Semua Bab Papa Baru untuk Anakku: Bab 31 - Bab 40
141 Bab
31. Mengantar Farel ke Sekolah
“Mama? Kenapa berdiri di situ saja?” Suara barusan lekas membuat Lily terkesiap. Wanita lantas tersenyum. “Eummm … mama boleh masuk, Sayang?”Farel mengangguk cepat. “Boleh dong. Papa baru aja mau bacain buku cerita buat aku. Iya ‘kan, Pa?”Keenan bergumam pelan sembari membolak-balik kertas buku yang ada di tangannya. Sementara Lily sebisa mungkin menampakkan wajah cerianya.Satu hal yang membuat ia bertanya-tanya. Kenapa wajah ketakutan Farel yang dilihatnya tadi bisa berubah menjadi seperti ini?“Ma, sini dong!” rengek Farel yang sudah tampak siap dengan posisi tidurnya.“I-iya.” Lily menggeser tubuhnya sedikit lebih dekat ke bagian samping kanan sang putra. Sementara Keenan berada di seberangnya. Hingga tak ada pembicaraan lagi ketika suaminya itu mulai membacakan buku cerita. Datar dan tidak berintonasi. Begitu yang Lily nilai dari cara Keenan bercerita. Namun, dia tak mendengar suara protes dari Farel. Bocah tersebut hanya tersenyum samb
Baca selengkapnya
32. Akhirnya Dimas Tahu
Lily menggeleng pelan lalu lekas membuntuti Keenan yang berjalan di depannya. Tak ada yang berbicara hingga mobil yang dikemudikan oleh sang sopir sudah tiba di rumah.“Aku mau mengucapkan terimakasih karena Abang sudah ikut mengantar Farel.” Ucapan barusan hanya ditanggapi Keenan dengan anggukan kepala. Lily pun lekas pamit undur diri dari sisi suaminya. Dia menunggui mobil tersebut kembali ke luar pagar lalu setelahnya masuk ke rumah. Masih sama. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah tatapan tidak suka dari para pelayan yang ada di sana.“Aku tidak melakukan apapun. Jadi berhenti melihatku seperti ini,” kata Lily yang merasa tersinggung. Namun, mereka malah berbisik seolah tidak mempercayai kata-katanya. Tidak ada pilihan memang. Lily lantas segera menaiki anak tangga. Perasaannya semakin tak menentu sekarang. Tidak ada yang percaya padanya selain Mbok Jum. Wanita itu memilih berdiam diri di balkon sembari mena
Baca selengkapnya
33. Itu Takkan Mungkin!!
Sorot mata tajam Keenan membuat Dimas mengangguk paham. Pria itu lantas kembali melanjutkan makannya tanpa berkata-kata lagi.“Makanan kamu enak. Makasih ya,” ucap Dimas yang sudah menerbitkan senyumnya. Lily hanya merespon perkataan barusan dengan anggukan kecil. Setelahnya dia pergi bersama dengan para pelayan ke dapur. Sekarang hanya tinggal Farel dan kedua pria dewasa tersebut yang ada di ruang makan.“Hai, Anak Ganteng! Tadi kita belum sempat berkenalan bukan?” Dimas lebih dulu membuka obrolan setelah ketiganya sepakat beranjak menuju ruang tengah.Farel mengangguk sambil tersenyum. “Namaku Farel, Om.”“Iya, Om tahu. Sudah sekolah?” tanya Dimas kemudian. Dan begitulah obrolan keduanya berlanjut. Dimas yang pandai menciptakan suasana membuat Farel terus menjawab pertanyaannya. Bahkan menyahut jika sesekali mendengar candaan dari tamu tersebut. Sementara Keenan hanya diam dan membiarkan tangannya digamit sang bocah. Hingga sep
Baca selengkapnya
34. Apa Itu Enak?
“Kenapa? Kenapa berhenti?” tanya Lily dengan suara yang terdengar parau.Keenan mengembuskan napas kasar lalu mengepalkan tangan yang tadi sempat diayunkannya ke udara. Pria dingin itu mengutuki sikapnya barusan. Bisa-bisanya dia hendak memukul wajah sang istri. Suasana mendadak hening lantaran Lily yang bergegas pergi ke kamar mandi. Sementara Keenan terduduk di atas ranjang dengan kepala yang sudah menunduk. Entah mengapa dia tak suka bagaimana cara Dimas memandang Lily tadi. Hatinya kembali memanas mengingat dirinya yang sempat berkata bahwa pernikahan mereka hanya sebatas status saja. Tepat saat pintu kamar mandi terbuka, dia bisa melihat wajah sembab Lily. Mulutnya langsung berkata, “Aku tidak bermaksud begitu tadi. Maaf.” Tak ada respon dari wanita tersebut. Tentunya membuat Keenan berdecak kesal. “Aku tidak akan berbuat kasar kalau kau mendengarkan kata-kataku.”“Ucapan mana yang tidak aku patuhi, hemm?” sentak Lily akhirnya. “Katakan
Baca selengkapnya
35. Aku Hanya Bercanda
Ucapan barusan membuat semua orang bertanya-tanya. Namun, Keenan masih membungkam mulutnya. Tak mau menjelaskan apa yang akan dilakukannya nanti.“Sayang, hari ini mama masuk pagi. Jadi tidak bisa mengantar kamu sampai ke depan,” ucap Lily pada buah hatinya. “Nanti nurut sama Nek Jum ya.”“Iya, Ma,” jawab Farel patuh. Sementara Keenan yang baru saja tiba di depan pintu utama mengernyit ketika melihatnya sudah rapi dengan pakaian kerja. Dia hendak bersuara, tetapi sebelum itu terlebih dahulu melirik ke arah Farel. “Papa berangkat ya. Kau masuklah duluan. Papa mau bicara dengan mamamu.”“Papa mau mengantar mama?” tanya Farel usai mengecup punggung tangan keduanya secara bergantian. Keenan hanya membalasnya dengan senyuman. Lantas memberi tatapan menuntut agar sang anak sambung segera pergi ke dalam rumah. Setelahnya dia menatap Lily dengan sinis.“Kenapa? Aku harus berangkat sekarang. Busnya akan lewat lima belas menit lagi.” Lily melirik sekila
Baca selengkapnya
37. Terungkap
“Lain kali kalau mau deketin orang itu ngaca dulu. Kamu enggak selevel sama Pak Dimas. Ngerti??”“Iya nih. Enggak tahu malu. Dasar janda gatal!”“Cukup!” sentak Lily yang merasa muak dengan cibiran dua orang di depannya sekarang. “Aku enggak pernah ngurusin hidup kalian. Jadi tolong berhenti gangguin aku.”“Huu!! Janda enggak tahu diri ya.” Setelahnya Lily bergegas pergi meninggalkan dua orang wanita tersebut. Langkahnya terhenti saat berpapasan dengan Keenan.“Itu semua tidak akan terjadi kalau kau mendengarkan kata-kataku,” ucap Keenan dengan sorot mata tajamnya.“Aku memang salah. Maaf,” gumam Lily kemudian. Dia mengangguk pelan lalu segera pamit undur diri dari hadapan sang suami. Wanita itu mengulum bibir lalu mengembuskan napasnya perlahan ketika sudah tiba di ruangan kerja. Di depan alat pemanggangan roti dia masih saja melamunkan kata-kata pedas dari dua orang tadi. Hingga tanpa sadar ujung jari manisnya menyentuh bagian dalam oven yang tentu sangat
Baca selengkapnya
37. Gugup?
Keputusan sudah dibuat. Tadi Keenan mengatakan bahwa besok pagi Asih harus angkat kaki dari kediamannya. Jadilah sekarang kesalahpahaman telah beres. Namun, Lily masih terlihat gelisah.“Ada apa?” tanya Keenan yang baru saja ke luar dari kamar mandi. Aroma tubuhnya sangat kuat. Belum lagi hanya mengenakan jubah mandi yang menampakkan bulu-bulu halus di sekitar dadanya. Membuat sang istri langsung menundukkan kepala.“A-aku ke kamar Farel dulu. Nanti saja,” kata Lily yang segera pamit pergi dari kamar tersebut. Karena kejadian tak mengenakkan beberapa hari yang lalu. Farel sempat mengeluh kalau dia takut akan celaka.“Apa aku tinggal dengan nenek dan kakek saja ya? Aku tidak mau di sini,” rengek Farel yang sudah memeluk erat tubuh mamanya.“Sayang, maafin mama ya. Semuanya udah beres. Bi Asih juga akan pergi,” kata Lily menenangkan putranya. Ternyata rengekan itu terdengar juga di telinga Keenan yang sudah berdiri di ambang pintu. Dia lekas mas
Baca selengkapnya
38. Keenan Pingsan?
Sebulan sudah Lily dan Keenan menjadi pasangan suami istri yang sah. Namun, tidak ada kemajuan pesat dalam hubungan mereka. Keduanya masing-masing membangun tembok tinggi tak kasat mata yang sulit dijangkau oleh satu sama lain. Seperti pagi ini contohnya. Keenan bangun lebih dulu untuk melangkah menuju ruang kerja. Pria beralis tebal tersebut menatap Lily yang menggeliat pelan di atas sofa. Tempat yang sudah menjadi ranjang sang istri selama berada di rumah mewah miliknya. Matanya mengerjap pelan ketika melihat Lily perlahan membuka kedua netranya. Dalam hitungan detik dia pun bergerak mundur.“Kenapa kau bangun?” tanya Keenan berusaha menyembunyikan rasa gugup yang belakangan ini menghampirinya.Lily mengusap matanya lalu segera duduk. Hingga kemudian dia berkata, “Mbok Jum lagi pulang kampung. Jadi beliau minta agar aku yang mengantarkan kopi untuk Abang.”Keenan berdecak usai menyadari bahwa ketua pelayan yang dibicarakan istrinya sedang ti
Baca selengkapnya
39. Apa Kau Keberatan?
“Keenan!!” Lily hanya mematung diri begitu melihat Lisna sudah menubrukkan diri di tubuh suaminya. Tak tahu harus marah atau bagaimana menghadapi wanita penggoda bermulut manis tersebut.Keenan mengerang pelan. Satu tangannya berusaha mendorong Lisna yang masih menempel seperti ulat bulu. “Menjauhlah!”“Ck. Aku justru ke sini karena mencemaskanmu. Bagaimana sih?” decak Lisna yang sungguh kesal. Belum sempat mendengar balasan Keenan orang yang ditunggu akhirnya muncul juga. Seorang pria paruh baya berjas putih dengan stetoskop yang berada di leher berjalan mendekat.“Ya ampun. Kenapa kau tidak tunggu om dulu sih?” tanyanya pada Lisna. “Sebegitu cemasnya dengan Keenan sampai memaksakan diri meninggalkan jadwal pemotretan siang ini.”“Iya nih,” kata Lisna dengan bibir yang mencebik. “Eh enggak tahunya yang dijengukin malah begini. Aku nyesal karena udah belain datang.” Dokter yang merupakan kerabat dekat Lisna itu pun terkekeh. Tak pelak memberi
Baca selengkapnya
40. Tetaplah Di sini
Sentakan barusan membuat Lily bergidik cepat. Lantas dia pun mengangguk dengan gerakan pelan. Tubuh yang tadi menjauh kini perlahan mendekat ke arah sang suami.“Ck. Naiklah ke sini!” titah Keenan yang sudah tak sabaran. Dirinya refleks menarik pergelangan tangan Lily agar sama-sama duduk di atas ranjang.Wanita berambut sebahu itu menyambar mangkuk berisi bubur buatannya. Lantas mengaduk sebentar lalu menyendokkannya ke depan mulut Keenan. “Aak!” Awalnya mereka tampak canggung karena posisi yang bisa dikatakan tak pernah sedekat itu. Namun, lama kelamaan berubah menjadi biasa karena Keenan yang fokus pada makanannya. Hingga ketukan dari arah luar membuat Lily menghentikan pergerakan tangannya tadi.“Masuklah!” sahut Keenan.Sang asisten muncul lalu segera menyerahkan sebuah plastik kecil berisi vitamin pada Lily. “Maaf, Tuan. Apa ada lagi yang harus saya lakukan?”“Bagaimana dengan Lisna?”“Nona Lisna sudah pergi sejak tadi, Tuan,” jawab pria berseragam se
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
15
DMCA.com Protection Status