Semua Bab Baby CEO: Kehamilan yang Tak Diinginkan: Bab 41 - Bab 50
57 Bab
Bab 41. Ancaman Sarah
Hans memicingkan matanya menatap punggung Thomas yang berlalu menjauh. Jelas sekali pria tua itu sudah membuat rencana ‘khusus’ untuknya dan Eva. Entah hal yang baik atau buruk, Hans sama sekali tidak bisa mengerti jalan pikiran kakeknya.“Kak!”Tepat saat Hans memalingkan wajah untuk kembali mengamati istrinya, seorang gadis tiba-tiba muncul. Dia Hana, salah satu sepupu jauh yang cukup dekat dengan Hans.“Apa Kak Eva benar-benar hamil? Kenapa perutnya masih kecil?”Hans mendengus, mengulurkan tangan demi mengacak rambut sepupunya yang beberapa bulan lagi berusia lima belas tahun itu. Dia satu-satunya yang masih polos dan murni hatinya, tidak seperti sepupu-sepupu yang lain.“Anak kecil, untuk apa menanyakan hal-hal seperti itu, heh!? Belajar saja yang benar dan masuk sekolah favoritmu. Kakak akan berikan hadiah spesial jika kau mendapat peringkat satu.”Hana mengerucutkan bibirnya sambil mengucap “Puh” pelan, menghempas tangan Hans dengan wajah masam.“Aku nggak butuh hadiah darimu,
Baca selengkapnya
Bab 42. Jatuh Cinta sampai Tergila-gila
Kedua mata Eva terpejam, membiarkan Hans membelit lidahnya. Dia benar-benar tidak bertenaga, memutuskan melingkarkan kedua tangannya di belakang leher sang pria. Ciuman itu benar-benar memabukkan, membuatnya terlena.Sejak kapan Hans menjadi begitu mahir? Apa pria itu memiliki banyak kekasih saat di luar negeri?Berbagai pemikiran menyusup ke dalam akal sehat Eva begitu saja, merasa kacau saat membayangkan ada gadis lain yang pernah atau bahkan sering beradu saliva dengan Hans. Hati kecilnya tidak rela!“Ini masih terlalu dini untuk bercinta. Pergilah ke kamar kalian. Jangan menodai mata orang tua ini.”Suara nenek membuat Eva mendapatkan kembali kesadarannya, membuka mata dan mendorong tubuh Hans sambil menutup mulutnya dengan tangan. Wajahnya terasa panas, pipinya tampak bersemu merah, percampuran antara malu dan salah tingkah karena tertangkap basah.Nenek melewati Hans dan Eva, mengambil keranjang untuk diisi anggur hijau yang baru dipanen. Wanita itu tidak bicara lagi, hanya meli
Baca selengkapnya
Bab 43. Hadiah dari Kakek
“Tutup matamu, Eve.”“Apa yang ingin kamu lakukan, Hans?”Evalia mengerutkan kening, menoleh sambil mencoba melepas tautan jemari Hans yang menempel erat di perutnya.“Tutup saja. Aku tidak akan melakukan apa pun. Ciuman tadi sudah cukup memuaskanku.”“Kamu!”Seketika wajah cantik Eva tersipu. Pipinya merona kemerahan, membuat senyuman Hans semakin lebar. Dia menikmati pemandangan di depannya tanpa berkedip. Gadis itu benar-benar menggemaskan!“Sudah, tutup matamu. Menurutlah. Aku tidak akan melakukan hal-hal yang membuatmu marah. Kau bisa memegang ucapanku, Eve.”Suara bisikan Hans yang teramat lembut benar-benar membuat Eva tak bisa berkata-kata. Dia hanya bisa menurut, menutup matanya sambil menetralkan degup jantungnya yang perlahan berdegup semakin kencang.Seberapa kuat pun Eva menolak, pesona Hans berhasil meruntuhkan pertahanannya. Jika boleh jujur, dia mulai menaruh perhatian lebih kepada pria itu. Bibit-bibit cinta mulai tumbuh di hatinya.Tinggal di bawah atap yang sama sel
Baca selengkapnya
Bab 44. Kesucian Perasaan
Hachu!Hachu!Eva terusik mendengar suara bersin-bersin yang terasa begitu dekat dengannya. Dia langsung membuka mata dan mendapati punggung Hans berjalan menjauh, memasuki kamar mandi dan terdengar membuang lendir di hidungnya.Apa yang terjadi dengan Hans? Apa dia sakit?Namun, tanya itu belum terjawab saat Eva kembali mengerutkan kening. Saat memutuskan untuk bangun dari tempat tidur, sebuah kain yang terasa sedikit basah, terjatuh dari dahinya, tergeletak tepat di pangkuan.“Apa ini?” gumamnya lirih, meraba keningnya sendiri. “Apa aku demam semalam?”Suara pintu kamar mandi terbuka, membawa pria dengan wajah sayu keluar dari sana. Tangannya sibuk menyeka hidung dengan tisu sebelum membuatnya jadi gumpalan dan melemparnya ke tempat sampah.Hans masih menunduk, belum menyadari tatapan penuh tanda tanya dari Eva.“Kamu sakit, Hans?”Pertanyaan Eva membuat Hans sedikit tersentak, langsung mendongak dan bertatapan dengan sang istri. Dia tidak tahu kapan wanita itu terbangun dari tidur
Baca selengkapnya
Bab 45. Ingin Mengulitinya Hidup-Hidup
“Jangan membodohiku!” Sarah memelotot, sama sekali tidak percaya dengan ucapan Eva yang mengungkap bahwa dirinya akan berpisah dengan Hans. Sarah tahu betul, Hans sudah jatuh cinta setengah mati kepada dokter muda itu.“Apa untungnya aku membodohimu?” Eve menyergah napasnya sebelum lanjut berkata, “Kamu boleh percaya, boleh tidak. Terserah.”Sarah membuka mulutnya, tapi tidak ada satu kata pun yang terucap meski dua-tiga detik telah berlalu. Dia masih syok mendengar pernyataan itu.“Duduklah. Kita bicara sebagai sesama wanita dewasa.”Meski tidak mempercayai ucapan Evalia, toh Sarah menurut dengan menarik kursi di hadapan Eva dan menunggu penjelasannya. Dia sudah melihat sorot mata wanita hamil itu, tidak terpancar kebohongan di sana.“Seperti yang kamu tahu, kami menikah karena sebuah kesalahan. Setelah bayi ini lahir, aku akan pergi dan tidak akan mengancam posisimu. Kamu tidak perlu membuang waktu dan tenagamu untuk memusuhiku.”“Apa jaminannya? Kenapa aku harus percaya padamu?”Su
Baca selengkapnya
Bab 46. Posesif dan Overprotektif
“Kandunganmu semakin besar, mulailah mengambil cuti,” pinta Hans saat Eva berjalan ke arahnya dan memakaikan dasi melingkari leher. Seperti pagi-pagi sebelumnya, wanita itu membantu Hans bersiap sebelum sarapan bersama.“Baru tujuh bulan. Masih ada banyak waktu sebelum persalinan. Aku baik-baik saja.”Hans menarik tangan Eva, menghentikan gerakannya.“Bagaimana aku tidak khawatir, kamu terus menolak pergi dan pulang bersama, memilih naik taksi. Itu benar-benar mengganggu pikiranku, Eve.”Eva tersenyum, meloloskan jemarinya dari tangan Hans dan memperbaiki simpul dasi yang masih kurang rapi.“Aku baik-baik saja,” ulang Eva meyakinkan suaminya. “Lagi pula, mobilmu ada di belakang taksi yang kutumpangi. Tidak ada hal buruk yang terjadi selama ini, kan? Kamu terlalu banyak berpikir.”Hans menggeleng dengan tegas, “Mulai hari ini, aku sudah siapkan mobil pribadi untukmu. Kamu bebas pergi ke mana pun tanpa takut orang curiga dengan hubungan kita. Hanya dengan itu aku bisa merasa tenang.”“T
Baca selengkapnya
Bab 47. Langit dan Bumi
“Eve, kamu ada waktu siang ini?”Tepat saat Eva memasuki lobi Dirgantara Artha Graha, Lily menyambutnya dengan wajah kusutnya. Bukan hanya lingkaran hitam disekitar mata, dia tampak tidak bersemangat sama sekali.“Ada apa?” tanya Eva setelah menyingkirkan isi kepalanya sendiri yang rumit. Sepanjang perjalanan, dia memikirkan perilaku ganjil Hans, tapi tetap tidak mendapat jawaban. Sekarang, Lily menghadangnya.“Aku baru saja ditinggalkan oleh pacarku.”Langkah Eva terhenti, menoleh ke arah Lily sebelum mengamati jam tangan mungil di pergelangan sebelah kiri. Masih ada waktu lima belas menit sebelum jam kerja dimulai.“Ayo bicarakan di ruanganku. Masih ada sedikit waktu,” ujar Eva sambil menempelkan ibu jarinya di finger print dan menggesek id card di sisi lainnya. Perusahaan ini mengutamakan kedisiplinan, menetapkan standar ganda untuk mengabsen karyawannya.Liliana yang sudah tiba di kantor sejak tiga puluh menit lalu, segera tersadar dan melakukan hal yang sama. Setelahnya, dia menye
Baca selengkapnya
Bab 48. Pura-Pura Tutup Mata
“Ada apa denganmu? Apa aku sudah menyinggungmu sebelumnya?”Satu alis Hans naik, tapi tak lantas menjawab pertanyaan Eva. Keningnya berkerut, tampak memikirkan sesuatu.“Kita sudah sepakat sebelumnya untuk saling terbuka dan membicarakan masalah satu sama lain. Kenapa tiba-tiba sikapmu berubah?”“Tidak ada yang berubah. Aku memang seperti ini.”Hans memasang wajah sebiasa mungkin, tapi Eva melihat ketidakjujuran dari sorot mata pria itu. Jelas saja dia tidak sependapat akan hal itu. Hans pasti menyimpan satu ganjalan di hatinya. Pasti!Eva menggeleng tegas, “Kamu sebelumnya bukan pria yang mudah terbawa emosi. Bukan hanya pagi tadi, tapi sepanjang hari ini kamu memusuhi semua orang. Mereka membicarakanmu usai rapat.”“Siapa yang membicarakanku?”“Bukan itu masalah utamanya,” sela Eva sambil meraih lengan Hans. “Kalau kamu marah padaku, lampiaskan saja padaku. Bukan orang lain.”Hans sudah membuka mulutnya, tapi pintu putih di belakang Eva tiba-tiba terbuka. Seorang perawat tersenyum,
Baca selengkapnya
Bab 49. Rekonsiliasi Hubungan
“Tuan, Nyonya, kita sudah sampai.” Suara Bram terdengar jernih, menoleh ke belakang demi menatap Hans dan Eva yang sepanjang perjalanan tidak berbincang sepatah kata pun.Hans mengangguk, menatap papan nama restoran dua lantai yang sering digunakan untuk menjamu tamu penting perusahaan.“Kalian berdua boleh pulang. Berikan kuncinya padaku.”Bram sedikit ragu karena Hans jarang mengendarai mobil sendiri. Namun, dia juga tidak berniat menyangkal perintahnya. Toh, ini memang sudah di luar jam kerja dan waktunya kembali.Hans keluar dari mobil dan membukakan pintu di samping kiri Eva. Dia secara khusus meletakkan tangannya untuk melindungi kepala sang istri agar tidak terbentur.‘Dia masih begitu perhatian padaku,’ gumam Eva dalam batinnya, menyadari bahwa Hans masih tetap lembut seperti sebelumnya.Mereka berjalan bersisian melewati halaman yang cukup luas sebelum menaiki anak tangga pendek di depan pintu. Secara otomatis, Hans mengulurkan tangannya untuk memegangi lengan Eva dan membuat
Baca selengkapnya
Bab 50. Kesepakatan
“Eve, tolong jangan seperti itu. Anak kita membutuhkan kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuanya. Kalau kau keluar dari rumah—”“Aku tidak keluar dari rumah mewahmu itu dan juga tidak akan menelantarkannya, hanya membagi waktu dengan kehidupanku sendiri. Apa lagi yang kamu inginkan? Kamu hanya ingin mengikatku, bukan?”Hans sudah membuka mulutnya hendak menyangkal, tapi kedatangan pramusaji bersama nampan berisi makanan membuatnya tidak bisa berkata-kata. Dia memilih bungkam, meneguk sisa air mineral sambil menenangkan diri.“Karena makanan sudah datang, ayo kita nikmati dulu. Setelah itu, baru teruskan pembicaraan tadi dan kita buat kesepakatan yang jelas.”“Kesepakatan? Kau benar-benar—”“Hans!” Mata indah Eva terbelalak, sedikit memelotot dan berkata, “Aku sudah memesan makanan kesukaanmu. Makanlah dengan tenang dan jangan bicara lagi.”Setelah mengucapkan kalimat tegas itu, Eva mengambil beberapa potong daging asap asam manis ke mangkuk suaminya. Dia juga memisahkan potongan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status