Semua Bab Istriku Selingkuh Pakai Handphone Mertuaku: Bab 11 - Bab 20
32 Bab
Takut Untuk Berpaling Dari Mas Fajar
"Kalau kamu mau, aku bisa comblangin kamu ke cowok tajir Jul. Rahasia aman seratus persen. Gimana?" tawarnya lagi, sambil sedikit berbisik. Ku akui, aku ingin sekali materi yang banyak. Tapi, di lain sisi aku takut untuk berpaling. Karena jika sampai ketahuan, aku bisa saja di campakkan begitu saja. Iya, kalau cowok barunya baik seperti mas Fajar. Gimana jika tidak? "Gak deh Mir, karena aku masih di tahap nyaman. Aku gak mau terulang kedua kalinya," elakku, dengan terus berfikir positif. "Ih, naif banget sih. Fajar itu suami orang Jul, gak mungkin istrinya mau di madu kalau kamu nikah," tuturnya. "Tapi, saat ini aku off dulu deh buat selingkuh. Apalagi aku baru aja dapat talak dari Mas Riyadi," ungkapku, sembari memberi kejelasan. "Apa! Kamu udah di talak?" tanyanya, dengan penuh selidik. "Iya Mir, jadi aku break dulu deh. Seandainya nikah juga, aku tunggu rumahku lunas," ujarku, seraya meneguk minuman bersoda. "Iya deh Jul, maaf jika aku tadi lancang. Aku gak tau kalau kamu di
Baca selengkapnya
Pov Riyadi (Awal Perkenalan Dengan Ririn)
Setelah aku mengusir Julia malam itu, ada rasa bersalah yang mengganjal. Pikiranku terus berkecamuk, dan timbul rasa sesal yang tiba-tiba menghantui pikiranku. "Gimana kalau Julia hanya sebatas shoping, dan tidak melakukan hal yang yang gak pantas?" batinku, mencoba menimbang-nimbang keputusan untuk Julia. Kemudian, aku pun meminta dengan sangat sopan, ponsel ibu mertuaku. Aku lihat ibu mertuaku tampak sedih, matanya sembab. Begitu juga dengan Deta, anakku. "Bu, Ibu jangan sedih. Ini Riyadi lakukan agar Julia sadar," terangku, meyakinkan ibu. "Iya Riyadi, gak papa. Ibu tau, anak Ibu salah. Ibu gak bela Julia kok," ucapnya sedih, sambil menghapus air matanya yang kembali luruh. "Kita do'akan aja, biar Allah menyadarkan Julia Bu. Coba sini ponsel Ibu," pintaku dengan penuh harapan, bahwa di ponsel ibu ada bukti yang akan meringankan keputusanku. "Ini Nak," ucapnya, sambil memberikan ponsel miliknya. Setelahnya, aku pun beranjak ke kamar. Di dalam kamar, aku mengutak-atik ponsel i
Baca selengkapnya
Ibu Merencanakan Pertemuanku Dengan Ririn.
Sampai suatu saat, aku bertemu dengan seorang wanita yang kebetulan anaknya satu sekolah dengan Deta. "Deta, kamu sekolah yang baik ya Nak? Jangan nakal," titahku pada Deta, sambil mengusap kepala anakku. "Iya Ayah, Ayah juga hati-hati di jalan ya Yah?" sahut Deta, sambil tersenyum dengan memelukku. "Iya Nak, kalau gitu Ayah pergi kerja dulu. Nanti Ayah gak bisa jemput pulang, kamu jalan aja ya?" ucapku, sambil melambaikan tangan. Kemudian aku menghidupkan motorku, dan segera berangkat kerja. Dua hari selanjutnya, Deta sudah selesai mandi dan mempersiapkan perlengkapan sekolah. Aku pun tak menyangka, anakku bisa se mandiri ini. "Ayah, aku gak usah Ayah antar sekolah. Nanti ada Bunda Ririn yang mau jemput Deta ke sini," ungkapnya, sambil menyuap sarapan pagi yang sudah ibu buatkan. "Loh, anak Ayah udah siap-siap rupanya. Bener nih, gak Ayah antarin?" tanyaku, sambil ikut duduk di sampingnya. Aku pun sarapan bersama ibu dan Deta. "Iya Riyadi, Deta sudah dua hari ini di antarin s
Baca selengkapnya
Permintaan Ibu Mertuaku.
Ibu mertuaku langsung beranjak ke kamarnya, dengan wajah murung. Aku tak menyangka ibu seserius ini padaku. Ibu seolah ingin memberikan pilihan yang terbaik, pengganti putrinya. Aku jadi merasa bersalah pada ibu, karena setelah Julia pergi beban ibu bertambah. Aku berusaha menemui ibu ke kamarnya, akan tetapi pintu kamar ibu terkunci. "Bu, ayo keluar. Aku akan pergi ke luar bersama Ririn," rayuku, agar ibu tak larut dalam kesedihannya. Ibu pun membukakan pintu kamar, kemudian menyusulku ke luar. Ada raut kebahagiaan terpancar di matanya, kemudian menyunggingkan senyum yang renyah. "Gitu dong Nak, Ibu kan senang. Coba kalau kamu gak mau, Ibu pasti pergi ke rumah Neti besok.""Bu, aku bukan gak mau. Tapi bagaimana dengan Deta anakku? Pasti hatinya hancur Bu?" tuturku pada beliau, sambil beriringan berjalan ke depan. "Itu tak usah jadi beban, serahkan sama Ibu. Penting, kamu nikah sama Ririn," titahnya lagi, tegas. "Baik Bu, aku bisa apa jika Ibu memaksakan. Ibu sama besarnya dengan
Baca selengkapnya
Dugaanku Yang Salah.
Apakah Ririn ingin menikah denganku karena dia sedang hamil?"Ririn, kamu kenapa? Kok tiba-tiba kamu mual-mual?" ucapku panik, sambil meraba keningnya yang mulai keringat dingin. "Gak kenapa-kenapa kok Mas, ini udah biasa. Ayo kita pulang," sanggahnya, sambil membersihkan mulutnya pakai tisu. "Tapi Rin, kok aneh. Apa kamu sakit?" tanyaku, penuh selidik. Membuang sangkaan buruk dari pikiranku. "Uek ,,, uek ,,," kembali Ririn mual lagi, setelah beberapa menit melajukan mobil. Tanpa ragu, aku memberanikan diri membawa Ririn ke klinik terdekat. Aku harus tau jelas, Ririn mual karena apa. Apakah karena hamil atau suatu penyakit. Pikiranku jadi kalut, apalagi aku tak pernah melihat Ririn berhijab. Seandainya Ririn hamil? Aku tak tau harus apa. Ya Allah, aku sangat bingung. Setelah sampai di depan sebuah klinik, Ririn tampak bingung. "Mas, kenapa bawa aku ke klinik? Ririn gak papa kok Mas," lirihnya. "Gak apa-apa Rin, yok Mas papah kalau kamu gak kuat?" sahutku, sambil keluar dari kemu
Baca selengkapnya
Kehadiran Ririn mengubah gaya hidup anak dan Mertuaku.
"Mas," ucap Ririn, yang tiba-tiba sudah berdiri di pintu dapur. "Ririn, kamu udah di situ sejak tadi?" tanyaku, sambil mengajak Ririn duduk di kursi meja makan. "Ririn, apa kamu udah kuat berdiri?" tanya ibu, pura-pura tidak menyadari sesuatu. "Udah Bu, Alhamdulillah sudah agak baikan. Makasih ya Bu, Mas. Sudah merawat aku sejak tadi malam," ungkap Ririn, dengan raut wajah yang sedikit lebih baik. "Ah, gak papa Nak. Udah tanggungjawab Ibu, karena Ibu yang meminta Nak Ririn untuk pergi dengan Riyadi. Ibu yang minta maaf Nak," tutur ibu, sambil memindai wajahku. "Gak papa kok Bu, Ririn senang bisa pergi dengan Mas Riyadi. Insya Allah, Ririn bisa menerima lamaran Mas Riyadi," ungkap Ririn, sambil menunduk malu. "Maaf Rin, dengan perkataan Deta tadi. Mungkin dia rindu Ibunya," ungkapan itu keluar begitu saja dari mulutku, entah itu karena aku mulai mencintainya atau karena menjaga perasaan Ririn saja. Aku tak mengerti. "Gak papa Mas, Ririn ngerti kok. Ririn bisa bantu nyariin Mbak
Baca selengkapnya
Ibu Canggung Dengan Gaya Barunya.
Aku sangat terkejut melihat penampilan ibu yang sangat berbeda. Kenapa sekarang ibu berubah? "Ibu, kok jadi cantik gini? Uang Ibu dari mana?" ucapku, heran. "Mas, jangan gituin Ibu. Ririn yang bawa Ibu ke salon. Kasihan Ibu udah capek ngurusin Ririn selama sakit. Jangan di protes dong Mas?" bujuk Ririn, dengan wajah manyun. "Yah, Nenek jadi kikuk tuh Yah. Ayah gak seneng lihat Nenek cantik?" goda Deta, sambil melirik neneknya. "Ya Allah, banyak perubahan yang terjadi dengan keluargaku. Ibu terlihat lebih gemuk dan sedikit modis. Deta, udah semakin dewasa. Tak ku pungkiri, Ririn membawa perubahan besar dalam hidupku," batinku, sambil memandang jauh ke depan. Ibu tampak diam, mungkin masih malu menunjukkan penampilan barunya. Aku tersenyum sendiri, melihat tingkah ibu. Ibu terlihat canggung sekali, ini pasti ulah Ririn yang memaksa ibu ke salon. "Mas, apa udah ada kabar dari Mbak Julia?" tanya Ririn, sambil duduk di samping ibu yang baru selesai berganti pakaian. "Belum Rin, biar
Baca selengkapnya
Ibu Akhirnya Operasi.
Bagaimana biaya operasi ibu nanti? Aku pusing memikirkan biaya dari mana? Bukannya aku keberatan dengan apapun yang akan aku berikan untuk ibu. Tapi, untuk saat ini aku tak mempunyai tabungan yang banyak. Mau meminjam dari Ririn, ada rasa malu yang luar biasa. Seolah aku ingin memanfaatkan kesempatan bersamanya. Tapi, mau bagaimana lagi. Ku beranikan diri untuk menghubungi Ririn di Surabaya. Tapi, ku urungkan niatku. Kemudian aku minta izin untuk pergi sebentar ke rumah atasanku. Karena aku tau beliau sedang libur, beristirahat di rumah. Segera ku lajukan mobil Ririn ke rumah beliau. "Assalamualaikum, Pak?" ucapku dari luar, dengan sedikit berteriak agar yang punya rumah mendengar. Lama tak ada yang menyahut, barulah aku sadar bahwa di sisi pintu ada bel yang khusus di buat untuk memanggil Tuan rumah. Aku jadi malu sendiri, tapi tak apalah. Orang kecil tak perlu malu dengan kekurangannya, iya kan?Yang penting aku harus berusaha untuk kesehatan ibu, tanpa memikirkan egoku. Setelah
Baca selengkapnya
Tekanan Batin Ibu Yang Di Pendam.
Kemudian ibu menangis, dan berkata. "Ibu, pengen ketemu Julia Di?"Bagai di sambar petir di siang bolong, permintaan ibu sangat menyayat hatiku. Bagaimana tidak, dalam kurun waktu setahun lebih, ibu menunjukkan sikap yang baik. Tidak manja atau menuntut ini dan itu, dan memberikan semangat untukku. Aku merasa bersalah pada ibu, aku tau batin ibu terenyuh. Ibu sangat menyayangi kami anak-anaknya, terutama Julia. Tapi, beliau tidak membenarkan perbuatan Julia yang menyimpang. "Bu, bukannya aku melarang Ibu buat ketemu Julia. Tapi, untuk sementara, Ibu harus sembuh dulu. Riyadi pasti usahain biar bisa dapat kabar tentang Julia ya Bu?" usulku, sambil merangkul pundak ibu yang masih lemah. "Iya Bu, kalau Ibu masih begini aja, gimana Riyadi bisa fokus nyariin Julia?" sambung Mbak Neti, membujuk ibu. "Nak Riyadi, kamu gak usah menyalahkan diri sendiri. Ibu tau kalau Julia itu fatal kelakuannya. Tapi, di dalam hati Ibu kasihan ingat pikiran Julia yang mengambang. Ibu mau membimbingnya lagi
Baca selengkapnya
Ibu Drop Lagi.
Di dalam perjalanan pulang, ponselku kembali berdering. Aku lihat Mbak Neti yang menghubungiku, ada apa di rumah? Jantungku semakin tidak karuan. "Assalamu'alaikum Mbak, ada apa?" tanyaku, tanpa basa basi. "Waalaikumsalam Di, kamu udah selesai jemput Ririn nya?" tanyanya balik, dengan nada cemas. "Sudah Mbak, ini lagi di jalan mau pulang. Ada apa Mbak?" tanyaku lagi, dengan penuh rasa penasaran dengan keadaan di rumah. "Ibu sakit lagi Di, sekarang Ibu pingsan. Kalau bisa cepat ya Di?" ungkapnya, sambil terisak. "Ya Allah, kenapa lagi Ibu? Sabar ya Mbak, aku pasti secepatnya sampai," sahutku, menenangkan Mbak Neti. Ada apa lagi Bu? Baru juga keluar dari rumah sakit, sudah drop lagi. Di saat aku sudah menemukan jejak Julia, ibu menjadi lemah lagi. "Ada apa dengan Ibu Mas?" tanya Ririn, panik. "Ibu drop lagi Rin, Mas gak tau harus apa lagi. Mas cemas," jawabku, sambil menambah kecepatan laju mobil. "Ya udah, kita juga harus hati-hati Mas. Kita langsung tangani Ibu dulu ke rumah
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status