Semua Bab Suami Bastard Yang Manis : Bab 41 - Bab 50
122 Bab
Mari Berteman, Mas
"Kita kabur saja. Si pemiliknya tak akan tahu," usul perempuan satunya lagi, yang rambutnya dikucir kuda dan memaki poni pada bagian depan. "Ada cctv, Aayara!" Jenny menepuk jidat dan berjongkok. "Ini mobil mahal, yang punya pasti orang kaya. Harusnya dia nggak masalah lah, hanya goresan sikit saja. Kecuali ini mobil pinjaman atau mobil yang belum lunas cicilannya," ucap gadis bernama Aayara tersebut dengan nada mencerocos dan cempreng. "Iya, tapi kita tetap harus bertanggung jawab, Yara." "Begini, Teman. Jika memang ini mobil milik orang kaya, yang benar-benar kaya, goresan kecil begini mah nggak bakalan di permasalahin. Tapi kalau mobil ini punya orang yang masih nyicil, mending kita kabur, Jen. Soalnya kita bisa di polisiin, masalah kecil ini bisa dia perpanjang. Dan parahnya kita disuruh tanggung jawab yang tak sesuai logika, aturan kita ganti rugi sejuta dua juta nanti malah disuruh ganti rugi sebesar cicilan mobilnya sampe lunas. Jadi mending kita kabur," cerocos Aayara lagi
Baca selengkapnya
Panggil Aku Mas
"Rafael!" Serena memekik, berusaha menyingkirkan tubuh raksasa tersebut dari atas tubuhnya sendiri. Rafael menindihnya di sofa, di mana rambut Serena masih basah dan bahkan dia masih mengenakan handuk kimono. Dia dan pria ini baru saja selesai mandi. "Apa?" Rafael menaikkan sebelah alis, menatap Serena dalam dan juga sayup; penuh ledakan gairah dan hasrat yang tinggi. "Kau ingin punya anak bukan?!" ucap Rafael kemudian dengan serak, membelai pinggiran wajah Serena dengan lembut namun terkesan erotis. "Tapi bukan begini juga, El. Kita baru sampai di sini, dan ...-""Proses pembuatan anak yang lucu seperti kemauanmu itu butuh pembuatan ekstra dan lebih sering," jawab Rafael, menyunggingkan smirk yang sialnya malah semakin membuat Rafael tampan di mata Serena. "Lagipula kita harus memanfaatkan waktu bulan madu ini, Darling.""Definisi bulan madu nggak seperti ini juga, Rafael." Serena memekik kesal, menahan wajah Rafael yang berniat menyosor. "Ya kali kita hanya di kamar, begituan ha
Baca selengkapnya
Ada Kucing
"Rafael sudah pulang, Paman?" tanya Maxim, sembari celingak-celinguk mencari keberadaan sepupunya. "Duduk dulu, Sayang. Sini," ucap Sati, mengisyaratkan agar Maxim duduk lebih dahulu. Maxim menurut dan duduk di sofa kosong. Tentu saja dia memilih sofa kosong dibandingkan duduk di sebelah Auntynya walau sofa disebelah Sati masih kosong. Ayolah, laki-laki yang duduk di sebelah Auntynya itu -- yang merangkul possessive auntynya -- bisa marah dan kebakaran jenggot sendiri jika ada yang mendekati Sati. Memang mengerikan! Dan Maxim merasa itu berlebihan. Namun, kelakuan Daddynya juga begitu, tak ada yang boleh menempeli sang Mommy, hanya Daddynya yang boleh. Sebenarnya hampir semua pria Azam begitu. Rafael juga begitu, tapi mungkin Maxim bukan tipe berlebihan yang sangat over protektif pada pasangannya. Cih, lihat saja. Maxim bisa pastikan! "Kau bersemangat sekali, Max. Kenapa?" "Rafael dan Serena akan pulang." Maxim menatap ke arah pamannya. Melihat pamannya menaikkan sebelah alis d
Baca selengkapnya
Semena-mena
"Siapa yang membawa kucing kemari?!" Gabriel berdiri dari sofa, suaranya mengalun dengan nada tinggi, penuh kemarahan dan kemurkahan. Semua orang ikut berdiri, panik karena Gabriel terlihat marah dan juga khawatir sendiri. Siapapun tahu jika Gabriel sangat mengerikan saat marah. "A--aku, Daddy." Suara getir, lirih dan gemetar mengalun. Mereka semua mengalihkan atensi ke ambang pintu, menatap Serena yang sudah ada di sana. Lalu tak lama muncul Rafael -- berjalan dengan langkah panjang ke arah Daddynya. "Dad, biarkan Serena memelihara kucing itu." Rafael berucap datar, namun matanya memohon dan penuh harap. "Apa-apaan kau?!" Gabriel mengatupkan rahang, menatap marah dan emosi kepada Rafael. Tangannya mengepal kuat dan sorotnya begitu tajam serta gelap. Di sisi lain, Serena sudah menangkap kucing orange tersebut, memeluknya dengan menatap khawatir pada Daddy mertuanya dan suaminya. Dia takut jika Rafael dipukul oleh Daddynya. 'Ini salahku!' batin Serena, sudah gemetaran dan berka
Baca selengkapnya
Jebakan Penuh Jebakan
Sampainya di dapur, Aayara, Yusuf dan Jenny langsung mengambil tas mereka dan buru-buru pergi dari sana. Namun tiba-tiba saja, staf yang sering memarahi mereka muncul -- menghalangi mereka sembari menatap marah pada ketiganya. "Kenapa kalian di sini? Saya suruh kalian di depan bukan? Tolong, jangan membuat malu acara ini dengan kalian berkeliaran kesana kemari. Saya suruh kalian di depan yah kalian di depan, jaga dan pastikan tamu yang datang." "Pak, kami diperintahkan pulang olah …-" Perkataan Yusuf tersebut langsung dipotong oleh pria berkacama tersebut. "Siapa yang menyuruh kalian pulang? Di sini saya yang menggoordinasi, jadi kalian hanya harus mendengarkan perintah saya. Berani-beraninya dia menyuruh kalian pulang tanpa memberitahu saya, memangnya siapa dia? Cepat katakan siapa nama orang itu agar saya lapor ke HRD, agar dia dipecat!" "Kak--Kak Serena, Pak," jawab Yusuf. Mereka bertiga menundukkan kepala dan sama-sama memasang wajah takut serta pucat. Setelah lelah seharia
Baca selengkapnya
Terjebak Selamanya?
"To--toloooooong!" pekik dan jerit Aayara, saat tubuhnya dibanting ke ranjang empuk dengan kuat. Pria yang membekap mulutnya tersebut membawanya ke sebuah kamar lalu membantingnya ke atas ranjang dengan kasar. Walau ranjangnya empuk tetapi rasanya sakit! Pria itu melepas tuxedo yang membungkus tubuhnya dengan cepat, melemparnya asalan. Melihat kelinci kecilnya berniat kabur, dia langsung menahan kakinya -- menyentaknya dengan kuat, berhasil membuat Aayara kembali terhempas dan berbaring di ranjang. "Aaaa … leppas-- le--leppas! Toloooong …," jerit Aayara lagi sudah menangis sesenggukan, pipinya sudah basah oleh air matanya. Dia ketakutan! Demi Tuhan, ini lebih buruk dari mimpi buruk yang pernah Aayara rasakan. Dari tatapan lapar dan buas pria ini padanya, Aayara tahu apa yang pria ini akan lakukan padanya. Tidak! Aayara tidak mau. Siapapun tolong Aayara …!Dia lalu naik ke atas tubuh perempuan tersebut, membuka dasi di kerah kemeja kemudian mengingatkannya melingkar di bagian mul
Baca selengkapnya
Ketahuan dalam Kamar
"Lama sekali kau? Apa saja yang kau lakukan, humm? Memandikan kucingmu juga, memberikannya makan lalu menidurkannya. Begitu?!" kesal Rafael. "Enggak, Mas Rafael. Aku dan Nanda jalan kaki, jadi sedikit lama," jawab Serena cemberut, "lagipula aku juga tidak ingin kesini. Aku cape. Tapi kasihan jika Nanda jalan sendirian kemari. Yaudah, aku ikut lagi.""Apa kau memikirkan ku yang menunggumu lama di sini? Atau memang sudah keahlianmu sejak dulu membuatku selalu menunggu lama?" 'Siapa yang hamil tapi siapa yang jadi bawel. Aneh banget laki satu ini!' batin Serena, mendongak dan memperhatikan suaminya yang marah-marah. "Aku selalu memikirkanmu." Serena berkata, setelah Rafael berhenti mengomel. "Tidak bisa berhenti memikirkanmu meskipun aku sudah bosan dan lelah. Jadi nggak perlu cemburu begini. Kamu itu bukan hanya di pikiranku tapi juga di hatiku, El--Mas El." Sembari merayu Rafael, Serena juga mengelus-elus lembut punggung tangan suaminya. Berusaha menjinakkan iblis pemarah dalam di
Baca selengkapnya
Memilih Kabur
Aayara terpaksa mencuri satu pakaian dalam kamar mewah ini, dia buru-buru mengenakan kemeja besar hitam yang ia temukan di salah satu ruangan khusus berisi pakaian. Setelah memakainya, Aayara buru-buru berlari ke balkon kamar. Pria yang telah merenggut paksa mahkotanya tidak ada dalam kamar ini dan itu membuat Aayara punya kesempatan untuk kabur dari sini. Biasanya orang kaya itu licin dan semena-mena. Aayara takut dijadikan hal yang tidak-tidak oleh Maxim dan takut dianggap jadi pelaku di sini. Lebih baik dia kabur, memendam perasaan sakit dan jiji pada dirinya sendiri. "A--astaga." Aayara memekik pelan, sempat pusing ketika melihat jarak balkon dengan dasar yang lumayan jauh. Namun karena panik dan takut juga di rumah ini, takut ditangkap dan dibully keluarga bos-nya, Aayara nekat turun dari pilar. Skill memanjatnya cukup baik, apalagi dalam keadaan takut serta bermodalkan nekat begini, Aayara bisa turun kebawah. Bug"Argkkk …." Aayara memekik sakit, meringis karena sekitar du
Baca selengkapnya
Dibalik Tirai
Namun saat baru satu langkah keluar, tubuhnya langsung diterjang -- Jenny tiba-tiba memeluknya dengan erat dan kuat. "Jenny, kamu kenapa?" tanya Aayara, berusaha menetralkan suaranya dan berusaha menutupi sesak di dadanya. "Enggak, Yara. Kamu yang kenapa? Tiga jam kamu di dalam …." Isakan Jenny pecah, memeluk semakin erat tubuh sahabatnya itu. "Ahahaha … aku luluran," tawa Aayara, melepas pelukan Jenny lalu buru-buru ke kamar. "Aku mau pakai baju dulu."Setelah mengenakan pakaiannya, Aayara keluar kamar -- menemukan Jenny yang duduk di lantai sembari menangis. "Kamu putus cinta apa gimana?" tanya Aayara malas, memutar bola mata jengah dan memilih masuk dalam kamar. Berpura-pura muak dengan Jenny, hanya karena dia takut. Di--dia takut tidak kuat dan mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada temannya itu. "Kemeja yang kamu pakai itu, kemeja laki-laki kan, Yara. Kamu tadi malam kenapa? Pliss, jujur, Yara. Aku--aku sahabat kamu, jadi tolong lah jujur. Jika aku punya masalah kamu o
Baca selengkapnya
Tupai Penipu
"Kau mengatakan akan bertanggung jawab, bukan?" Aayara menganggukkan kepala, namun dengan cepat dia menggelengkannya. "Maksud saya, jika setelah meminum minuman itu Pak Maxim keracunan, aku--aku bersiap …-""Bersiap apa?" Maxim melepas tangannya dari pipi Aayara, dia bersedekap sembari menatap tajam ke arah Aayara. "Dipenjara atau … membiayai pengobatannya," lirih Aayara yang dihadiahi kekehan meremehkan dari Maxim. "Aku tidak peduli minuman itu mengandung racun atau obat perangsang. Yang kutahu kau tetap akan bertanggung jawab."Aayara mendongak, menatap takut bercampur pucat pias ke arah Maxim. "Tapi saya juga sudah … sudah bertanggung jawab. Jadi apalagi ma--mau anda?! Tolong biarkan aku pergi, aku tidak mau di sini," cicit Aayara pelan dan takut-takut pada akhir kalimat. Dia merapatkan selimut ke tubuhnya menatap tak nyaman ke arah Maxim yang juga menatap serta memperhatikannya dengan tatapan …- tatapan pria dewasa yang kelaparan. Aayara benci tatapan itu!"Tidak akan. Kau ta
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status