All Chapters of Cowok yang Kukenal dari WA: Chapter 11 - Chapter 20
26 Chapters
11. Kebanyakan Alasan
"Mo-modus?"Ting! Pesan masuk dari Mas Erlan menyadarkanku dari lamunan. Ucapan Bang Amar terus terngiang di kepala. Ingatan pertemuan kami, di mana Mas Erlan terus mencoba menyentuhku. Semua tampak saling bertolak belakangan.Aku segera bangkit, menjauh dari Emak dan Fandi. Mereka melanjutkan pembicaraan dan aku memilih ke kamar. Begitu tubuhku terbaring di ranjang, kubiarkan notifikasi pesan terus masuk. Yang mana itu pasti Mas Erlan. Aku bisa tahu, sebab kupilihkan nada dering khusus untuk kontaknya.Mataku tiba-tiba terasa berat, kubiarkan rasa ngantuk datang dan membiarkan ponselku terus berdering. Entahlah, aku ingin tertidur tanpa memikirkan hal lain.Hingga mataku terbuka, sudah azan subuh saja. Terdengar suara air dari luar, itu pasti Emak. Aku gegas beranjak dari ranjang menuju dapur."Udah bangun, Kak. Tumben semalem tidur cepet, gak begadang.""Heem." Badanku masih sempoyongan, aku memilih duduk di kursi meja makan, dan merebahkan kepala sejenak.Lagian hari ini Mas Erlan
Read more
12. Bucket Bunga Besar
"Kalau kamu mikir gitu, berarti gak percaya sama pasangan kamu sendiri. Buat apa menjalin hubungan kalau kalau gak saling percaya?"Mulutku seolah dikunci oleh ucapan Mas Erlan. Hal sederhana ini jadi rumit, kuputuskan diam sebab lelah adu argumen dan akhirnya aku kalah."Aku percaya sama kamu, kamu harusnya juga gitu kan?"Aku melengos, mengangguk kecil dan membiarkannya terus bicara. Baiklah aku percaya, dan semoga dia bukan pria buaya. Kubuang jauh-jauh pikiran jelek tentang Mas Erlan. Emak kembali, bagaimanapun aku harus tersenyum di depannya.Hari makin sore, Mas Erlan pamit karena juga ada janji menjemput ibunya yang pulang kerja. Setelah bersaliman pada Emak, ia keluar. Aku melambaikan tangan mengiringi kepergiannya.Aku kembali ke kamar, melanjutkan beberapa hal yang mau kubersihkan. Hampir sejam aku berkutat di kamar, setelah beres aku bermain ponsel hingga tak terasa saat mataku terbuka suasana terasa sepi.Ternyata tengah malam, aku tidur terlalu cepat dan terjaga jam segin
Read more
13. Kenapa Disembunyikan?
"Mas Erlan?" Aku mengelus dada melihat sosok itu. Dengan mata menyipit, ia menatapku. "Hai!" sapanya melambaikan tangan."Astaga, Mas!"Ia terkekeh, pasti menertawai raut wajahku yang tegang. Kukira itu tadi siapa. Ternyata Mas Erlan yang datang dengan bucket bunga di tangannya. Bunga lagi, bunga lagi. Aku sebenenya bukan pecinta tanaman sih. Herannya Mas Erlan tak pernah tanya sukaku apa. Padahal aku lebih suka kalau dibawain makanan. Enak bisa bikin kenyang, tetapi sudah dibawain ya harus tetap pasang raut senang. Meski emang aslinya senang, karena kedatangannya yang mengejutkan."Aku gak dibolehin masuk nih. Yaudah pulang aja," ujarnya berbalik badan. "Eeeh, tunggu dong." Segera kubuka pagar bambu itu. Mempersilahkannya masuk, duduk di kursi teras.Aku juga duduk di sebelahnya, Mas Erlan menyodorkan bucket bunga itu. Aku tak bisa menahan wajahku yang menggembung sangking terharunya. "Makasih ya, Mas," ucapku menghirup aroma berbagai bunga itu. "Ini bunga asli semua ya?" tanyaku
Read more
14. Dua Hari Menghilang
"Mirip pacarnya tetanggaku."Ucapan Hana kala itu kembali terbesit di benakku. Aku yang sudah melupakannya seiring berjalan waktu dengan berpikir bahwa itu hanya kemiripan. Meski Mas Erlan menduga Hana melakukan itu berniat ingin merusak hubungan kami. Aku rasa ia tak sejahat itu, meski pada akhirnya sikapku seolah mengiyakan pernyataan Mas Erlan. Aku benar-benar sudah jarang berinteraksi dengan Hana, padahal kami sekelas. Jarak duduk pun tak jauh, tetapi aku selalu menghindar. Entah dia merasakan perubahan itu atau tidak."Ta, Ayo!" panggil Rahma sambil tangannya mencolek lenganku. Lamunanku buyar, aku mengangguk lalu mengekori Rahma menuju parkiran.Kami bertiga langsung pulang. Aku dibonceng Vina dan Rahma melajukan motor tepat dibelakang kami. Sesekali bersebelahan. Tiba di gang mau masuk ke desaku, kami berpisah."Makasi ya, Vin," ucapku lalu turun."Keknya gak semangat banget deh, Ta. Kenapa, masih galau karena belum ketemu doi?" tanya Vina menyidik, aku tersenyum tipis seolah
Read more
15. Kamu Nangis, Mas?
Buat apa Mas Erlan ke sana, cari kado buat siapa?Laju motor yang cepat membuatku tak sempat memperhatikan lebih jelas, mau minta Fandi berhenti sama saja mengajak perang. Begitu sampai di rumah saja, ia segera pergi bermain bersama temannya. Sedangkan aku membawa semua belanjaan memberikannya pada Emak di dapur.Iseng aku cek ponsel saat ke kamar, ingin tahu kabar Mas Erlan sudah aktif atau belum. Namun, kecewa lagi yang kudapatkan. Pesanku masih centang satu, WAnya belum juga aktif."Kaaak!" panggil Emak, aku segera keluar melempar ponsel ke ranjang.***Ting!Aku tersentak, baru saja merebahkan diri, mataku hendak terpejam karena rasa kantuk melanda. Kulirik ke sebelah kanan, layar ponselku menyala. Segera kuraih dan cek dari panel notifikasi.Dahiku mengernyit, melihat ada nomor baru. Segera kubuka aplikasi WA. Aku segera bangkit dari tiduran, membuka pesan itu.[Hai, cewek?][Siapa ya?][Kenalan, dong?]Aku terdiam membaca ketikan itu, seperti mengenalnya. [Maaf, saya udah puny
Read more
16.Aku Tak Salah Lihat?
"Mas?" Mas Erlan mendongakkan kepalanya, "Maaf ya, aku-""Kamu nangis beneran, Mas?" tanyaku lagi."Aku berlebihan ya, maaf ya, aku bener-bener rindu banget sama kamu. Sampe mau nangis gini," ujarnya menyeka sesuatu di bawah matanya.Aku menghela napas kasar, membuang muka menahan sesuatu yang akan jatuh. Lemah sekali aku soal ini, tiba-tiba suasana jadi sendu."Aku sayang banget sama kamu, kangen banget. Rasanya masih seneng banget bisa ketemu bisa luangin waktu aku, aku udah ngerasa bersalah banget selama ini. Aku takut kamu ngira aku sok sibuk, aku alasan rapat dan rapat."Wajahku kembali menatap ke arahnya, tak terasa air mata juga mengalir begitu saja. "Mas, aku itu cuma mau buktiin kalau dugaan temenku itu salah. Kamu gak akan macem-macem, gak ada yang disembunyiin. Tapi, kenapa kamu-""Sayang, maaf ya. Aku cuma gak mau kamu fokus ke hp, aku bener-bener maunya ngobatin rasa rindu aku. Ini udah malam, aku gak bisa lama-lama kan. Kalau kamu cuma bahas hp-hp terus, terus ujung-uju
Read more
17. Tanyanya Yang Mengejutkanku
Ah, aku menggelengkan kepala. Apa yang kupikirkan sih? Hanya kebetulan saja, pasti Mas Erlan sedang buru-buru makanya langsung off begitu saja.Sedangkan Mbak Izza, mungkin ia tidur lebih awal. Meski beberapa hari sebelumnya aku melihat dia online sampai malam. Persis sama denganku jam tidurnya. Sementara aku kan tidur kalau Mas Erlan sudah pamit akan off.Ponsel di tangan segera kucharger di kamar, lalu kembali ke depan kamar mengerjakan laporan sambil nonton tv."Udah sampai mana, Ta?" tanya Vina dari belakangku, ia membawa segelas susu.Aku tak menjawab, hanya menunjukkan kertas hvs di tangan. Ia lalu mengangguk samar dan berlalu ke kamar. Hah? Apa-apaan sih Vina, bukannya bantuin. Ketika mataku sudah terasa berat, kuputuskan membereskan kerjaan malam ini. Lalu masuk ke kamar, melihat Vina malah VCan aku jadi kesal. Tugas ini kan berdua, kok aku doang yang repot sih?Segera kucabut ponsel dari kabel data, lalu merebahkan diri membelakangi Vina. [Mas, kamu ke mana sih. Aku mau ce
Read more
18. Penolakan
"Loh, kenapa. Kan aku belum pernah cium kamu, yank?" Aku menggeleng samar, lalu memalingkan wajah sebagai penolakan. "Yaudah, kalau gitu aku mau kamu cium pipiku aja deh," ujarnya lagi.Mas Erlan bahkan terus membujuk, aku sendiri hanya menggeleng tanpa penolakan tegas. Ciuman? Apakah itu harus. Berpegangan tangan saja terkadang aku merasa menyesal setelahnya, juga merasa bersalah pada Emak."Sayaaang," bujuknya lagi."Buat apa sih, Mas." "Buat bikin aku semangat, Yank. Aku capeek banget, pengen dapet cium dari kamu. Mau ya, yank?" Aku menatap wajahnya yang memohon, Mas Erlan terus mendesak. "Sekaliii aja, yank."Kupejamkan mata sejenak, menggaruk tengkukku yang terasa merinding karena angin malam. Aku masih kekeh menggeleng, menolak secara halus. "Yaudah deh," ujar Mas Erlan tampak lemas dari suaranya. Hening sejenak, lalu Mas Erlan langsung berdiri, membuka lebar tangannya. "Peluk aja deh, pleasee, yank." Aku mendongak menatap wajahnya yang melihat sekitar, perlahan aku berdi
Read more
19. Sedang Berada dipanggilan lain
Aku langsung turun, menjelaskan apa yang terjadi pada mereka saat ada yang bertanya. Ketika beberapa lainnya menunggu di luar, sedangkan yang piket sudah masuk dari pintu rumah Bu Nana. Sudah jam setengah delepan, tetapi Mas Erlan belum tampak juga. Aku menyadari beberapa siswi lain memperhatikanku, semakin membuatku canggung. Entah apalah yang mereka pikirkan, aku mau keluar malam-malam.Aku kembali ke kamar, mengambil ponsel yang tertinggal. Ada Vina dan Linda yang sedang berdandan."Udah datang, Ta?""Belum," jawabku.Malu untuk turun lagi, diperhatikan siswi lain, aku memilih menunggu dengan duduk di depan televisi. Sambil membereskan kertas-kertas laporan yang berantakan. Sesekali melirik layar ponsel, aku minta Mas Erlan mengirimkan pesan jika tiba di depan gerbang. Kesempatan bagus juga kan? Nanti yang lain akan lihat seperti apa pacarku. Tentu aku begitu beruntung mendapatkannya.Asik membereskan laporan, tiba-tiba Ratna naik ke atas memanggilku. "Rizta!"Segera aku turun, m
Read more
20. Inikah Jawabannya?
[Hehe masa sih, Mbak?]Balasku masih santai, toh Mbak Izza menambahkan 'hehe', mungkin ia bercanda kan? Pesanku cepat dibaca, Mbak Izza langsung mengetik.[Emang siapanya kamu itu?]Kenapa Mbak Izza ingin tahu? Mungkin ia benar-benar mengenali tulisan itu. Tunggu, bagaimana bisa orang bisa hapal dan kenal tulisan seseorang, jika tak kenal baik?[Temen][Temen hidup, hehe] Kirimku lagi.Aku sertakan emot tawa dibelakangnya, Mbak Izza sepertinya tak keluar dari ruang chat jadi pesanku terkirim langsung centang biru.[Siapa namanya, kalau boleh tahu?]Aku menelan ludah, obrolan ini tak menjerumus ke hal candaan, terasa semakin serius. [Malikkah?][Ternyata dia gak cuma buatin tulisan itu buat aku, haha]Deg, kok Mbak Izza bisa menebak nama itu. Lalu, maksudnya buatin tulisan?[Bukan, Mbak. Namanya Erlan] Aku masih mencoba tenang, menghalau perasaan yang rasanya jantungku mengeras, sulit bernapas. Ada apa ini? Setelah semua kecurigaan, inikah jawabannya?[Iya, Erlan. Muhammad Erlan Mali
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status