Lahat ng Kabanata ng Terpaksa Menikahi Istri Gendut: Kabanata 31 - Kabanata 40
62 Kabanata
Kaca yang Pecah
Amira tidak tenang seharian. Ia terus menghubungi Fadhil namun sayangnya Fadhil tak mengangkatnya sekalipun. Hati Amira cemas. Entah kenapa ia terus berpikiran negatif pada suaminya. "Mas, kamu itu sebenarnya kemana sih? Kenapa harus bohong sama aku?" Ia mondar-mandir bahkan untuk makan pun dia sampai harus menundanya karena terus memikirkan Fadhil yang entah berada dimana saat ini. Amira melihat foto pernikahan mereka yang dilaksanakan beberapa bulan yang lalu. Kemudian ia mengambilnya dan duduk di tepi ranjang."Perasaan apa ini mas? Kenapa saat melihat foto pernikahan ini hatiku terasa pedih." Ia mengelus foto dalam sebuah bingkai itu. Amira peluk bingkai foto itu untuk menenangkan pikiran buruknya. Setelah cukup merasakan ketenangan, Amira meletakkannya kembali ke dinding kamarnya. "Semoga tidak terjadi apa-apa. Entahlah pikiranku tiba-tiba jadi nggak enak gini. Mungkin cuma perasaanku yang lagi kacau." Gumamnya sendirian. Sedangkan di sebuah desa, Fadhil ternyata sedang mela
Magbasa pa
Madu Untukku
"Baiklah, kamu boleh pakai wisma di sebelahmu yang masih kosong itu. Tapi itu hanya untuk sementara waktu saja ya." Sahut Abah Abdullah setelah ia lama berpikir tadi. "Kasus seperti kamu baru kali ini terjadi di pondok ini. Saya hanya takut kalau hal ini bisa mempengaruhi reputasi pondok. Saya tidak membenci syariat itu. Tapi syariat itu bagi saya adalah hal tertinggi yang tidak semua orang mampu melakukannya termasuk saya sendiri. Yang saya kecewakan darimu adalah kamu melakukan tindakan poligami di bawah tangan. Bisa bayangkan perasaan istrimu kalau tahu kamu sudah menikah lagi diam-diam?" Fadhil terdiam sejenak. Ia sebenarnya tidak peduli dengan perasaan Amira. Sejak awal pernikahan itu tidak diinginkan olehnya, oleh karena itu dia tidak ingin memikirkan perasaan Amira seperti apa setelah tahu bahwa ia sudah menikah lagi tanpa sepengetahuannya. Bahkan kalaupun Amira akan meminta perceraian, dia akan senang hati menerimanya. "Akan saya bicarakan dengan Amira nanti, abah. semoga s
Magbasa pa
Serumah dengan Madu
"Mir, kamu masak apa hari ini?" Raya mendekati Amira yang tengah mencuci peralatan memasaknya. Amira hanya melihat sekilas ke belakang kemudian melanjutkan kegiatannya kembali. "Buka saja sendiri!" Ucap Amira datar. Ia fokus mencuci peralatan masaknya. Raya membuka tudung saji itu dan menatap lapar setiap hidangan yang semuanya dimasak oleh Amira. Wanita gendut ini memang pandai sekali menyulap bahan masak menjadi makanan yang sangat menggugah selera makan. Raya saja sampai dibuat takjub dengan hidangan menggiurkan di depan matanya. "Wah, kayaknya enak nih masakanmu Mir." Amira bahkan tak menggubrisnya sama sekali. Sedangkan Raya langsung duduk di kursi dan mengambil piring kemudian ia tuangkan lauk pauk lengkap dengan sayur mayurnya hingga memenuhi piringnya.Amira yang baru saja selesai mencuci peralatan masaknya itu dibuat terheran dengan banyaknya makanan yang akan disantap oleh adik madunya itu. "Porsi makannya banyak banget? Padahal badan dia lebih kecil daripada aku. Emangn
Magbasa pa
Istri Kedua Banyak Tingkah
Fadhil pulang dengan keadaan kuyu karena dia lelah setelah seharian bekerja. Amira tengah asyik mengepel lantai tanpa mengetahui kalau suaminya sudah pulang dan sedang berjalan menuju rumah. Pintu yang terbuka membuat Raya bisa melihat Fadhil dari jarak beberapa meter dari rumah. Raya tersenyum misterius. "Awww!" Pekik Raya cukup kencang. Raya pura-pura membuat dirinya terpeleset. Fadhil yang mendengar keributan dari dalam rumah langsung berlarian. "Kamu tak apa-apa, Raya?" Amira terkejut dengan teriakan Raya. Dia langsung meletakkan alat pel lantai begitu saja dan segera mendekati Raya. Amira hendak menolong namun ditepis kasar oleh Raya. "Bisa nggak sih kalau kamu ngepel itu bilang dulu ke aku? Biar kalau aku keluar dari kamar nggak terpeleset gini." Raya pura-pura kesal. "Kenapa ini?" Nafas Fadhil terengah-engah karena setengah berlari tadi. "Ini mas aku itu kan mau keluar kamar. Tapi aku nggak tahu kalau ada Amira lagi ngepel. Dia juga nggak bilang dulu sebelum ngepel. Aku ha
Magbasa pa
Uang Bulanan Berpindah Tangan
Sudah hampir dua minggu Raya tinggal di rumah ini. Kesehariannya setelah Fadhil berangkat mengajar hanyalah di dalam kamar entah melakukan apa. Amira juga tidak menganggapnya ada. Ia sering bersikap tidak peduli pada adik madunya itu. Ia bahkan membatasi interaksi dengan adik madunya itu. Amira hanya tak ingin emosinya memuncak tatkala berhadapan dengan adik madunya yang semakin hari tingkahnya semakin menyebalkan saja. "Mir, cucikan bajuku sekalian ya! Aku nggak bisa nih jongkok-jongkok kayak kamu terus menggilas pakaian pakai tangan. Capek tahu Mir. Kamu kan tahu aku itu lagi hamil muda. Jadi nggak boleh kecapekan Mir." Ucap adik madu Amira yang dengan santainya meletakkan keranjang bajunya yang kotor di sebelah Amira. "Kerjakan sendiri. Makanya jangan suka numpuk baju kotor di kamar. Tuh, kalau udah banyak begitu kamu yang susah sendiri." Sahut Amira dengan tangan yang masih menggilas pakaiannya. "Kan ada kamu yang bisa kumintai tolong buat sekalian cucikan bajuku? Toh, itu juga
Magbasa pa
Raya Berulah
"Mas, aku kan nggak bisa kecapekan mas. Aku lagi hamil muda loh. Masa iya aku harus ngerjain semuanya sendiri. Nanti kalau janin kita kenapa-kenapa gimana mas?" Raya memasang wajah melasnya pada Fadhil. Ia sampai menggoyang-goyangkan lengan Fadhil agar pria itu bisa memberikan dukungan padanya agar tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Fadhil beralih menatap Amira yang duduk bersebrangan dengan dirinya dan Raya. "Kan Raya hamil juga nggak selamanya hamil. Bayi itu nantinya akan lahir ke dunia ini. Jadi selama itu pula harusnya kamu bisa bantu Raya dong buat mengerjakan pekerjaan rumah. Toh, kita cuma bertiga di rumah ini. Lagian apa capeknya sih cuma nambah Raya aja kok di rumah ini. Lagipula kamu kan sudah terbiasa buat mengerjakan pekerjaan rumah. Kamu juga nggak pernah mengeluh selama ini sama aku. Tapi kenapa sekarang kamu malah sepertinya keberatan?" Perkataan Fadhil membuat Raya merasa di atas awan. Fadhil benar-benar mendukungnya. Itu artinya posisi Amira di rumah ini tidaklah
Magbasa pa
Paket Berdatangan
Amira tersenyum miris. Ia juga tak menyangka perjalanan hidupnya akan ada hal seperti ini."Mana sekarang istri keduanya malah disatukan gini sama istri pertama. Bener-bener ya Ustadz Fadhil nggak ada hati sama sekali. Nggak nyangka aku." Maya menatap jengah ke depan. Bahkan ia tak mengerti jalan pikiran suami dari sahabat barunya itu. "Sejak kapan perempuan itu tinggal disini mbak?" Maya beralih menatap Amira yang masih menatap kosong ke depan. "Sudah lebih dari dua minggu, May. Kata Mas Fadhil, Raya akan tinggal di sebelah wisma ini. Karena wisma sebelah masih kosong. Tapi entahlah sampai saat ini Raya tidak juga pindah dari rumah ini."Maya menatap kasihan pada sahabatnya itu. "Ya Allah mbak. Padahal kamu masih berjuang buat mendapatkan cinta dari suamimu. Sekarang malah dihadapkan dengan ujian orang ketiga. Aku turut prihatin mbak." Maya memeluk sahabatnya itu. Akhirnya air mata Amira yang ia tahan sejak tadi jatuh juga. Ia merasakan sesak luar biasa. Bahkan ia sudah sesengguka
Magbasa pa
Bulanan Lima Ratus Ribu
"Kenapa? Kamu iri ya karena nggak bisa beli barang-barang kayak aku? Kasihan banget deh. Makanya jadi istri kesayangan Mas Fadhil, biar bisa dimanjakan sama suami kayak gini." Ucap Raya dengan nada mengejek setelah para kurir itu meninggalkan rumah mereka. "Ck! Enggak! Aku nggak pernah iri sama kamu. Ya sudah terserah lah apa katamu." Pungkas Amira karena tidak ingin berdebat dengan adik madunya itu. Tanpa Amira duga, Raya justru membuka paket-paket itu di hadapan Maya dan Amira. Kedua wanita itu saling pandang menyaksikan Raya yang tengah asyik membuka paket demi paket yang baru saja ia terima. "Wah, bagus banget bajunya! Aku suka!" Raya mengangkat tinggi-tinggi baju yang ia beli. Ia sengaja melakukan itu di hadapan Amira agar wanita itu merasa iri dengannya. "Ini juga. Cakep-cakep banget make up sama skin care nya. Kalau kayak gini mah Mas Fadhil bisa makin jatuh cinta sama aku." Ia sengaja mengatakan itu agar Amira merasa tersaingi olehnya."Nah, gini dong cara membelanjakan na
Magbasa pa
Balasan Amira
"Mir, kenapa belum sampai akhir bulan menunya seperti ini sih? Biasanya kamu masak beragam dan lengkap. Ini kenapa cuma satu menu. Mana kurang menggugah selera. Rasanya juga nggak seperti biasanya." Fadhil mengajuk protes pada Amira. Fadhil mengeluh karena hampir tiap hari dia hanya diberikan tempe goreng, kadang ikan asin, kadang hanya sayur saja. Namun tetap ia makan karena tidak mungkin makan di luar seperti dulu. Uang yang diperolehnya sudah dia berikan semuanya kepada Raya. Dan nahasnya Raya menghabiskannya untuk hal-hal yang menurutnya tidak penting. Namun karena rasa cinta akhirnya Fadhil berusaha ikhlas. Amira juga dulunya selalu masak beragam. Meskipun uang yang diberikan Fadhil kurang, ia selalu merogoh koceknya sendiri untuk membantu Fadhil diam-diam. Sebenarnya dari dulu yang diberikan Fadhil pada kenyataannya belum cukup memenuhi kebutuhan hidup di kota besar seperti ini. Tapi karena tidak ingin membuat Fadhil merasa tak dihargai akhirnya dia hanya melakukannya secara d
Magbasa pa
Rasa yang Terkikis
Sikap diam sesaat Amira membuat Rayyan gelisah. Ia menjadi sangat ingin tahu apa yang akan dikatakan oleh Amira. "Aku tidak tahu, May. Aku belum memikirkannya sama sekali. Tapi yang jelas kalau ditanya tentang perasaan, aku pastikan perasaanku terhadap Mas Fadhil sudah terkikis oleh waktu. Kini yang tersisa hanyalah baktiku sebagai seorang istri apa adanya saja. Aku melaksanakan kewajiban sebagai seorang istri pada umumnya." Jawaban Amira membuat Rayyan cukup bernafas lega. Setidaknya Amira sendiri tidak memiliki perasaan terhadap suaminya itu. Dan dia akan lihat saja apa yang akan terjadi selanjutnya. Kalaupun keduanya memutuskan untuk berpisah, maka Rayyan siap buat jadi penggantinya. "Aku harap Mbak Amira bisa lepas sih dari Ustadz Fadhil. Aku nggak ikhlas kalau Mbak Amira terus menerus disakiti oleh suami dan adik madumu. Bahkan kalau bisa mereka dapat balasan setimpal karena sudah bertindak semena-mena sama kamu mbak." Ucap Maya berapi-api. "Terima kasih ya May. Kamu selalu a
Magbasa pa
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status