All Chapters of Panglima Kuno Terjebak di Tubuh CEO: Chapter 21 - Chapter 30
373 Chapters
21 - Mengingat Tuan Putri Tercinta
Iwang tertegun sejenak. Majikan mudanya hendak belajar menyetir. Kenapa baru sekarang memiliki keinginan seperti itu? Kenapa tidak dari dulu? Tapi, sebagai pesuruh, Iwang hanya bisa mengangguk patuh pada keinginan sang majikan, apapun itu selama tidak bertentangan dengan norma kebaikan. Juna memang berkeinginan menguasai cara mengemudi mobil. Sejak datang ke dunia modern ini, dia terpukau dengan cara orang modern mengendarai kendaraan, terutama mobil. Jika dia melihat orang berkendara motor, itu mengingatkan dia akan menunggang kuda. Sedangkan mobil mengingatkan dia akan kereta. Yang cukup membuat dia terkejut, ternyata mobil tidak hanya dikendarai lelaki saja, tapi wanita juga bisa! Sungguh sebuah kemajuan era yang tak pernah terpikirkan di benak Juna. Di eranya, peran wanita hanya ada di dapur dan ranjang semata. Bahkan sudah terpatri kuat dalam falsafah jawa kuno mengenai wanita yang Juna ketahui, yaitu tugas wanita yang hanya sebagai konco wingking atau teman belakang, sosok
Read more
22 - Kepala dan Dada Mendadak Sakit
Juna mengangguk dan mereka bertukar duduk. Dia tak sabar ingin segera menguasai cara mengemudi mobil agar bisa lebih mandiri nantinya, tak perlu repot mengajak supir ketika dia ingin pergi. Iwang dengan sabar memberikan arahan pada Juna. Berkat kecerdasan sang panglima, dia bisa menguasai mobil hanya dalam waktu setengah jam saja. Juna mulai luwes menggerakkan tangan dan kakinya untuk berkoordinasi mengemudi mobil. Laju mobil yang dikemudikan dia juga sudah setara dengan kemampuan Iwang. “Wah! Mas Juna cepat sekali menangkap pelajarannya!” puji Iwang pada majikan mudanya. “Hanya mengandalkan tekad dan keberanian saja, Mas!” Juna merendah. “Kalau begitu, apa aku boleh menjajal mengemudi mobil di jalan raya sekarang, Mas?” Iwang berpikir sejenak. “Hm, baiklah, Mas! Tapi ke jalan raya yang tidak terlalu padat saja, yah!” Juna mengangguk dan langsung melajukan mobil keluar dari kawasan tersebut untuk berbaur dengan kendaraan lainnya di jalan raya. Tadinya, Iwang sudah berdebar-deba
Read more
23 - Pendisiplinan Istri Belum Usai!
“Mas! Mas! Sini, biar aku saja yang mengemudi!” Tak mau sesuatu buruk terjadi pada majikan mudanya, Iwang lekas keluar mobil dan memapah keluar Juna untuk dibawa ke kabin navigasi. Kemudian, mobil mulai dijalankan Iwang sebelum mobil di belakangnya ribut membunyikan klakson. “Mas, saya antar ke rumah sakit, yah!” Iwang menoleh singkat ke Juna dengan pandangan cemas. Juna menggelengkan kepala tanpa menoleh dan menjawab, “Errghh … tak usah, Mas Iwang … hnnghh … ini … ini tak parah, kok!” Dia tak mau repot ke rumah sakit. Dia yakin dia masih sanggup menahannya. Yang mengherankan bagi Juna, begitu mobilnya sudah cukup jauh dari TKP kecelakaan, sakit di kepala dan dadanya mendadak saja lenyap tak berbekas. Juna sampai termangu keheranan. “Ini ….” “Kenapa, Mas?” tanya Iwang sambil melajukan mobil. “Masih sakit?” “Justru sebaliknya, Mas! Ini sembuh sepenuhnya!” “Sudah sembuh?” Meski heran, tapi Iwang bersyukur majikan mudanya sudah pulih sehingga dia tak akan dimarahi majikan tuanya.
Read more
24 - Dibuat Menunggu dalam Gelisah
Malam harinya, Juna menenggelamkan diri pada pekerjaan memeriksa semua data perusahaan yang dia kelola. Dia tidak mau dipecundangi seperti Arjuna sebelumnya.Jabatan sebagai CEO memang terlihat bonafid dan membanggakan, tapi kalau tidak becus dan selalu dicurangi anak buah sendiri, bukankah itu menggelikan sekaligus mengenaskan?Sebagai panglima hebat di masa lampau, Juna tak mungkin menginginkan situasi seperti yang dihadapi Arjuna.Sementara itu, di kamarnya, Lenita gelisah menunggu sang suami. Berulang kali menoleh ke pintu, lalu beralih ke jam di dinding. Selalu begitu urutannya seakan sudah menjadi satu paket.‘Kenapa si sialan itu belum datang juga?’ pekik benak Lenita setelah lirikan ketiga puluh sembilan kalinya pada jam di dinding.‘Cih! Bukannya aku mengharap-harap si bodoh itu datang, sih … tapi kan … unghh ….” Lenita malah kesulitan sendiri memikirkan alasan sebagai jawaban atas ucapannya di benak. Dia tak mau mengakui bahwa dia menginginkan sentuhan Juna.Meskipun mungkin
Read more
25 - Berdandan Seksi untuk Memancing Suami
“He he he … ditanya kok malah memaki? Ck ck ck … tidak seharusnya wanita terhormat mengucapkan makian semacam itu.” Juna melipat kedua tangannya di depan dada sambil menampilkan wajah mencemooh Lenita.“Itu gara-gara kau sendiri yang mengagetkan aku!” Lenita sudah melayangkan pukulan manja ke arah dada suaminya.Tapp!Janu lebih dahulu menangkap dua pergelangan tangan Lenita dan berkata, “Kenapa malah menyalahkan aku?”“Dari mana kau, hah?” Lenita melotot tanpa menarik tangan dari genggaman Juna.“Apakah aku punya kewajiban menjawab pertanyan semacam itu?” tantang Juna.“Si—sialan kamu! Ini rumah papaku, maka aku berhak tahu apapun yang ada di sini!” Lenita kesal dan berkata, “Pasti kau baru melakukan hal kotor di luar sana!”“Apakah duduk santai di taman samping termasuk hal kotor? Yah, mungkin juga karena lantainya pasti kotor saat aku duduki.” Juna mengedikkan bahu secara santai.“Bohong!” Lenita terlanjur menuduh dan dia malu.“Aku tidak memaksamu percaya padaku.” Juna memainkan a
Read more
26 - Kerugian yang Didapat Jika Tidak Patuh
Lenita bisa gila jika dia terus diabaikan Juna. Padahal dia sendiri juga tak tahu kenapa merasa begitu. Apakah ini hanya sebuah harga diri yang terluka karena sebelumnya tak pernah diabaikan Arjuna?Malam itu, Lenita mendatangi Juna meski tidak memakai lingerie, hanya kaos ketat sebatas pinggang dan celana mini katun saja.Ketika Lenita datang, Juna mendongak ke arah pintu, menjeda pekerjaannya saat melihat sang istri melangkah masuk ke ruangan sambil membawa baki berisi kue dan es sirup di atasnya.‘Wah! Wah! Bukankah ini sebuah lompatan besar untuk wanita seperti dia?’ Juna terkejut sekaligus takjub dengan perubahan sikap Lenita. Walaupun cemberut, tapi Lenita bersedia merundukkan egonya dengan memberi camilan dan minuman begitu.“Apakah tidak apa-apa kalau makan dan minum yang manis-manis begitu di malam seperti ini?” Juna membubuhkan senyum kecil ketika berbicara sambil meletakkan pensil di atas berkas sembari merilekskan punggung ke sandaran kursi.Wajah cemberut Lenita makin dit
Read more
27 - Pipi Ibu Mertua Merona karena Sentuhan Juna
Mau dikata apa jika tubuh mulai menyerah?Meski berat hati, tapi Lenita akhirnya berbicara walau dengan suara lirih, “Aku … minta maaf ….” Dia berada di bawah tekanan. Bukan tekanan dari suaminya, melainkan tekanan dari keinginannya sendiri ingin merasakan seluruh kenikmatan yang ditawarkan Juna.Juna menampilkan senyum diagonalnya ketika mendengar ucapan lirih Lenita. Ya sudah, tak apa hanya begitu saja. Toh, ini tetap sebuah lompatan besar bagi wanita arogan dan keras kepala seperti istrinya.Maka, sebagai hadiah atas sikap patuh Lenita padanya, Juna membopong sang istri menuju kamar mereka sendiri. Dia sendiri juga butuh adanya penuntasan setelah beberapa hari ini menahan kuat-kuat dorongan yang ingin meledak.Memiliki istri memang sangat menyenangkan, bukan?Tak perlu dipertanyakan lagi seperti apa takluknya Lenita malam itu. Dia benar-benar memasrahkan seluruh tubuhnya untuk dilahap sang suami. Dia mirip ikan yang menggelepar setelah diangkat dari air, memanggil-manggil nama Juna
Read more
28 - Menjaga Ibu Mertua Sebaik Mungkin
Mana mungkin Wenti tidak merasa kikuk dan pipinya merona? Pinggangnya dipeluk menggunakan satu lengan kokoh pemuda tampan seperti Juna.‘Sejak kapan tubuh Juna menjadi atletis begitu?’ Wenti sibuk mengingat-ingat di benaknya. ‘Bukankah tubuh Juna kecil dan termasuk kurus? Kenapa sepertinya dia sangat kuat? Apakah selama ini dia sebenarnya bertubuh atletis dan aku tidak sadar? Dia barusan menahan beban tubuhku dengan hanya satu tangan! Astaga!’“A—ahh! Um … terima kasih, Jun! Maaf!” Wenti jadi salah tingkah dan bersikap gugup. Dia benar-benar tidak menyangka akan ada insiden semacam ini bersama menantunya.“Tak masalah, Ma. Sini belanjaannya biar aku saja yang bawa!” Juna tersenyum santai dan meraih kantong-kantong belanja di tangan Wenti untuk dia bawa menggunakan satu tangan.Setelahnya, Juna jadi lebih protektif berjalan di sisi Wenti, benar-benar melindungi Wenti dari pengunjung lain yang hendak bersentuhan dengan sang ibu mertua menggunakan tangan lainnya yang bebas.Ini membuat p
Read more
29 - Mengambil Kesempatan Lebih Banyak Bersama Ibu Mertua Muda
“Mas Iwang, pindahkan belanjaan mama ke bagasi mobilku, yah! Setelah itu, Mas Iwang bisa pulang dengan mobil Lenita.”“Baik, Mas!” Iwang mengangguk patuh melakukan perintah majikan mudanya.“E—ehh! Jun! Tapi belanjaan Mama pasti bau dan membuat bagasi mobilmu amis!” Wenti ingat dia tadi membeli ikan dan daging selain sayur-sayuran.“Tak perlu cemas untuk hal kecil begitu, Ma. Kalau bau dan amis, kan bisa dibawa ke tempat cuci mobil.” Juna mengentengkan kecemasan Wenti.Wenti tidak berkutik lagi karena desakan Juna. Dia pun patuh digiring ke kabin depan mobil baru sang menantu dan didudukkan di kursi navigasi.Setelahnya, Juna masuk ke ruang kemudi dan tersenyum ke Wenti sebelum menyalakan mesin mobil. Meski mobil baru, karena Juna sudah melunasi semua pembayaran dan telah melengkapi segala dokumen yang dibutuhkan, maka dia bisa membawa pulang langsung.Tentu dari Juna telah mengantongi STCK atau Surat Tanda Coba Kendaraan yang telah dia urus secara cepat di Samsat kota Samanggi sehing
Read more
30 - Menantang Istri
“Aku sudah mulai lupa apa saja yang aku alami ketika mati suri, Ma.” Akhirnya, Juna memilih untuk merahasiakan saja identitas asli dirinya. Dia tak yakin Wenti bisa menerima kejujurannya.“Oh, baiklah.” Wenti tidak mendesak ingin tahu. “Yang penting, Mama dan papamu senang karena kamu sekarang sudah lebih mau peduli dengan pekerjaan di kantor.”Juna terdiam. ‘Ya, memang sudah semestinya kalian lega dengan itu karena dulunya Arjuna sungguh tidak berguna, menjadi CEO tapi sehari-harinya hanya sibuk menempeli Lenita saja tanpa peduli dengan urusan perusahaan.’Setibanya di rumah, Juna melihat mobil Hartono yang dibawa Iwang tadi sudah memasuki garasi dan kemudian mobil pribadinya segera diparkirkan di carport.Iwang segera mengambil semua belanjaan Wenti di mobil Juna untuk dibawa ke dapur.Ketika Juna dan Wenti keluar dari mobil, mereka disambut Hartono yang tersenyum. Ini berbanding terbalik dengan Lenita yang memasang wajah cemberut.Wenti masuk bersama Hartono, sedangkan Juna dihampi
Read more
PREV
123456
...
38
DMCA.com Protection Status