All Chapters of ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN: Chapter 241 - Chapter 250
277 Chapters
241. Bercerai
Kami semua membeliak kaget ketika mendengar ketegasan suara ibu. Ketika melihat ibu semakin emosi seperti ini aku kian tak bisa mengabaikan kekhawatiran tentang keadaan ibu. Dengan riwayat penyakit jantung yang diderita ibu jelas aku semakin cemas karena bisa saja ibu akan jatuh sakit lagi jika amarahnya kian memuncak. Aku kian erat memeluknya terus berusaha menenangkan ibu. “Bu, jaga emosi Ibu,” ucapku melerai meski setelah itu aku menatap dengan sangat tajam ke arah Mas Rahmat yang aku anggap sikapnya sudah sangat keterlaluan. “Cukup Mas, jangan menyudutkan Ibu seperti ini.” Mas Rahmat malah menatapku dengan sinis. “Nyatanya kamu memang sudah hidup enak sekarang dengan pengorbanan yang sudah bapak lakukan, jadi apa aku salah kalau aku juga meminta bagianku, toh suami kamu itu juga sangat kaya raya.” &
Read more
242. Sedih
 Saat melihat Raka berlari menjauh, aku menjadi tak sanggup mengejar demikian juga Raya kemudian malah ikut pergi. Sementara aku hanya bisa menangis tergugu sekarang, benar-benar menjadi tak berdaya, sangat tertekan dengan keadaan yang begitu mengguncangkan jiwa. Sampai akhirnya aku sadari ibu memelukku dengan erat berusaha menenangkan aku dengan sentuhannya yang selalu lembut terasa. Di dalam pelukan ibu akhirnya aku meluapkan tangisku, demi bisa mengurai kesedihan yang sudah tak sanggup untuk aku tanggung sendiri. “Jangan terlalu banyak pikiran, Rin tenangkan saja dirimu dulu, jangan membuat keputusan apapun saat kamu masih terbawa emosi.” Aku termangu menelaah kata demi kata yang ibu ucapkan. Aku seperti menangkap jika ibu tak menghendaki perceraianku dengan Mas Bara. Walau ibu tak mengatakannya dengan sangat lugas. 
Read more
243. Fitnah
“Dari mana kalian mendapatkan semua ini?” Aku mulai mencecar mereka dengan tegas. Raya tampak tergeragap langsung memandang resah ke arah saudara kembarnya. Raka malah membalas tatapanku dengan gurat ketenangannya. “Ma, berikan semua itu, kami mau memakannya,” ucap Raka meminta padaku. “Kamu belum menjawab pertanyaan mama, dari mana kalian mendapatkan semua ini? Siapa yang sudah memberikan ini pada kalian?” Hatiku mulai menjadi gelisah segala praduga mulai muncul bisa saja Mas Bara sudah mengetahui keberadaan kami dan dia mendekati anak-anak tanpa sepengetahuanku. “Itu semua pemberian Papa,” jawab Raka pada akhirnya yang membuat kedua mataku langsung membeliak tajam. “Apa kamu bilang?” Aku semakin tak bisa menyembunyikan kegelisahanku.
Read more
244. Terulang Lagi
 “Memangnya dari siapa kalian mendengar semua fitnah ini?” Aku mulai mencecar mereka dengan sengit walau saat ini aku dikeroyok banyak wanita berdaster yang menyimpan pandangan picik tentang diriku. “Kami mendengarnya dari Yuni, kakak ipar kamu sendiri. Kalau kamu cuma ingin membuat kemesuman di desa ini lebih baik kamu pergi saja, karena wanita genit seperti kamu, hanya akan membawa bencana di desa ini.” Atin, temanku yang bertubuh agak dempal dan bulat itu sungguh tak aku sangka menyerangku dengan sangat bengis seperti ini. Kata-katanya benar-benar sangat menyakitkan hati. “Semua ini bukan fitnah karena itu memang fakta buktinya sudah lebih dari dua minggu kamu dan anak-anak kamu tinggal di desa ini, dan suami kamu yang dari kota, yang dulu kami panggil Pak Mandor itu nggak juga datang menjemput.” Kali ini Mekar ikut angkat bicara semakin menyudutkan
Read more
245. Kembali Diselamatkan
Walau berteriak sekeras apapun nyatanya tak ada yang bisa mendengarku. Bahkan ketika mereka mulai menyeretku dan memisahkan aku dengan anak-anakku yang saling menjerit memanggilku. Aku mengkhawatirkan mereka yang sekarang tampak sangat ketakutan. Aku takut jika peristiwa ini membuat mereka trauma. Jika dulu aku merasa tak melawan terlalu keras maka sekarang aku harus berusaha lebih keras untuk melawan meski yang membawaku ada lebih dari empat orang. Aku terus menendang, memukul, tak peduli jika mereka akan memberikan balasan dengan tinju dan tempelengan yang rasanya sangat menyakitkan. Aku tak peduli jika nantinya aku terluka atau bahkan sampai meninggal karena tetap berusaha untuk mempertahankan kehormatan diriku. Namun usahaku menjadi sia-sia mereka tetap bisa membawaku di hadapan Juragan Mukti, yang sekarang terlihat semakin menakutkan dengan tubuhnya yang semakin dekil dan lu
Read more
246. Saat Kembali Bersama
“Apa kamu yakin?!” sergah Mas Bara dengan tatapannya yang kian tegas menelisikku. Aku menegarkan diri untuk menentang setiap tatapannya yang terlalu dalam memindaiku. “Tentu saja aku yakin,” jawabku seyakin mungkin meski aku masih berusaha untuk menyingkirkan segala keraguan saat menentang keputusan suamiku yang sebelumnya selalu tak mampu untuk aku bantah. “Kamu tidak tahu apa yang kamu lakukan, saat ini kamu masih terlalu emosi, sebaiknya kamu beristirahat saja.” Tak pernah aku sangka suamiku yang otoriter itu malah menghindari perdebatan dan sama sekali tak memaksakan kehendaknya meski aku juga tak yakin dia akan menuruti apa yang sudah aku ucapkan tadi. Setelah itu Mas Bara segera mengambil obat yang tadi sudah diserahkan Rahayu padanya sembari mengambil segelas air yang sudah disediakan di atas nakas. “Minumlah o
Read more
247. Kakak Ipar Julid
Saat mendengar pertanyaannya aku langsung membeku meski darahku kemudian turut berdesir hangat, ketika aku bisa merasakan nada bicaranya yang menyiratkan tentang rasa rindunya yang tak terbantahkan.Aku semakin sulit untuk mengabaikan karena rasa yang sama juga turut hadir mengganggu.Aku memilih diam tak menjawab apapun hingga aku kembali mendengarnya berucap dengan suaranya yang terbata.“Aku merindukan kamu Rin,” ucapnya singkat namun terasa sangat meresahkan aku yang selalu terbiasa untuk memberikan seluruh diriku kepadanya dengan mudah.Kegelisahan ini mengukungku terlalu pelik hingga menghadirkan kesedihan yang sebenarnya sangat ingin aku tepis. Kecewa ini masih saja bertarung dengan cinta di dalam dada yang kini aku sadari masih saja terlalu kuat mengikatku.“Tidurlah Rin, aku tak akan mengganggumu lagi, selamat malam,” tutur Mas Bara kemudian setelah aku tak membuka suara sama sekali ketika dia mengungkapkan apa yang sed
Read more
248. Rahasia Mbak Yuni
“Siapa yang bilang kalau aku sudah menceraikan istriku?”Sontak aku dan Mbak Yuni menoleh ke arah ambang pintu di mana kami melihat lelaki gagah nan rupawan itu sedang berjalan mendekat padaku.Aku termangu sesaat meski kemudian segera memalingkan muka ketika Mas Bara justru mulai menyuguhkan senyumannya padaku.Hati ini masih saja resah dengan apa yang baru saja terjadi tadi. Aku masih merutuki diriku sendiri yang bisa dengan mudah terbuai dengan apa yang Mas Bara lakukan padaku hingga aku malah membiarkan dia menciumku dengan leluasa.Padahal seharusnya itu semua tak perlu terjadi bila mengingat hati ini masih meradang atas kesalahan besar yang sudah dia lakukan.Namun nyatanya sekarang Mas Bara malah merangkul pundakku, sembari membelai lembut wajahku seakan ingin memperlihatkan dengan tegas pada kakak iparku yang selalu julid itu, segala kemesraan kami.“Aku tidak akan pernah bertindak bodoh dengan melepaskan istriku yang cantik ini, sampai kapanpun dia tetap akan menjadi milikku,
Read more
249. Mendesak Mas Bara
“Ayo Mas, cepetan bilang!” Aku mulai mendesak dengan tak sabar dan aku malah merutuki karena kalimatku seperti terdengar manja nan mendayu. Selalu saja aku tak mampu mempertahankan ketegasanku di hadapan pria yang seharusnya aku hukum dengan sangat keras dengan segala pengabaian yang terlalu layak untuk dia dapatkan setelah apa yang sudah dia lakukan dengan menyembunyikan fakta tentang apa yang sudah dilakukannya pada bapakku. Mendengarku berbicara dengan nada yang terkesan manja itu, Mas Bara malah mendekatiku. Tapi aku kembali menjauh enggan untuk menerima sentuhannya lagi. Aku harus mempertahankan ketegasanku agar dia tak lagi bisa mempermainkan aku seperti sebelumnya di mana aku selalu berada di dalam kuasanya. “Desa ini hanya desa kecil berita sekecil apapun akan selalu mudah didengar, hanya orang-orang yang menutup telinga dan tak mau tahu saja yang tidak
Read more
250. Alasan Mas Bara
Mas Bara kini malah mengulas senyumnya saat mendengarku mencecarnya. “Bukankah tadi aku sempat mengatakannya padamu?” Aku memilih termangu sembari menarik nafas panjang. Tapi Mas Bara kemudian malah menatapku dengan sorot matanya yang lebih lembut. “Rin, Yuni adalah salah alasan terbesarku untuk mencegahmu datang ke desa ini.” Ketika mendengar kata-kata Mas Bara yang menjadi sangat serius, aku segera memberikan perhatian padanya. “Dia terlalu licik untuk kamu hadapi dengan segala kepolosan kamu ini.” Aku mengernyit jengah meski hatiku juga dihinggapi rasa ingin tahu tentang kakak iparku yang selama ini sudah mengubah Mas Rahmat menjadi pribadi yang sangat egois dan tak pernah lagi peduli dengan keluarganya. “Asal kamu tahu, dia dulu bahkan pernah berusaha merayuku dengan sanga
Read more
PREV
1
...
232425262728
DMCA.com Protection Status