All Chapters of Watak Asli Keluargaku ketika Aku Sakit: Chapter 11 - Chapter 20
35 Chapters
Bab 11
Bab 11"Apa yang terjadi di rumah?" tanyaku cepat. Melihat wajah Sinta yang pias entah karena apa."Kak, Dion digebukin oleh orang-orang yang datang ke rumah tempo hari. Kasihan dia, Kak. Aku mohon, pulanglah. Penyakit Ibu juga kumat lagi.""Kau tidak bohong, 'kan?" Tatapanku menyelidik. Keluargaku yang manipulatif membuatku sedikit tidak percaya pada setiap aduan mereka."Aku nggak bohong, Kak. Kasihan Dion. Tolong pulanglah, hanya Kakak yang bisa menyelamatkan dia," ujarnya setengah memohon. Aku mengangguk pelan, tapi karena kesulitan aku hanya bisa berjalan pelan-pelan. "Kalau tidak keberatan, biarkan saya mengantar kalian apalagi jika rumahnya jauh. Kebetulan saya punya mobil." Pria yang baru kukenal beberapa menit itu menawarkan bantuan. Dengan cepat pula aku menolaknya. "Tidak usah, saya bisa naik angkutan umum," ujarku tak enak hati."Kak, terima aja tawarannya. Nanti Dion keburu mati." Aku melotot pada Sinta. Bisa-bisanya dia menerima bantuan orang asing. Tapi Ibas m
Read more
Bab 12
Bab 12Sepertinya bukan hanya aku yang terkejut. Dika yang berdiri bersama dengan seorang wanita berambut panjang itu, juga melotot tajam ke arahku."Sasty?" "Oh jadi wanita ini yang sudah mengambil alih tempat kostku? Pantas saja kamu ngelarang aku masuk ke tempat ini. Katakan siapa dia, Mas? Apa dia simpananmu yang lain?" tanya wanita itu yang sepertinya pacar Dika."Jaga mulut kamu, Nia. Dia seniorku di kantor. 'Gak pantas kamu ngomong seperti itu pada Sasty," ucap Dika menjelaskan."Oh halo, kenalkan saya Sasty," sapaku. Mencoba bersikap ramah. Meskipun wanita itu memasang wajah jutek, 'tak urung menyambut juga uluran tanganku."Maaf kalau kamu merasa terganggu kamarnya aku tempati. Aku kira kamu nggak ngekost lagi di sini." Wanita itu memindaiku dari atas hingga ke bawah, lalu terpaku pada kaki yang diperban."Eumh, nggak apa-apa, kok. Lagian aku mau tinggal dengan suamiku sekarang," jawab wanita itu melirik ke arah Dika. Sontak saja aku terkejut. Sementara Dika kulihat me
Read more
Bab 13
Bab 13Boleh saja bergaya dan menikmati semuanya, asal tidak merugikan dan membebankan orang lain. Ya Tuhan, semoga mereka tidak berhutang dan membebankan semuanya padaku.***"Sasty, masih nyari sarapan aja. Apa yang semalam aku udah beliin masih kurang?"Lagi dan lagi aku bertemu pria itu. Seolah-olah ini adalah takdir hingga tiap pagi kami bertemu. Ibas."Pak Ibas, ngapain lagi Anda di sini? Atau Anda tinggal di daerah sini juga ya?" Aku memindai sekeliling. Hanya ada rumah-rumah yang besar dengan pagarnya yang tinggi. Entah itu salah satunya rumahnya Ibas atau bukan."Kamu belum jawab pertanyaanku, malah balik bertanya," ujarnya sambil terkekeh menampilkan barisan giginya yang rapi. Oh Tuhan, kenapa ada pria setampan itu di depanku."Eh, sebenarnya masih ada banyak. Kebetulan saja aku mau pergi, ada urusan bersama dengan seseorang," ucapku jujur. Memang pagi ini aku janjian dengan seseorang dari bengkel."Apa perlu aku antar? Aku lagi free nih. Bosen juga di rumah nggak
Read more
Bab 14
Bab 14"Eh, Sasty. Ngapain kamu bengong di situ. Atau jangan-jangan kamu mau nganterin uang buat Ibu. Sini, mana duitnya."Seakan tersadar dari lamunan, aku menoleh ke arah Ibu yang mendekat. Rupanya postingan Sinta bukan omong kosong semata. Tapi, dari mana mereka dapat uang.Kedua tangannya penuh dengan belanjaan. Keningku mengernyit memikirkan dari mana Ibu punya uang untuk belanja. Kuhalangi langkah Ibu untuk lewat."Ibu lagi banyak duit, ya? Dari mana Ibu dapatkan semua itu?""Eh, kok malah nanya. Ibu minta sama kamu bukan kamu yang nanyain duit Ibu," balasnya sewot. "Ibu ngakunya 'gak punya uang, 'kan. Tapi itu, kanan kiri penuh dengan belanjaan. Dapat dari mana coba uangnya?" tanyaku menyelidik. Ibu juga memakai gelang keroncong di tangan kiri dan kanan, bahkan ada cincin menghiasi di jarinya."Eh, ini? Ini mah semua titipan tetangga. Kebetulan tadi Ibu mau ke warung, sekalian mereka nitip. Kamu tahu 'kan Ibu nggak punya duit lagi. Gimana sih kamu ini," jawab Ibu ketus."
Read more
Bab 15
Bab 15"Baiklah, karena semuanya sudah berkumpul di sini, maka saya perkenalkan kepada kalian semua, pimpinan baru kita. Beliau ini tentunya hadir untuk menggantikan saya. Bapak Bastian Pramana, yakni putra direktur kita. pak Bagas. Silahkan, Pak Ibas." Pak Anton bersuara.Bisik-bisik kemudian terdengar dari seluruh gadis yang ada di ruangan ini. Betapa antusiasnya mereka melihat pria tampan di depannya.Ibas menyalaminya satu persatu tanpa terkecuali, hingga sampai di posisiku. "Bu Sasty, senang bertemu dengan Anda."Ibas mengulurkan tangan yang 'ku sambut dengan senyum ramah. Sementara Vina dan yang lainnya saling melirik. Mungkin mereka tidak menyangka bagaimana aku sampai mengenal pria di depanku ini."Sama-sama, Pak Ibas." "Kuharap Anda tidak bosan karena setelah ini mungkin akan bertemu setiap hari," ujarnya menuturkan."Tentu saja tidak, Pak. Semoga saya tidak mengecewakan Anda," balasku lagi.Pria itu manggut-manggut. "Saya sudah mendengar kinerja kamu di perusahaan ini.
Read more
Bab 16
Bab 16Aku mengangguk pelan. Wajah Ibu berubah semakin kelam. Wanita itu bersungut-sungut dan menatapku nyalang."Yang benar saja! Uang ini cuma cukup untuk satu minggu. Belum lagi Dion dan Sinta. Bagaimana Ibu mengaturnya jika—""Kebutuhanku juga banyak. Lagi pula kita sudah tidak tinggal satu rumah lagi. Gunakan uang itu dengan sebaik-baiknya. Urusan Dion, dia sudah dewasa. Aku sudah lepas tanggung jawab dan dia bukan urusanku lagi. Lagipula dia tidak sepantasnya menadahkan tangan padaku lagi, Bu. Kuharap Ibu mengerti bagaimana dia memperlakukanku selama ini. Dan kuharap Ibu bisa memberi pengertian padanya. Suruh dia bekerja dan mencari jalannya sendiri!!" Aku memotong ucapan ibu dengan cepat, sebelum perkataannya merembet ke mana-mana. Brak!!Ibu menggebrak meja, tak terima dengan perkataanku. Dia lantas berdiri dan berkacak pinggang."Selama 30 tahun aku membesarkanmu. Inikah balasannya padaku!! Anak kurang ajar, tidak tahu malu. Jaman sekarang uang segini tidak cukup. Ap
Read more
Bab 17
Bab 17Badanku tiba-tiba saja gemetar dengan keringat membasahi seluruh badan. Rasa panas dan bergejolak dari perut menekan hingga ke bagian ulu hati. Padahal hanya makan tak kurang dari lima sendok yang kumasukkan ke dalam mulut, tapi efeknya benar-benar luar biasa. Aku gemetar dengan pandangan yang terasa gelap. Rasanya nyeri ini sudah tidak bisa kujelaskan lagi bagaimana sakitnya."Sas, kamu kenapa?" Tak mungkin kutahan rasa yang campur aduk ini. Setengah berlari ke luar dari tempat itu, aku memuntahkan seluruh isinya di pinggir jalan. Bahkan untuk berdiri saja aku tidak mampu. Seluruh tubuh dan persendian terasa lemas belum lagi pandangan yang berkunang-kunang. Tubuhku gemetar tidak karuan. Bahkan aku tidak bisa mengontrol diriku sendiri.Beruntung bagian ini terlihat sepi tanpa ada orang berlalu lalang."Ya Tuhan, kenapa jadi begini?" Ibas tampak bingung melihat keadaanku.Entah sudah keberapa kalinya aku memuntahkan semuanya. Lagi dan lagi."Antar aku ke klinik," ujarku lemas
Read more
Bab 18
Bab 18Rasanya aku baru saja terlelap sebentar, ketika mendengar bunyi ponsel yang terus-terusan berdering. Nomor tiga orang yang belakangan ini sudah kubuka blokirnya, tak berhenti menghubungi. Sepertinya aku harus siap mendengar ocehan pagi dari mereka.Kubiarkan benda itu terus berbunyi dan bergetar. Kebutuhanku di kamar mandi lebih penting mengingat aku kebelet pipis dan ingin menunaikan hajatku. Setengah jam kemudian, setelah beres aku lanjut membuat sarapan. Telur dadar, roti dan segelas susu hangat siap masuk ke perutku. Di saat yang sama, dari arah pintu seseorang menggedornya dengan kasar. Lalu suara cempreng Ibu mulai terdengar setelahnya."Sasty, buka pintunya!""Sasty, Ibu tahu kamu ada di dalam! Ayo cepat buka!!"Mungkin karena aku tidak mengindahkannya, gedoran itu semakin lama semakin berisik. Aku menarik nafas berat sebelum membukanya. Kupasang badan dan mempersiapkan mental untuk menghadapi mereka."Ada apa pagi-pagi sudah bertamu?" tanyaku malas meladeni.Ibu dan
Read more
Bab 19
Bab 19"Jangan bercanda, Bu Sasty. Masih pagi ini," kata Ibas dengan senyuman."Saya serius nggak bohong, Pak."Ibas tampak berpikir sebelum akhirnya mengajakku masuk ke ruangan miliknya."Kamu yakin mau di oper ke kantor cabang?"Ibas menghela nafas sambil berdiri gagah. Dia memperhatikan wajahku dari jarak dekat."Ya," jawabku singkat. Kurasa inilah satu-satunya jalan untuk menghindari ibu dan adik-adikku yang tidak tahu diri itu."Wajahmu memerah dan ada bekas tamparan di pipimu. Apakah itu perlakuan ibu dan saudaramu?"Aku tersenyum samar. Jika mengingat kejadian sebelum berangkat kerja rasanya aku ingin menangis. Tapi tidak, aku bukan wanita lemah yang akan menangisi sesuatu yang sudah terjadi.Aku menanggukkan kepala. "Tolong pertimbangkan kepindahan saya! Saya mohon," pintaku lagi. "Baiklah. Aku beri waktu tiga hari untuk menyelesaikan tugasmu. Panggil Dika untuk membantu. Aku akan mencari tempat yang aman untukmu tapi tidak perlu pindah ke kantor cabang. Tempat itu letakny
Read more
Bab 20
Bab 20Suara motor menderu di halaman rumah Erna yang luas. Setelahnya, ada delapan orang pemuda dengan jaket hitam dan helm yang dipakainya, bergegas masuk ke dalam ruangan setelah mendobrak pintu. Erna yang baru saja keluar dari kamar tidur dibuatnya terkejut. Orang-orang itu memecahkan barang apa saja yang ada di dalam rumah. Kaca, meja, termasuk hiasan yang berjajar di dalam lemari, tak luput dari serangan tangan-tangan jahil."Apa-apaan ini! Berhenti, kenapa kalian menghancurkan barang-barang di rumahku?!" Erna berteriak histeris. Suara nyaringnya bersahutan dengan kaca-kaca yang pecah. "Tolong! Tolong!" Erna panik sambil berteriak. Tapi tak ada seorangpun yang datang untuk menolong; padahal jarak dari satu rumah ke rumah lain cukup dekat.Prang …!! Prang ….!!!"Suruh si Dion keluar, atau aku bakar sekalian rumah ini!!" ujar salah satu dari mereka. Ia menatap Erna dengan wajah dingin. Di tangannya tongkat baseball berputar-putar siap memecah apa saja."Cepat!!" ulangnya lagi
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status