Papa Baru untuk Anakku의 모든 챕터: 챕터 51 - 챕터 60
141 챕터
51. Menemani Keenan Ke Pesta
Pertanyaan tadi tak dijawab oleh Keenan. Hingga suara derap langkah dari arah belakang membuat Lily segera menoleh.“Permisi, Tuan!” sapa salah satu dari para wanita yang ada barusan muncul di depan mereka.Keenan mengangguk tanpa suara. Lantas dia melirik ke arah sang istri dengan tatapan dingin seperti biasa. “Malam ini temani aku ke sebuah acara.” Dan setelah mengatakan itu dia menarik lembut tangan Farel untuk pergi dari ruang tengah. Jangan tanyakan perasaan Lily sekarang. Jelas dirinya bingung dengan kehadiran tiga orang yang begitu tiba-tiba di hadapannya. Beruntung Mbok Jum lekas muncul dengan wajah teduh yang bisa membuatnya sedikit tenang.“Kalian boleh bawa perlengkapan ke dalam. Saya akan menunggu di sini,” kata Mbok Jum yang segera diiyakan oleh ketiganya. Barulah kemudian dia melihat ke arah Lily lagi. “Malam ini ada acara pertunangan putri dari salah satu kolega bisnis Tuan, Nyonya. Biasanya yang turut hadir sekretaris atau asisten Tuan. Namu
더 보기
52. Tamu Yang Dikenal
Keenan spontan menoleh ke arah tamu yang menyapa dengan pertanyaan straight to the point barusan. Sementara Lily menundukkan kepala sembari mempersiapkan mental untuk jawaban yang akan dilontarkan oleh suaminya.“Kau usil sekali bertanya,” celetuk yang lain sambil terus memperhatikan Lily dengan mata keranjangnya. “Keenan baru saja membuka diri. Kau malah menggodanya begini.”Orang tadi pun tergelak. “Ya ya. Aku hanya bertanya. Ternyata pilihan teman kita ini lumayan juga. Aku suka.”“Apa aku minta pendapatmu?” serang Keenan dengan wajah datarnya. Sontak dua orang yang ada di hadapannya itu tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Sama sekali tak tersinggung dengan sikap Keenan barusan karena sudah mengenal karakternya sejak awal.“Apa kau tak mau mengenalkan nona ini pada kami, hemm??”“Ayo kita pergi,” kata Keenan yang lekas memacu langkahnya melewati dua orang tamu undangan tadi. Ya. Setidaknya Lily bisa bernapas lega karena Keenan tidak menj
더 보기
53. Di Lantai Dansa
“Kau datang dengan siapa?”Lisna menunjuk ke arah Dokter Faisal yang kebetulan pula sedang melambaikan tangan ke arah mereka. “Seharusnya kita bisa datang bersama tadi.” Keenan hanya menanggapinya dengan senyuman tipis. Sementara Lisna kembali melanjutkan obrolan dan menguasai perhatian suami Lily itu dengan tingkah posesifnya. Sama sekali tak mempedulikan ada wanita lain yang sedang membersamai mereka. Sungguh rasanya Lily benar-benar sedih. Bagaimana tidak. Dirinya merasa diabaikan ketika dua orang itu mengobrol. Hingga panggilan seseorang dari arah sebelah kanan membuat istri Keenan tersebut lekas tersenyum.“Pak Dimas?” Dahinya berkerut saat melihat Dimas menggandeng seorang wanita paruh baya yang juga sedang berjalan menuju ke arahnya. Lily spontan mengulurkan tangan dan menyalami orang yang dipanggil ‘bunda’ oleh Dimas itu. Senyuman khas nan hangat yang ia dapati membuatnya merasakan sedikit ketenangan dari sekian banyak kewaspadaan yang
더 보기
54. Dia Istriku
“Tangannya begini,” kata Lily yang sedari tadi tak pernah memudarkan senyum di wajah cantiknya.Dimas terkekeh sesaat. Namun, mau tak mau dirinya mengimbangi gerakan lincah Lily. Tempo musik pun semakin cepat. Memaksa ia untuk melakukan sesuai dengan tuntutan.“Aku takut kakiku terinjak oleh sendalmu,” kata Dimas yang sesekali melirik ke arah bawah. Baru saja mengucapkan demikian, pria itu meringis saat salah satu sendal milik Lily menginjak sepatu kanannya. Beruntung ujung tumitnya tidak runcing. Sakitnya masih bisa ditoleransi.“Maaf, Pak.” Refleks Lily menurunkan kedua tangannya.Dimas mengangguk singkat. “Aku ternyata terlalu percaya diri.”“Jadi bagaimana? Kita sudahi saja ya.”“Iya,” sahut Dimas cepat. Dia lantas meninggalkan lantai dansa terlebih dahulu. Berharap Lily menyusul di belakangnya. Sayang, wanita cantik itu malah terjebak di antara beberapa pasangan dansa yang mulai menutupi jalan keluarnya.“Keenan, kau mau ke mana?” tanya Lisna begitu Ke
더 보기
55. Sisa 42 Hari Lagi
Sepanjang perjalanan menuju pulang Lily hanya diam. Ya memang sebenarnya ketika di samping sang suami dia tak banyak bicara juga. Namun, Keenan yang kini meliriknya menyimpulkan arti berbeda. Wanita yang dinikahinya dengan perjanjian itu tampak murung. “Kau tak suka karena bunda Dimas tahu hubungan kita? Apa kau patah hati?” serang Keenan straight to the point. Lily sontak memutar kepalanya ke arah samping. “Patah hati?” Dia terkekeh samar. “Jangan sok tahu.” Jawaban ketus barusan malah membuat Keenan bertambah kesal. “Jangan berbohong. Bilang saja bahwa kau ingin menggodanya. Berharap kalian bisa memiliki hubungan lebih. Begitu ‘kan?” “Ck. Aku enggak pernah mikir ke sana ya, Bang. Bisa enggak berhenti nuduh yang jelek tentang aku? Emangnya janda selalu buruk ya di mata kalian?” Suaranya mulai serak. Sang sopir yang tengah mengemudi pun mengintip dari kaca dashboard, tetapi kembali fokus pada jalanan begitu Keenan menatap tajam padanya. “Kalau gitu kenapa?” tembak Keenan langsung
더 보기
56. Pencegah Kehamilan?
“Kembalikan, Bang.” Alih-alih mendengarkan permintaan barusan, Keenan malah meremas strip berisi butiran pil kecil itu dengan telapak tangan besarnya. Membuat Lili menggeleng lemah dan pasrah.“Untuk apa kau minum ini, hah??” sentak Keenan melemparkan benda yang sudah tak berbentuk tadi ke lantai. “Agar kau bebas menjajakan tubuhmu di luar sana. Iya ‘kan?? Jawab!!”PLAK!! Habis sudah kesabaran Lily. Dia sempat kaget karena tangannya spontan menampar wajah Keenan. Napasnya memburu diiringi dengan tangis meluapkan rasa pilu di hati.“Cukup, Bang. Berhenti menghinaku!!” ucapnya dengan air mata yang sudah menggenang. “Abang bukan siapa-siapa yang berhak menghakimiku. Ingat ya. Status kita memang suami istri, tetapi semuanya hanya di atas kertas.”“Kau sudah berani, hah??”“Aku hanya wanita lemah yang sedang mempertahankan harga diri,” jawab Lily dengan tubuh yang mulai gemetar. Kali ini dia tak ingin ditindas lagi. “Tahu kenapa aku minum obat pencegah kehamila
더 보기
57. Jangan Menghindar
Ya. Memang bukan sang mantan suami yang menjawab, tetapi seorang wanita yang suaranya begitu ia kenali. Lily menghela napas singkat sebelum akhirnya dia menyahut sapaan di seberang sana juga.“Halo, aku … Lily.” Hening. Tidak ada jawaban dari orang tadi. Namun, setelah beberapa detik dia mendengar baalsan lagi.[“Oh mantan istrinya Adrian ternyata. Ada apa? Butuh duit ‘kah? Tidak tahu apa kalau bisnis Adrian hampir kolaps, heh?”]“Maaf, aku tidak ada urusan denganmu. Aku ingin bicara tentang anak kami. Tolong berikan ponselnya pada Mas Adrian,” ucap Lily dengan suara datar. Dia berusaha menepis rasa kesal pada orang tadi.[“Adrian sedang meeting. Sayangnya dia tidak ada waktu mengurusi kalian lagi.”]“Bella!” sentak Lily yang sudah geram. Terdengar suara kekehan dari arah sana.[“Lain kali saja ya. Bye!”] Lily berdecak kesal lantaran panggilan tadi terputus begitu saja. Dia tak mau menyerah. Dengan cepat jemarinya mengetikkan pesan pada nomor
더 보기
58. Perubahan Keenan
“Apa Tuan mencari Nyonya lagi?” tanya Mbok Jum yang sudah mengulum senyumnya.Keenan bergumam dengan masih menampilkan wajah galaknya. Namun, bagi wanita paruh baya yang sudah lama mengasuh pria itu pemandangan sekarang bukan apa-apa. Dirinya sudah terbiasa melihat kemarahan dan emosi dari orang yang sama pula. Jadilah dia tak terlalu pusing. Berbeda dengan para pelayan lain yang sudah ketar-ketir duluan.“Kenapa? Apa ada yang salah dengan diriku, hemm?” tanya Keenan dengan ketus.Mbok Jum menggeleng. Sambil tetap pada wajah penuh senyum dia berkata, “Nyonya masuk shift malam. Jadi pulangnya besok pagi.”“Sial. Kenapa dia tidak berkabar??” Keenan pun jadi berang.“Maaf, Tuan. Sepertinya Nyonya mungkin keliru. Apalagi saya mengatakan kalau Tuan tidak pulang malam ini. Jadi Nyonya hanya pamit pada Tuan muda Farel saja.”“Kenapa Mbok memandangku begitu?” tanyanya tak suka.Mbok Jum menunduk lalu menjawab, “Maaf, Tuan. Sepertinya akhir-akhir ini Tuan sering sekali kehilangan Nyonya. Padah
더 보기
59. Tidur Di Sini Saja
Keenan terus menolak segala saran yang disampaikan oleh asistennya. Hingga tak terasa sudah sepuluh menit mereka berbincang hanya membahas seputar masalah hadiah saja. Itu pun akan terus berlanjut jika sekretarisnya tidak muncul sekarang.“Maaf, Tuan. Saya hanya menyerahkan map yang Anda perintahkan tadi,” kata perempuan tersebut sambil menundukkan kepala. Keenan hanya bergumam sembari kode agar sang sekretaris meletakkan benda tadi di atas meja.Tiba-tiba saja Bagas, asistennya malah menyeletuk, “Tuan, bagaimana kalau kita tanya dia saja?”Keenan mendengkus pelan. Melihat sekretarisnya terkesiap ketika ditunjuk sekilas. “Jangan dengarkan dia. Kau pergilah.”“Sa-saya permisi.” Masih belum sesuai dengan apa yang ada di pikirannya. Keenan berjalan cepat dengan sesekali melirik pada Bagas yang saat ini hampir depresi. Bagaimana tidak. Ia dituntut oleh si bos untuk menemukan ide sampai berada di parkiran. Sayang, perjalanan yang tersisa hanya beberapa langkah l
더 보기
60. Keenan Yang Galau
Tanpa sepengetahuan Lily, Keenan kini menahan senyumnya. Lantas segera naik ke atas ranjang dengan posisi membelakangi. Tak mengatakan apa-apa setelah istrinya itu terdiam cukup lama. Getaran tak jauh dari tempatnya sekarang menandakan bahwa Lily sudah ada di sana. Tepat di sampingnya sekarang. Suasana pun hening seperti biasa selama beberapa detik ke depan. Jam hampir menunjukkan waktu tengah malam. Namun, Keenan tetap masih terjaga. Setelah meyakinkan diri bahwa wanita di dekatnya sudah tertidur, barulah dia berbalik. Cantik. Satu kata barusan yang ia teriaki di dalam hati seolah mewakili pemandangan di depan mata saat ini. Bagaimana Lily tidur dengan posisi meringkuk yang ternyata malah menghadapnya. Bahkan tanpa sadar tangan Keenan hampir menyentuh helaian anak rambut sang istri, hanya tinggal satu sentimeter jarak mereka hingga pria dingin itu menarik tangannya dengan cepat.***Entah jam berapa Keenan tertidur malam tadi. Y
더 보기
이전
1
...
45678
...
15
DMCA.com Protection Status