Cowok yang Kukenal dari WA

Cowok yang Kukenal dari WA

Oleh:  Herfisha18  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
26Bab
694Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Rizta diajak bertemu oleh Erlan, pria yang ia kenal dari WA. Awalnya ia ragu, tetapi akhirnya Rizta berani menemuinya ditemani sahabatnya. Namun, anehnya di hari pertemuan. "Orangnya kok pake masker sih, Ta?" tanya Vina, seketika aku menoleh. Mata kami saling bertatapan, perasaanku tak enak. Vina memintanya membuka masker, tetapi cowok itu enggan. "Temenmu suruh pulang aja, aku mau ngajak kamu ke suatu tempat. Aku bukan orang jahat kok, nanti aku bakal buka masker. Kamu gak perlu takut," ucapnya melambaikan tangan memintaku mendekat. Takut? Jujur ada rasa itu sedikit. Kenapa dia tak mau melepas maskernya, apa dia sejelek itu?

Lihat lebih banyak
Cowok yang Kukenal dari WA Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
26 Bab
Kenal dari WA
[Ayolah, Dek. Aku bisanya cuma sabtu ini, khusus luangin waktu buat kita ketemuan loh. Please ya, kamu bisa datang. Aku gak janji setelah ini ada waktu lagi kalau kamunya ngajak ketemu]Duh, aku dilema membaca pesan dari Mas Erlan. Seminggu ini dia terus membujuk untuk aku mau diajak ketemu. Cowok yang kukenal dari aplikasi WA itu katanya sudah tak sabar ingin melihat wajahku secara langsung. Dia Anak kulihaan, pintar, tampang lumayan dan romantis. Namun, dengan kesempurnaanya itu beberapa keraguan muncul dibenakku. [Tapi, Mas. Aku mau jujur dulu, sebenarnya aku gak secantik di foto. Aku takut kamu nanti nyesel pas udah ketemu]Akhirnya pesan itu terkirim, hal yang membuatku gundah gulana telah kuutarakan. Hasil akhirnya dia akan kecewa ya biarlah. Lebih baik aku jujur sedari awal. Sebab aku tak mau malunya saat nanti sudah berada di depannya. Melihat foto profilnya, Mas Erlan itu lumayanlah dari cowok-cowok sebelumnya yang kukenal. Maka dari itu juga aku mau merespon chatnya yang me
Baca selengkapnya
Jangan Macem-macem!
"Kamu Rizta kan?" tanyanya. Aku mengangguk dengan senyum tipis yang dipaksakan. Hatiku sedang tak aman, bertemu langsung dengan cowok yang selama ini saling mengirim pesan di WA. Sudah jelas deg-degan. Di situasi ini, membuatku ingat pesan pertama dari Mas Erlan hingga berakhir di pertemuan pagi ini.[Hy]Begitulah awal mula pesan singkat Mas Erlan masuk, begitu melihat fotonya aku berani menanggapi. Kalau jelek, aku memilih acuh dan berakhir ku blokir. [Siapa ya?]Tak sampai sedetik, pesanku langsung dibacanya.[Erlan, nama kamu siapa. Boleh kenalan?]Aku terdiam sejenak membaca pesan itu berulang kali, tetapi ada yang harus kutanyakan lebih dulu. [Dapat nomorku dari mana?]Lagi, pesan itu cepat terbaca. Sepertinya emang lagi gabut ini cowok.[Dari instagram, nama kamu siapa?]Alu menepuk jidat, sok kesal kalau ada nomor tak kenal iseng menghubungi. Padahal aku sendiri yang obral di semua sosial mediaku. Karena terlihat keren saja, teman-temanku juga melakukan itu. Menulis nomor W
Baca selengkapnya
Mau Ngapain, Mas?
"Eh, kamu kenapa sih. Kamu ngiranya aku ini mau jahatin kamu gitu. Aku kan ngajak kamu ke sini karena kangen, ya kali mau macem-macem. Kamu masih takut ya sama aku?" tanya cowok itu melambaikan tangannya di depan wajahku. "Ah, nggak gitu. Maksudnya ... gak usah pegang-pegang," ucapku mengecilkan suara diakhir kalimat. Dengan hati yang tak henti berdebar, tetap kutampilkan senyum di wajah ini. Seketika suasana jadi canggung di antara kami.Mas Erlan mengangguk menanggapi jawabanku, kukira ia akan tersinggung. Namun, nada suaranya malah lembut tak terlihat marah sedikit pun. Ia kembali mengajakku naik, segera aku mengekor di belakangnya. Dalam hati aku berharap tidak ada yang mengenalku saat ini. "Mau duduk di mana?" tanyanya menoleh ke arahku, aku menjawab terserah. Meski sudah pernah ke tempat ini, aku belum pernah masuk ke cafenya. Hanya pergi ke spot foto yang tak mahal. Secara anak sekolahan sepertiku akan mikir seribu kali memesan menu di sini, mahal katanya. Mas Erlan memilih
Baca selengkapnya
Dibalik Masker, ternyata ...
"Ya ampun, aku gak boleh nih duduk deket kamu. Duh, aku bukan orang jahat, Dek. Jangan-jangan kamu pikir di jus itu kutaruh obat lagi?" "Hah?" Aku sontak melihat ke arah gelas isi jus yang sudah tinggal setengah. Mataku melebar sangking kagetnya.Aku menelan ludah, kalau beneran dimasukin obat tidur gimana? Aku menoleh ke arah Mas Erlan, ia malah tersenyum. Maksudnya apa coba?"Bercanda, bercanda. Nih aku juga minum jusnya," ujarnya menyeruput segelas jus miliknya. "Aku pengen aja lihat kamu dari deket gini, tapi kayanya kamu gak nyaman. Maaf, ya?"Mas Erlan bergeser ke kanan lagi. Sedikit menjauh, tetapi tatapan matanya tak lepas dariku. Meski pandangaku ke meja, dan kedua tangan memegang erat gelas. Aku bisa merasakan jika terus diperhatikan."Makasi ya, kamu nurut maunya aku pake sepatu. Terus pake kerudung juga. Oh ya ... aku boleh gak minta sesuatu?"Aku jadi parno dengan kata 'sesuatu'. Seolah sedang naik roal coster di posisi tertinggi, menegangkan. Eh tahu-tahunya meluncur de
Baca selengkapnya
Ah, tidaaak!
"Rahmatika Rizta, kamu mau kan jadi pacarku?" Waktu seolah berhenti berputar, keadaan sekitar seperti tak bergerak. Yang tadi berisik serasa hening dalam kepalaku, hingga yang terdengar hanya detak jantungku yang berdebar hebat. Rasanya mau lompat-lompat di tempat!Dari mana bunga itu datang, tiba-tiba saja muncul dari belakang punggung Mas Erlan?Ah! Kenapa aku memikirkan hal tak penting itu. Sekarang aku harus bagaimana. Setangkai bunga itu seolah menarik perhatianku. Seumur hidupku baru kali ini diberi bunga oleh cowok. Tak kusangka hal yang lazim terjadi di drama televisi kini sedang kualami. Sebenarnya aku tak pernah tertarik dengan bunga-bunga, tetapi kalau Mas Erlan yang ngasih? Bolehlah. Boleh banget maksudnya."Rizta?""Tapi, Mas. Kita kan baru kenal beberapa minggu, sebulan aja belum. Mas yakin gak malu pacaran sama aku?" Seketika penyakit minderku kembali jadi keraguan.Mas Erlan tampak memejam, "Aku sengaja ajak kamu ketemu, justru karena mau nembak secara langsung. Aku g
Baca selengkapnya
Gak Mungkin!
Mas Erlan mengangguk, "Kita kan udah pacaran, masa gandengan aja gak boleh. Lihat tuh yang berdua sama pasangannya," ujar Mas Erlan mengarahkan dagunya ke arah pintu masuk tadi. Ada anak remaja yang sepertinya seusiaku, nempel banget sama cowoknya kaya perangko. Kok aku risih ya, emang pacaran harus begitu?Meninggalkanku yang masih diam, Mas Erlan pergi ke kasir. Aku memperhatikannya saat membayar. Meski dari belakang, aku bisa melihat ia tampak bicara dengan pelayannya. Kaya sudah kenal dan akrab. Mungkin karena sering ke sini kali ya?Tak lama Mas Erlan datang ke meja, "Ayo!" Aku berdiri dengan membawa bunga mawar tadi, sedangkan ponsel kumasukkan ke saku celana. Tangan Mas Erlan perlahan meraih tangan kananku, ia menoleh dengan senyum manisnya. Berasa tersihir, aku gak marah kami akhirnya gandengan. Asli aku merasa risih, tak biasa dan ini begitu asing buatku.Tiba di parkiran, Mas Erlan memakaikan helm padaku. Bahkan membenarkan kerudungku. Aku hanya bisa pasrah, sambil mengigit
Baca selengkapnya
Hah, Pacarmu? bukannya ...
[Siapamu itu, Ta. Aku kaya kenal, wajahnya gak asing.]Dahiku mengernyit heran membaca komenan teman sekelas di postingan FBku. Tadi aku juga memposting foto Mas Erlan yang kusimpan di galery. Foto yang bahkan tak memperlihatkan seluruh wajahnya, tetepi Hana--temanku itu bisa mengenalinya. Berasa aneh."Kak?" "Eh, iya?"Aku menoleh ke arah Emak lagi, "Mandi dulu udah sore," ucap Emak. Aku mengangguk lalu beranjak ke kamar. Mengisi daya ponselku.Setelahnya mencari baju ganti dan keluar dari kamar membawa handuk. Lima menit saja aku sudah selesai, entah kenapa aku ingin cepat-cepat menyudahi. Karena pikiranku kini terpusat pada dua hal. Tentang komenan Hana, juga tanggapan Emak.Begitu aku masuk ke kamar, aku tersentak sudah ada Emak di kamar. Ia yang berdiri di samping ranjang menatap ke arahku di bawah bingkai pintu. Terlihat Emak menarik napas dalam, aku menggigit bibir bawahku. Takut akan dimarahi.Namun, Emak malah duduk di bibir ranjang. Memanggilku untuk duduk di sebelahku. "Or
Baca selengkapnya
Kenapa Pesannya dihapus?
"Tunggu, Han-""Ayo, Rizta. Ntar dimarahi pak guru!" teriak Hana. Aku menghela napas, rasanya penasaran sekali. Namun, hatiku seperti berat. Entah apa. Hana pun segera berlari keluar, aku langsung mengekor. Menyimpan tanda tanya perihal Mas Erlan itu untuk nanti. Begitu tiba di lapangan, Vina dan Rahma langsung menarikku berdiri di sebelah mereka."Lama banget sih, mentang-mentang baru jadian gak kuat pisah chatingan," ujar Rahma. Aku tergelak, lalu kami saling cubit pinggang. "Kaya kamu gak aja!"Satu jam pelajaran kami mengikuti pelajaran olahraga, Pak Guru mengajarkan lalu dipanggil siswa yang bisa memberi contoh. Begitu bel pergantian jam berbunyi, kami diminta kembali ke kelas. Beberapa siswa lain ganti baju, sedangkan aku, Rahma dan Vina tidak. "Gak bawa ganti kan?" tanya Vina, aku dan Rahma menoleh lalu menggeleng bersamaan. Kami bertiga mampir ke koperasi membeli jajanan karena masih ada waktu sebelum guru lain masuk."Rahma, ayo!" panggilku saat ia terhenti di depan kelas
Baca selengkapnya
9. Takut Salah, Tetapi Mirip
[Gak papa, Ta. Takut salah orang.][Loh, gimana sih, Han?]Membaca balasan Hana bukannya lega, aku malah semakin kepikiran. Statusnya sudah tidak online lagi, dan pesanku masih centang satu. Sementara pesan dari Mas Erlan kembali masuk, membuyarkan pikiranku. Kulupakan tentang Hana sejenak dan membalas pesan-pesan mas pacar.[Sayang, kok pesanku dianggurin aja?][Aku baru selesai bantuin Ibu, Mas][Aku kira kamu ngambek, udah baca kok gak dibales-bales. Aku kangen]Aku tersenyum membaca pesannya barusan. Ingin juga kubalas bahwa sama kangennya, tetapi gengsiku tinggi.[Masa?]Aku merebahkan diri di atas ranjang, membalas pesan-pesan Mas Erlan yang terus bilang kangen. Wajahku tak henti mengembang, senyum-senyum sendiri membaca pesan dari Mas Erlan. [Kamu udah makan, yank?][Udah, kamu, Mas?][Belum, maunya disuapin kamu]Aku terkekeh membaca balasan itu, ada-ada saja jawabannya. Kakiku tak bisa diam, badanku guling ke kanan dan ke kiri. Salah tingkah sendiri.Kami berbalas pesan hin
Baca selengkapnya
10. Hati-hati Modus
"Tu-tunggu," ucapku hendak menahan Hana.Namun, ia sudah duduk di kursinya dan ngobrol dengan teman sebangkunya. Bersamaan semua siswa kembali ke kursinya karena kedatang Bu Guru. Kutarik napas dalam, lalu melihat layar ponsel sejenak. Mencuri-curi waktu saat bu guru masih sibuk mencari sesuatu dari tasnya.[Selamat pagi, sayangku. Semangat sekolahnya ya, love you]Aku menghela napas, meski senyumku sulit kembali. Pesan dari Mas Erlan tak ada yang berubah. Aku mencoba berpikir positif bahwa perkataan Hana salah. "Baik, anak-anak. Tadi guru sedang rapat sebentar ya, tapi bukan berarti kalian lepas tugas. Sekarang buka buku paketnya!"Aku menyimpan ponsel ke dalam laci, lalu membuka tas yang berada di belakang punggungku. Tari yang tepat dibelakangku mendekatkan wajahnya."Rizta, tadi ucapan Hana itu-""Gak, salah kali," jawabku cepat membantah. Begitu buku yang kucari ketemu, langsung berbalik ke depan menghindari Dewi. Mulutnya itu sedikit lemes, aku gak mau terpengaruh oleh omongann
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status