Semua Bab Pelangkah Tanpa Syarat : Bab 31 - Bab 40
82 Bab
Mimpi Yang Seperti Nyata
Hidup memang tak pernah akan sesuai dengan kehendak kita sebab diri kita saja bukanlah milik kita seutuhnya. Hakikatnya hidup milik Allah, segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali pada-Nya, pula.Aku memikirkan hidupku sambil berjalan ke arah pintu untuk melihat siapa gerangan yang mengetuknya. Dari balik tirai jendela aku mengintip dan kulihat Abid berdiri di sana.“Ada apa Abid ke sini malam-malam begini?” aku bergumam seorang diri.Tiba-tiba hatiku berdebar kencang, rasa takut menghampiriku. Aku bersandar di dinding sambil mengelus dada mencoba menenangkan debarannya. Nama Tuhan kusebut secara berulang dan aku kembali ke kamar dengan langkah yang gemetar. Aku tidak akan membukakan pintu untuk pria itu.Dari dalam aku mendengar seseorang bicara pada Abid, dan kembali kuintip dari balik tirai, ternyata ada Mas Ragil. Lalu, dua pria itu bicara di sana, tapi aku tidak bisa mendengar pembicaraan mereka.Aku segera mematikan telepon genggam agar Abid atau siapa pun tidak b
Baca selengkapnya
Perjodohan Kita
“Eh, eh, Mas! Lepasin! Sembarangan aja pegang-pegang tangan anak orang!” Aku berkata dengan tegas menolak kelakuan Mas Ragil yang seenaknya.Namun, pria itu tidak mengatakan apa pun dan terus menggiring langkahku, menuju motor antik pinjaman yang sering di bawanya. Aku mengambil helm yang dia sodorkan dan segera kukenakan setelah naik ke atas motor itu. Memangnya dia mau ke mana, sih? Hatiku bertanya-tanya karena pria itu mengarahkan kendaraan ke jalan yang berlawanan dengan arah pulangku.Pantesan aja ribet banget pake helm segala, ternyata Mas Ragil membawa kendaraannya ke sebuah restoran yang cukup jauh dari pabrik. Namun, aku tidak banyak bertanya agar semua urusan segera selesai.Dia melepaskan helm setelah turun begitu juga aku, lalu dia lagi-lagi menggamit tanganku sambil berjalan masuk. Tentu aku segera menepisnya hingga terlepas. Aku dan Mas Ragil mirip pasangan yang sedang bertengkar.“Mau ngapain ke sini?” tanyaku setelah kamu duduk secara berhadapan di salah satu mej
Baca selengkapnya
Obrolan Bapak dan Ibu
“Dulu, waktu kita masih kecil umur pertemanan kita Cuma sebentar dan masa kecil kita sudah selesai, tapi sekarang pertemanan dewasa kita baru saja di mulai!” kata Mas Ragil memberi makna tersirat padaku.“Apa maksudnya? Aku nggak ngerti!”“Habisin makanannya, lagian kamu gak perlu ngerti!” kata Mas Ragil sebelum menghabiskan air minum di gelasnya.Aku menurutinya untuk menghabiskan makanan dipiringku, sedangkan dia sendiri pergi entah ke mana dia tidak mengatakannya. Aku baru tahu ke mana Mas Ragil pergi setelah aku selesai makan, ternyata dia ke kasir untuk membayar makanan. Pelayan memberi Mas Ragil kwitansi setelah dia kembali menempati kursi yang tadi dia duduki.“Aku sebenarnya agak nggak percaya tentang ucapan Pak Anan waktu itu!” kata Mas Ragil sambil mengusap kedua telapak tangannya. Rupanya dia masih mau membicarakan hal yang tidak kusukai itu.“Memang Bapak bilang apa waktu itu?”“Dia awalnya cuman bilang, kalau anak perempuannya juga ngontrak di sekitar tempat kontr
Baca selengkapnya
Kilas Balik 1
Akhirnya aku memasuki rumah setelah selesai melepas sepatu dan langsung ke kamar ibu yang tidak tertutup itu.Aku maklum jika mereka membiarkan pintu terbuka begitu saja, karena mereka hanya tinggal berdua dan merasa tidak ada orang lain, selain mereka.Tentu saja kemudian mereka terkejut saat melihatku sudah berdiri di depan pintu. Aku melihat keduanya melotot, karena mungkin tidak percaya kalau aku tengah mendengarkan pembicaraan mereka.“Mina?” kata bapak dan ibu hampir bersamaan.“Apa kamu sudah pulang dari tadi? Kenapa nggak salam dulu, sih? Nggak sopan!” kata ibuku protes.“Mina sudah salam!” sahutku tegas, aku memang sudah mengucapkan salam tapi hanya dalam hati. Kalau aku mengucapkan salam, ya pasti mereka tidak akan melanjutkan ucapannya tadi.“Kok Bapak nggak denger?” kata bapak sambil merapikan sarungnya karena mau berangkat sholat magrib di mushola.Aku diam dan hanya terus menatap kedua orang tuaku itu penuh rasa penasaran. Aku sengaja pulang karena ingin menyelidi
Baca selengkapnya
Kilas Balik 2
“Ayo! Kita pulang ke rumahmu sekarang!” Aku membawanya sampai di rumah, dan bertemu dengan tetangga Ismawati dan menjawab pertanyaan wanita itu seperlunya saja. Setelah itu aku menidurkannya di kamarnya. Aku menunggu ibunya, tapi karena tidak kunjung datang dan aku harus pergi mengaji, aku memutuskan untuk meninggalkannya setelah memastikan dia baik-baik saja.“Is, nggak apa kan, kalau aku pergi sekarang, sebelum ibumu pulang?”Ismawati hanya mengangguk lemah.“Mungkin sebentar lagi Ibumu pulang!”Ismawati mengangguk lagi.Aku pergi ke mushola, setelah menutup pintu rumah Ismawati begitu saja. Saat berjalan, aku melihat sebuah mobil berhenti tidak jauh dari rumah Ismawati dan aku sadar, orang yang ada di dalamnya tengah memperhatikan aku di balik kaca mata hitamnya. Namun, karena takut dan waspada, aku pun lari sekuat tenaga untuk segera sampai ke mushola.Begitu aku pulang, ibu bertanya seperti seorang polisi menginterogasi tersangka. Setelah aku selesai cerita, dia membawaku
Baca selengkapnya
Si Lestari Yang Hilang
“Jangan berpikir buruk soal maksud Ibuk!” kata Ibuku.Aku diam saja, tapi bapak yang melanjutkan bicara.“Maksud Bapak sama Ibumu ini bagus, Mina. Bukannya nggak sayang sama kamu, tapi justru seperti itulah ungkapan sayang yang bisa bapak berikan buat kamu, menikah dengan Ragil adalah jalan terbaik buat kesempurnaan jalan hidupmu!”“Bapak yakin, dia yang terbaik buat Mina?”Bapak mengangguk, “Coba kamu ingat lagi, perjalananmu kerja sampai pindah ke tempat kost itu, apa itu bukan isyarat kalau ... bisa jadi dia memang jodohmu!”“Masa?”“Ragil itu pernah ngasih sayuran ke Ibuk loh, Pak! Waktu ke sana sama Linda dan Landu!” kata ibu.Bapak mengangguk, “Dia juga yang bantuin kamu waktu sakit dan kecelakaan, kurang baik apa coba dia?”“Eh, bisa jadi dia baik buat mancing Mina biar suka sama dia?”“Lah, apa salahnya? Nggak salah mancing perasaan calon istri biar jatuh cinta!” kata Bapak.“Ih, Bapak bisa aja, gimana kalau sudah jadi istrinya terus dia nggak baik lagi sama Mina?”
Baca selengkapnya
Bersaing Dengan Ayam
“Nah! Di sini kamu rupanya!” kata Mas Ragil sambil menangkap ayam jantan itu dan memeluk serta mengelus kepalanya.Astaghfirullah! Aku menatapnya tak percaya, ternyata, seperti ini dia memperlakukan ayamnya.Itu artinya, kalau aku jadi istrinya, maka harus bersaing dengan ayam untuk mendapatkan perhatian darinya? Tiba-tiba aku merinding, seolah ada hantu yang kebetulan lewat dan menunjukkan wujud aslinya.“Awas!” seruku padanya, sambil mendorong tubuh Mas Ragil yang masih berdiri di dekat pintu, lalu menutupnya dengan keras. Brak!Sempat kulihat ada beberapa kotoran ayam di lantai.Aku menguncinya dengan menyembunyikan rasa kesal, dan pergi tanpa permisi, pada laki-laki yang sudah membuat mood-ku buruk di pagi hari ini. Rasanya tidak rela, kalau aku harus menjadi saingan ayam nantinya. Jadi, aku harus menunjukkan sikap tidak sukaku dengan jelas padanya sekarang, sebelum semuanya terlambat.Anehnya, aku tidak sadar kalau ada binatang bersembunyi di rumahku. Aneh juga kenapa
Baca selengkapnya
Dunia Yang Terasa Sempit
Hari ini aku dikejutkan dengan kedatangan seseorang dikontrakan dan mengganggu hari liburku. Seharusnya aku menikmati waktu tidur siangku yang nyenyak, tapi orang yang mengetuk pintu itu begitu menjengkelkan.“Awas kalau itu Mas Ragil! Aku langsung tutup lagi pintunya!” aku menggerutu sambil meninggalkan tempat tidur dan memakai kerudung.Sudah senang aku tidak melihat batang hidung laki-laki itu selama beberapa hari, sejak insiden ayam Lestari yang hilang. Eh, sekarang menggangguku waktu masih tidur siang.“Katanya calon suami tercinta, harusnya ngerti kalau sekarang waktunya tidur siang calon istrinya!” aku masih mengomel sambil memutar kunci.Begitu pintu kontrakanku terbuka, aku dibuat heran dengan laki-laki gagah yang berdiri sambil menyunggingkan senyuman manisnya. Sontak saja aku berpikir keras, dan bertanya dalam hati, siapa laki-laki ini?Pasti alisku berkerut karena alam pikiranku yang cetek tidak mampu mengingatnya.“Maaf, benar ini kamu, Minari, kan?” katanya dengan
Baca selengkapnya
Cinta Pertamaku
“Abid beruntung, bisa nikah sama adikmu, Linda!” kata Firman lagi, dan aku mengangguk tanda setuju dengan ucapannya itu, sebab Linda adalah adik kandungku.“Iya, kamu benar! Mereka pasangan yang serasi! Nggak kayak aku, sampai sekarang belum ada yang mau!” Aku berseloroh demi membuka pembicaraan lainnya.Firman tertawa kecil dan dia menggelengkan kepalanya sambil menatapku dengan tatapan yang sulit kualihkan. Dia seperti menggoda imanku untuk mengingat masa lalu yang menyedihkan.Haruskah aku ungkit sekarang tentang bagaimana ia dulu pernah menyakitiku. Ia memberikan harapan setinggi langit tapi kemudian aku dihempaskan dengan sangat keras ke dasar bumi. Rasanya perih di ulu hati dan itulah kali pertama aku merasakan sakit, karena patah hati.Dia pergi tanpa permisi dari rumah, saat aku izin ke kamar mandi, padahal kedatangannya ke rumah waktu itu jelas ingin melamarku.Waktu itu aku terima keinginannya untuk melamar, walau belum lama aku dan dia pacaran—yaitu menjelang kelulusan
Baca selengkapnya
Hujan Dan Alasan
“Mina! Tapi, kamu cinta pertamaku!” kata Firman berusaha meyakinkan aku soal perasaannya.“Cinta pertama itu nggak bisa jamin untuk cinta jadi terakhirmu, Fir! Apalagi perasaan kita hanyalah masa di mana kita masih remaja dulu, aku yakin kamu sudah beberapa kali pula jatuh cinta!” aku menukas ucapan Firman yang menurutku konyol itu.Memangnya siapa yang menjamin dia akan menjadikan aku sebagai cinta terakhir dan istri satu-satunya? Bukankah masih banyak kemungkinan terjadi setelah menikah? Lagi pula, tidak ada yang tahu soal takdir manusia dalam pernikahannya, apakah pasti bisa hidup bahagia bersama sampai tua dan tutup usia. Rasanya aku sulit mempercayainya. Mengingat aku tidak benar-benar mengenal Firman, meski kami pernah punya hubungan asmara.Masa lalu memang menjadi bukti adanya masa sekarang, tetapi bukan berarti boleh diungkit terus-terusan, apalagi kalau hanya untuk mengungkapkan sebuah penderitaan. Aku tidak bisa menerima perasaan Firman kembali padaku. Walaupun, aku dan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234569
DMCA.com Protection Status