All Chapters of Papa Baru untuk Anakku: Chapter 41 - Chapter 50
141 Chapters
41. Berharap Aku Tergoda?
[“Wah wah. Ada apa ini, hemm? Tumben kau menelepon.”]Keenan melirik Lily yang tampak gelisah di sampingnya. Setelah itu kembali mengupingi gawai. [“Lily hari ini tidak masuk kerja. Tolong kau uruskan ijinnya.”][“Wah wah. Kau apakan dia, hah??”][“Aku sedang sakit. Jangan banyak bertanya. Lakukan saja tugasmu.”] Setelahnya Keenan memutuskan panggilan tadi secara sepihak. Lantas menatap Lily yang masih saja kelihatan gusar. “Kenapa lagi? Bukankah semua sudah beres? Mau diganti berapa kali lipat karena tak masuk kerja hari ini? Aku transfer sekarang. Mungkin … cash barangkali.”Lily menggeleng singkat. “Makasih sebelumnya. Aku enggak butuh uang dari Abang. Tidak semuanya bisa dibeli dengan uang.”“Ya ya aku lupa.” Keenan mengangguk-anggukkan kepalanya. “Kau bersedia menikah denganku agar anakmu punya ayah. Heh.”“Itu lebih penting,” tukas Lily dengan suara yang mulai terdengar serak. “Sekarang, apa yang harus aku lakukan?”“Tidak ada. Kau bisa istirahat kalau mau,” kata K
Read more
42. Menyangkal Perasaan
Baru saja hendak meloloskan celananya, Keenan tersenyum puas. “Dasar munafik. Ini yang sebenarnya kau inginkan ‘kan?”“Enggak, Bang,” ucap Lily yang ke sekian kalinya menyangkal tuduhan sang suami.“Sebentar. Aku lupa di mana letak barang pengamanku,” kata Keenan yang bergerak sedikit menjauh. Langkahnya terhenti saat mendengar ketukan dari arah luar.“Mama! Papa!!” Suara bocah barusan membuat Lily semakin tergugu. Dengan cepat dia berlari menuju ambang pintu.“Sayang!” pekiknya sembari menangkap Farel ke dalam pelukan. Tangisnya menjadi-jadi.“Mama … kenapa?” tanya sang anak yang tentu saja keheranan. Wajah Keenan yang tadinya seperti singa pun mendadak berubah bagaikan malaikat. Pria itu mengulum senyum sembari menyambar kaosnya yang berada di atas ranjang. Mengenakan penutup atasan tubuh tersebut dengan gerakan santai.“Mama sedih karena papa sakit. Iya ‘kan?” gumam Keenan dengan tatapan dinginnya pada Lily.Mau tak mau wanita
Read more
43. Jangan Munafik
Perdebatannya tadi malam dengan Dimas masih terekam jelas di memori Keenan. Pagi ini pria dingin tersebut tersentak begitu tak melihat sang istri yang biasanya masih berbaring di atas sofa. Matanya mengerjap cepat untuk melihat jam dinding. Jarum pendeknya masih menunjuk ke angka lima, ke mana perginya Lily? Ya. Tadi malam dia memilih tidur lebih dulu karena masih dongkol akibat sangkaan Dimas. Jelas dia menyangkal kalau sudah jatuh hati pada Lily. Sekarang dirinya yang kelabakan saat tak menemukan wanita tersebut di kamar maupun di dapur.“Tuan? Ada apa?” Suara barusan tentu saja mengejutkan Keenan. Bagaimana tidak. Seorang petugas keamanan dengan sarung di atas kepala sudah menegurnya sepagi ini. Dia pun berdecak kesal.“Kenapa kau kemari?” tanya Keenan balik dengan tatapan tak sukanya.Pria berkumis tebal tersebut meringis pelan. “Maaf, Tuan. Saya tadi tidak sengaja melihat Tuan mondar-mandir lebih dari dua kali dari ruang tengah ke dapur.
Read more
44. Dimas Mendekat
“Pak, jangan main-main,” decak Lily sambil membolakan matanya. Namun, Dimas masih bergeming. Pria itu malah menatapnya semakin intens. Bahkan kini berani mencondongkan kepalanya.“Kalau masalah perasaan saya tidak suka berkelit, Lily,” kata Dimas begitu yakinnya. “Ayo kita makan. Kali ini di kantin agar kita bisa mendengar apa yang mereka omongkan secara langsung.”“Saya tidak mau,” tolak Lily secara halus.Dimas pun tak mau menyerah. “Saya ini teman suami kamu. Artinya teman kamu juga ‘kan? Kenapa sombong sekali sih?” Lily tak punya pilihan selain mengikut karena bekal makanannya diambil oleh Dimas yang sudah berjalan lebih dulu. Wanita berambut sebahu itu terus menunduk hingga langkahnya sampai di tempat tujuan.“Kemarikan, Pak,” tunjuknya pada kotak makanan yang masih dipeluk Dimas di atas meja.“Silakan dimakan. Kamu mau pesan apalagi?” tanya Dimas yang pada akhirnya menyerahkan benda tersebut ke hadapannya. Istri Keenan itu menggeleng seraya membuka wa
Read more
45. Papa Digigit Ular!
Awalnya Keenan senang bukan main mendengarnya. Pria itu menyempatkan diri untuk tersenyum pada Lisna sebelum akhirnya mengikuti Lily yang berjalan menuju ruang tengah.“Kau tidak boleh keberatan. Ini rumahku,” kata Keenan menunjukkan kuasanya.Lily mengangguk mengiyakan. Lalu dia membuka mulutnya. “Aku tahu, Bang. Sangat tahu karena aku masih ingat dengan jelas tujuanku ke sini. Aku hanya ingin mengingatkan tentang kesepakatan kita. Ada hati Farel yang harus dijaga bukan?” Mendengar nama bocah empat tahunan tersebut, Keenan langsung tersadar. Lidahnya pun kelu untuk sekedar menyela atau membantah. Namun, ego di dalam diri mendorongnya untuk tetap bersuara.“Heh, kau menggunakan anakmu sebagai senjata?” ketusnya dengan nada dingin.Lily menggeleng sambil tersenyum. Sama sekali tidak menampakkan bahwa dia keberatan dengan kehadiran Lisna yang saat ini mengenakan pakaian kekurangan bahan. “Tentu saja tidak. Abang sendiri yang sepakat kalau ingin menjadi figure
Read more
46. Aku Benci Mama
Setengah jam sudah Keenan menemani anak sambungnya itu di kamar. Hingga suara dengkuran halus perlahan membuatnya kembali terjaga. Ya. Farel sudah tertidur pulas sembari memeluk lengan kekarnya. Dengan gerakan pelan Keenan berusaha membebaskan area tangannya dan bergegas pergi dari sana. Tepat setelah sampai di kamar, ia melihat Lily yang hendak berbaring di atas sofa. Namun, ada satu hal yang membuat Keenan mengernyit. Istrinya itu tampak kaget ketika menoleh ke arahnya.“Kenapa?” tanya Keenan tanpa basa-basi.Dengan napas yang masih belum teratur Lily menggeleng cepat. “Eng-gak,” katanya agak terbata-bata. “Aku hanya terkejut.”“Apa yang kau lakukan dengan Dimas di luar sana?”“Tidak ada. Aku hanya pulang dengan bus, tetapi begitu sampai di halte dia mengikutiku. Itu saja,” jawab Lily apa adanya. Tak ada lagi pembicaraan di antara mereka. Suasana menjadi hening begitu Keenan mematikan lampu ruangan dan menggantikan penerangan d
Read more
47. Ketika Lily Tak Pulang
“Ya sudah. Kalau gitu mama pergi ya,” kata Lily sambil tersenyum getir. Hatinya semakin sakit saat Farel masih tetap memunggunginya. “Kamu yang nurut sama Nek Jum selama mama enggak ada. Maafi mama ya, Nak. Mama seperti tadi agar kamu terbiasa untuk mandiri. Kita tidak selamanya hidup enak.”“Berisik,” ketus Farel.“Sepertinya kamu hanya butuh papa. Baiklah. Jangan lupa minum obat ya, Sayang.” Tak ada sahutan dari putranya. Hingga Lily menghela napas panjang lalu perlahan beranjak dari sana. Langkahnya seketika berhenti begitu melihat Mbok Jum yang tersenyum hangat.“Nyonya?”“Mbok!” Lily lantas mendekap erat tubuh kepala pelayan itu sembari menangis sesenggukan. “Aku capek, Mbok.” Mbok Jum belum mengatakan apapun. Dia meminta seorang pelayan untuk membawakan air hangat ke taman belakang, sedangkan satu orang lainnya mengawasi Farel yang masih berada di kamar. Di sinilah Lily dan Mbok Jum berada sekarang. Menikmati segelas air hangat dengan p
Read more
48. Papa Juga
“Mungkin sebentar lagi,” jawab Keenan yang sebenarnya juga tak begitu yakin. “Apa mama marah ya, Pa? Coba ditelepon saja,” usul Farel yang malah membuat papa sambungnya itu mengendikkan bahu. Kebetulan sekali ponselnya berdering. Keenan memberi kode lewat gerakan mata kalau dia harus mengangkat panggilan tadi sekarang juga. Hingga setelah sepuluh meter berjarak dari sana, barulah dia mengupingi gawainya.[“Halo! Ada apa?”] tanyanya dengan suara ketus.[“Maaf, Tuan. Meeting sudah hampir dimulai. Tuan ada di mana?”] Sebenarnya pertanyaan barusan sangatlah wajar. Namun, berhubung mood Keenan sedang memburuk, jadilah dianggap lain. Dia pun mengamuk tak jelas.[“Apa kau sudah tak bisa diandalkan, hah??”][“Baiklah, Tuan. Saya mengerti.”] Keenan mendengkus kesal usai memutuskan panggilan tadi secara sepihak. Dia pun kembali ke ruang makan dengan perasaan tak karuan.“Ayo makan. Nanti perutmu bisa sakit.”“Apa Papa sudah telepon mama?” tanya Farel
Read more
49. Perkedel Jagung
Baik Lily maupun Keenan sama-sama saling menoleh lalu spontan membuang pandangan setelahnya. Jantung keduanya berdegup cepat tak menentu sekarang. Tidak sadar bahwa ada perasaan spesial yang mulai tumbuh di antara mereka. Sayangnya pasangan suami istri itu masih berusaha menyangkal di dalam hati.“Oh ya. Mama capek nih. Boleh pijatin?” pinta Lily berusaha mengalihkan perhatian sang anak. Ternyata permintaannya barusan ditanggapi Farel dengan senang hati. Bocah tersebut menarik paksa tangan Keenan untuk segera mendekat.“Kau mau apa?” tanya pria dingin itu yang lekas menahan langkahnya.“Papa ‘kan belum dipeluk mama. Makanya mendekat. Sekalian kita pijat mama ya.” Lily yang baru saja merebahkan diri di atas sofa sontak mengambil posisi duduk. Kepalanya menggeleng cepat. “Sayang? Mama maunya kamu.”“Mama dan Papa berantem ya?” tanya Farel yang cepat disanggah oleh kedua orang dewasa tersebut. “Kenapa seperti marahan? Kata Bu Guru tidak boleh ber
Read more
50. Jangan Ke Mana-Mana
“Kita bahkan belum bicara,” kata Keenan usai menyudahi aksi kilatnya barusan.Lily hanya menunduk lalu tak berani lagi menatap suami dinginnya itu. Sementara Farel melambaikan tangan dengan senyum merekah. Tak tahu bahwa Keenan telah menakuti mamanya.“Hati-hati, Papa!” pekik Farel yang dibalas dengan anggukan kepala saja. Baru saja Lily hendak melangkah, ponselnya bergetar. Menjadikan ibu satu anak itu bergeming sesaat. Kedua matanya sukses membola usai menerima pesan dari Keenan.[Jangan ke mana-mana.]Sontak dia pun berdecak pelan. Lantas mengetikkan balasan. [Aku harus kerja, Bang.][Aku tidak peduli.]“Mama kenapa?” tanya Farel yang akhirnya kembali menemuinya lagi.“Enggak, Sayang. Kamu mau apa, hemm?” tanya Lily yang segera menyimpan gawainya di dalam saku celana.“Hemmm … boleh tidak kalau sore nanti kita ke beli es krim?”“Bukannya di kulkas dapur ada?” ucap Lily yang malah bertanya ulang.Farel menunjukkan cengiran kudanya. Tak lama kemudian dia mengaku, “Aku b
Read more
PREV
1
...
34567
...
15
DMCA.com Protection Status