All Chapters of Pelangkah Tanpa Syarat : Chapter 21 - Chapter 30
82 Chapters
Masa Kecil Kita
“Dek! Kita, kan, pernah ketemu waktu pesta pernikahannya Abid ... waktu itu kamu juga bilang kalau istrinya Abid itu adikmu, berarti kamu ini anaknya Pak Ananto?” Tiba-tiba pertanyaan Mas Ragil berubah menjadi semakin menyebalkan. Namun, aku memilih diam, daripada harus menjawab pertanyaan konyol itu. Aku tidak mungkin mengatakan iya ataupun tidak, karena aku seperti makan buah simalakama. Kalau aku berkata iya, maka bisa jadi Mas Ragil akan mengatakan hal itu kepada bapak. Seandainya bapak tahu bahwa, Mas Ragil adalah tetanggaku, tentu akan segera menjodohkan aku dengan laki-laki itu. Sebaliknya kalau aku mengatakan tidak, itu artinya aku berbohong. Akhirnya aku matikan saja telepon itu. Males banget dengerinnya. Mas Ragil melakukan panggilan kembali, tapi aku abaikan. Bahkan, saat ia mengirim pesan pun tidak aku baca. Aku memilih untuk tidur saja, ibadah sudah aku tunaikan semua. Pada keesokan paginya, aku baru membuka telepon genggam, setelah selesai salat dan bersiap-siap. Aku
Read more
Ingat Masa Lalu Atau Tidak
“Abid?” kataku terkejut, seketika hatiku waspada dan jantungku seperti bertambah detakannya. “Mbak Mina! Baru saja saya mau mengetuk pintu!” katanya gugup.“Ada apa, ya? Kok, tumben ke sini, mana Linda?” aku bertanya setelah berhasil menguasai keterkejutanku. Kulewati Abid di pintu dan menyimpan ember pakaian di dekat jemuran baja yang kuletakkan persis di depan jendela kamarku.“Ada, lagi di restoran yang di Prapatan jalan!”“Oh kenapa nggak ikut ke sini?”“Katanya mau ngajakin Mbak Mina pulang--kalau mau, dia tadi masih pesan makanan buat dibawa ke rumah ibu! Dia minta aku ke sini soalnya mau telepon tadi HP-nya ketinggalan!”“Oh gitu, tapi aku baru beres nyuci dan belum mandi, nanti aja lah, kapan-kapan aku pulang! Eh, Linda baik-baik saja kan?”“Ya, baik, Mbak! Alhamdulillah dia pulang itu karena mau ngomong ke ibu kalau dia sekarang sedang hamil!”“Alhamdulillah! Jadi, sakit kemarin itu karena ngidam?”“Ya mungkin begitu!”“Ya, sudah! Kalau begitu kamu nggak usah nun
Read more
Mutiara Asli
“Dek Mina nggak ingat sama sekali, soal masa kecil kita?” tanyanya, terlihat tidak puas dengan jawaban dan sikapku.“Masa kecil yang mana? Sudahlah Mas, nggak usah dibahas, itu masa lalu! Lagian, kejadian masa kecil itu kan banyak sekali nggak mungkin semuanya aku ingat!” Aku menutup pintu rapat-rapat, Setelah selesai bicara dan tak lupa menguncinya. Aku berniat tidur lagi menikmati waktu liburanku, mumpung hari masih tergolong pagi.Sebelum aku tidur, sempat kudengar telepon genggam di meja kecilku berbunyi, itu suara notifikasi. Mungkin, ada pesan masuk, tapi kuabaikan.Nanti sajalah menjawabnya.Aku terbangun ketika adzan zuhur terdengar di telinga dari arah masjid yang tidak jauh dari kontrakanku berada. Lalu, aku ke kamar mandi untuk menyelesaikan hajatku sekaligus berwudhu. Setelah salat dzuhur, barulah aku melihat beberapa pesan yang masuk tadi. Salah satunya dari Linda, ada juga dari Mas Ragil.Linda menyampaikan kekecewaannya, melalui nomor Abid—suaminya, karena aku ti
Read more
POV Author
POV Author Ragil menatap gadis yang masih memakai mukena itu berlalu dari hadapannya. Ia tidak bisa mencegah karena merasa tidak berhak untuk memaksa untuk tetap tinggal. Meskipun dalam hati ia masih ingin berbincang-bincang dengannya. Pria itu bersyukur jika akhirnya, Mina mau membawa kerang mutiara yang sengaja ia berikan padanya itu pulang. Benda itu adalah bukti kebersamaan masa kecil mereka yang pernah ada. Ia begitu terkesan, sebagai anak kota yang baru pertama kali menetap di kampung untuk waktu yang cukup lama. Ia mengenal Mina sebagai gadis desa yang masih sama-sama duduk di sekolah dasar dan menjadi teman akrab satu-satunya di sana.Gadis itu agak lamban berpikir ketika diajaknya bicara dan bisa menjawab pertanyaannya. Namun, gerakannya sangat cepat ketika ia mencari kerang-kerang air tawar itu di sungai. Mina mendapat begitu banyak, sedangkan Ragil hanya dapat beberapa biji saja.Bukan hanya itu kenangannya bersama Mina, awalnya Ia tidak menyangka kalau gadis itu san
Read more
POV Author
Ragil merahasiakan siapa sebenarnya dirinya, di hadapan semua tetangganya termasuk Mina. Ia tidak mengatakan jika dirinya adalah, seorang yang sukses bertani dan berkebun. Jadi, isu dan hal negatif tentang dirinya pun merebak begitu saja, di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Meskipun begitu, ia tidak ambil pusing.Namun ia sering melihat Mina yang selalu mencuriga kepadanya, terlihat jelas dari sikap kewaspadaannya. Walaupun informasi yang ia dapatkan tentang Mina tidaklah bagus, tapi ia tetaplah lapang dada. Ia mendengar bahwa, Mina termasuk anak yang bodoh di kelas. Namun, dalam kehidupan seperti sekarang ini, Mina begitu realistis dan terlihat pintar di matanya. Ragil pernah berpikir bagaimana seandainya wanita itu menjadi istrinya kelak. Ia akan menerima apa pun, kekurangan Mina dan tidak akan menganggap serius omongan orang tentang Mina yang miring.Saat Mina kecelakaan, ia sangat panik dan dengan tergesa-gesa membawanya ke rumah sakit. Tanpa menunggu konfirmasi atau pers
Read more
Ingat Ismawati
Aku membiarkan Bu Kokom terus berceloteh selama menempati langkahku sampai di depan pintu. Dia terus saja mengungkapkan rasa penasarannya, kenapa aku menemui laki-laki itu. Dia juga mengatakan pikiran pribadinya tentang sosok Mas Ragil, yang ingin aku memahaminya seperti apa yang dia pahami. Setelah ia selesai bicara, aku berbalik dan menatapnya penuh dengan senyuman.“Bu, apa tidak bisa kalau tidak mengurus urusan orang sebentar saja? Jadi, apa yang jadi urusan saya dan Mas Ragil biarlah tetap menjadi urusan kami berdua, tidak perlu ibu mencampurinya kecuali, Bu Kokom memang terlibat! Kalau memang Ibu ingin tahu ada urusan apa saya dengan mas Ragil, maka jawaban saya adalah, Saya tidak punya urusan apa-apa!”Aku kira ucapan formalku bisa diterima dengan baik hingga dia mengerti tapi nyatanya tidak karena Bu Kokom kembali bertanya.“Kalau tidak punya urusan apa-apa tidak mungkin Mbak Mina deketin Mas Ragil sampai bela-belain datang ke tempatnya! Iya, kan?”“Kan, sudah saya bilang
Read more
Suasana Menegangkan
“Abid kamu kenapa?” kata ibu sambil menoleh ke belakangnya. “Ada apa ya, Buk?” tanyaku heran.Aku mencoba menanyakan kegaduhan yang terjadi di belakang layar, di dekat Ibu dan Linda yang menurutku, mereka duduk di ruang tamu yang tidak jauh dari ruang tengah. Kemungkinan Abid sedang berada di sana dan tentu saja dia bisa mendengar apa yang kami bicarakan. Namun, aku tidak mendapatkan jawaban dari rasa penasaranku, karena layar telepon ibuku tiba-tiba saja padam.Mungkin saja suara pecahan gelas yang kudengar itu cukup berantakan sehingga membuat Ibuku kerepotan. Aku tidak berusaha melakukan panggilan kembali karena aku pikir mereka sedang sibuk membereskan kekacauan yang dilakukan oleh Abid.Aku menyambungkan telepon ke pengisi daya, lalu berniat untuk mengangkat jemuranku yang aku pikir sudah mulai kering. Saat aku melakukannya, kulihat beberapa ibu-ibu sedang duduk berkerumun di depan rumah Teh Nena. Aku mendengar suara mereka berbicara cukup keras seolah memang sengaja agar ak
Read more
Sakit Kepala
“Kenapa berhenti di sini, Bid?” tanyaku sambil menetapnya dengan tajam.Aku berusaha mengalahkan rasa takutku sendiri.“Saya mau bicara sama Mbak Mina dari hati ke hati!” katanya.“Eh, apa maksudnya ini, apa kamu punya masalah sama Mbak sebelumnya?”“Bisa dibilang begitu, Mbak! Kalau memang benar Mbak ini kenal sama Ismawati, saya mau dengar gimana kisah kematiannya dulu menurut ingatan Mbak Mina?” tanyanya lagi, dengan wajah serius, tatapannya yang tajam terarah tepat ke mataku.“Kamu kenal juga ya, sama dia?” tanyaku heran.“Terus terang, Mbak, saya dulu pernah jadi pacarnya!”Tiba-tiba kepalaku pusing sekali, seperti ada sesuatu yang menolak untuk kuingat tentang Ismawati, dan nama Samarcandra selalu muncul secara bersamaan di otakku. Aku memikirkan nama belakang Abid itu, memang terasa aneh dalam ingatanku, tapi aku sendiri tidak tahu apa hubungannya dengan itu. “Oh, eh, apa? Kamu pernah jadi pacarnya? Tapi kok, aku nggak tahu?”“Mbak Mina dulu akrab nggak sama dia?”“
Read more
Ketahuan Bohong
Selain pesan dari mas Ragil ada juga pesan lain dari Abid yang mengatakan sesuatu hal yang aneh. Dia terus saja mendesak ku untuk mengingat sesuatu yang berhubungan dengan Ismawati dan kematiannya waktu itu.Aku mengabaikan pesannya.Hari itu aku melakukan aktivitas seperti biasanya dan di sela-sela istirahat, aku menelepon ibu.Aku menanyakan apa yang aku alami setelah mengucapkan salam.“Buk, apa ibu ingat tentang kejadian Ismawati dan apa yang terjadi kepadaku waktu dia meninggal waktu itu, Buk?”“Kenapa tiba-tiba kamu tanya soal itu?”“Nggak apa, Buk, cuman pengen tanya aja!”“Sudah ibu bilang dari dulu, tidak usah mengingat soal Ismawati!” suara ibu membentakku begitu keras dan ucapannya itu justru membuatku semakin takut.“Tahu nggak, yang bikin kamu bodoh itu karena kamu itu ingat kejadian soal Ismawati! Mina, awas kalau kamu ingat lagi soal itu, ibu nggak bisa ngakuin kamu jadi anakku!” kata perempuan yang sudah melahirkan aku itu dan langsung menutup teleponnya.“Dih
Read more
Rambut Adalah Mahkota
“Aku itu udah nanya berulang kali sama Mina, dia bilang nggak kenal sama Ragil, ya dia jawabnya nggak kenal sama kamu, Gil!” kata bapak. Aduh bapak, malu-maluin aku!Aku melihat ke arah bapak dan mas Ragil secara bergantian, bapak menatapku dengan kesal sedangkan mas Ragil menatapku melotot.Aku diam saja meninggalkan mereka dan membuka rumahku sendiri, lalu menggelar karpet untuk bapak.Kulihat Mas Ragil kembali masuk ke petakannya sendiri. Bapak mengikuti dan kembali melirik ke arahku dengan sudut mata yang sinis, sedangkan Teh Mela pulang ke rumahnya sendiri, setelah berpamitan pada Bapak.Pakde Surya juga ikut masuk dan duduk di samping bapak aku menyediakan dua gelas kopi.“Gak usah bikin kopi, tadi juga udah ngopi di tempat Ragil!” kata bapak dan pakde Yusro hampir bersamaan.Aku langsung saja bicara pada permasalahannya, mengingat hari sudah semakin sore dan sepertinya pakde Yusro mau pulang. Aku tidak mungkin menahan mereka lebih lama.“Bapak itu jangan salah paham
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status