bisa serupa kehidupan?Laisa memaksa ekor matanya bekerja lebih keras. Menyeret mereka berpedar mengelilingi ruangan. Kabar buruk selanjutnya yang terpaksa ia telan adalah kenyataan bahwa dirinya masih berada di kamar yang sama. Sebuah ruangan yang memuat ingatan kelam.Tak butuh waktu lama hingga akhirnya Laisa memahami situasinya sekarang. Dia selamat. Usaha untuk menenggelamkan diri di dalam bathtup purna gagal total. Mimpi soal kilasan hidup yang konon merupakan tanda kematian hanya halusinasi semata. Ia kembali ke kehidupan Laisa."Hei, Mommy... are you oke?" suara melengking nan lembut itu muncul seiring dengan wajah imutnya. Gadis mungil yang menjadi alasan Laisa menikah. Putri kecilnya.Laisa menyuguhkan senyum hangat, meski kekecewaan begitu be
Magbasa pa
18. Usaha berlibur
"Dan apa yang kau lakukan sepanjang liburan? Kau tidak sedang berusaha melakukan upaya pembunuhan terhadap Laisa, kan?" Kim Sarang membanting berkas-berkas yang butuh tanda tangannya sembarangan. Desah panjangnya memenuhi seisi ruangan. Sambil melepaskan kacamata, wanita itu menyandarkan badan pada punggung kuris kerjanya. "Kami bukan sedang meminta ijin, Nyonya Kim. Ini keputusan," Avram yang tidak pernah peduli dengan reaksi Kim Sarang itu langsung menjawab. "Dengar, Laisa. Di rumah ini kau tidak perlu patuh pada Avram. Sejak awal kau adalah bagian dari urusanku, jadi laporkan saja kalau dia membuat ulah," Kim Sarang mengabaikan Avram, ia lebih tertarik menasihati Laisa yang berdiri ringkih di samping Avram. Sejak masuk ke kediaman keluarga Salomon, Laisa selalu makan dengan porsi kecil. Ia bahkan melawati momen-momen sulit semenjak resmi menjadi seorang istri. Kim Sarang tentu khawatir, dan secara teknis ia tidak takut pada Avram sama sekali. Bagi Kim Sarang, Avram selalu boca
Magbasa pa
19. Destinasi Tujuan
Lengking suara Avram terdengar bisig meneriakkan nama Laisa. Sementara dua sejoli itu masih bersembunyi di dalam ruangan, saling memandang guna mencari jalan keluar. Pilihannya hanya dua, membiarkan Avram mengetahui hubungan mereka, atau mengijinkan Laisa pergi berlibur sekarang. "Ini kesempatan bagus untuk kita, Gazza. Avram hanya butuh aku sebagai pengalih perhatian terhadap Karina, dan kau mungkin bisa membujuk perempuan itu selagi kami ke luar kota," ujar Laisa setengah merengek dalam bisiknya. "Tidak. Aku tidak akan membiarkanmu terluka lagi karena ulahnya." "Dan kau memilih hubungan kita berakhir sekarang karena ketahuan? Aku tidak sepakat. Kau hanya perlu ke luar sekarang, dan menggiring Avram sedikit menjauh dari ruang kerja. Aku akan berlari ke lapangan menyusul Nada." "Tap..." "Tolong hormati pilihanku, Gazza. Aku bersumpah akan menghubungimu setiap saat." Gamang. Gazza berdiri di antara keraguan. Ia tidak cukup berani mengambil keputusan melepas Laisa bersama kakak le
Magbasa pa
20. Putus Harapan
"Nada tidak bisa mandi air dingin, tolong rebuskan air," ujar Avram sembari tersenyum manis.Itu adalah titah yang ia layangkan sekian juta kali. Masalahnya lelaki itu tahu betul jika Laisa masih menyikat toilet yang menurutnya kotor dan sangat jijik. Belum lagi Nada yang terus mengeluh terkait serangga nyamuk yang banyak sekali.Laisa memang terbiasa hidup miskin, tapi bukan untuk mengurusi hidup manusia lain. Dua keturunan sultan ini persis seperti bayi. Membuat Laisa melempar sikat toilet sambil bertolak pinggang guna meluapkan emosi."Laisa... sepertinya perbekalan makan Nada belum diangkat dari mobil ya?" teriak Avram lagi, seolah tidak peduli sudah berapa banyak perintah yang belum Laisa selesaikan hingga detik ini.Akan tetapi Laisa tidak bisa menunjukkan amarahnya di hadapan Nada. Bocah empat tahun itu bersikeras tidak mau tidur meski jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dan betapa terkejutnya ia begitu sampai di ruang tengah. Avram mengobrak-abrik seluruh tas perbekalan
Magbasa pa
PREV
123456
DMCA.com Protection Status