Semua Bab Pelangkah Tanpa Syarat : Bab 11 - Bab 20
82 Bab
Kembali Ke Kontrakan
“Maaf, saya tidak tahu! Ada apa ya Mbak?” lagi-lagi Abid balik bertanya.“Nggak apa-apa, kayaknya saya salah orang!”“Sudah, sudah! Biar adikmu pulang, kamu ini malah tanya yang bukan-bukan!” Ibu berkata sambil melambaikan tangannya pada Linda dan Abid, isyarat untuk mengabaikanku.Mereka lantas berpamitan, tapi masih kurasakan tatapan Abid yang tajam ke arahku. “Mina, gimana sekarang kepalamu?” tanya bapak dengan wajah yang khawatir.“Alhamdulillah, Pak. Kepalaku masih nempel di leher!”“Hus! Kamu ini selalu saja kalau ngomong sama orang tua nggak pake otak!” kata ibuku sambil menepuk kakiku karena beliau duduk di ujung tempat tidur sedangkan bapak duduk di kursi sebelahku.Aku duduk bersandar di kepala brankar rumah sakit yang sudah di setel oleh Linda tadi, sebelum pergi. Melihat bapak dan ibu berada di dekatku, membuat hatiku bahagia. Namun, hal yang mengganjal adalah kebersamaan kami karena harus menungguku di rumah sakit. Kalau aku melihat bapak, beliau adalah laki-lak
Baca selengkapnya
Pria Yang Menunggu
“Siapa, ya?” tanyaku dari dalam kamar, pada orang yang menggangguku. Berhubung tidak ada jawaban, aku memaksakan diri ke luar dengan menyeret langkah malas.“Mbak Mina, ini saya!”Aku mendengar Teh Mela bicara tepat saat aku sudah berdiri di depan pintu dan bersiap untuk membukanya.“Ada apa, Teh?” Langsung saja aku bertanya, karena sedang tidak ingin basa nasi dengan siapa pun juga.“Alhamdulillah, Mbak Mina sudah pulang beneran, aku cuma mastiin aja, kok! Soalnya tadi kayak liat ada orang di kontrakan!”Cuma mastiin aja semuamu! Aku lagi pusing, tahu?“Lah, memangnya lagi pada ke mana?” tanyaku penasaran.“Acara tujuh bulanan anak Bu RT, mau punya cucu baru dia!”“Oh, pantas saja sepi kontrakannya, ya sudah, kalau gitu saya mau tidur lagi!” kataku, hendak menutup pintu. Namun, tiba-tiba aku teringat tentang baju yang pernah kupakai di rumah sakit. Ditambah soal nomor telepon nyasar di smartphoneku, dia tersangka utamanya. Jadi, aku memanggil Teh Mela lagi.“Teh, baju yang s
Baca selengkapnya
Pesannya Yang Menghiburku
“Kamu tadi tanya apa?” katanya setelah motor berhenti di sisi jalan.Aku turun dan berdiri di sampingnya sedangkan dia masih duduk tenang di atas motor yang entah punya siapa. Aku tidak pernah melihat motor itu di kontrakan, tapi mungkin saja punya suami teh Mela. Dia sepertinya sudah biasa pakai barang punya pemilik kontrakannya. Aneh.“Siapa yang sudah bayar biaya rumah sakitku?” Mas Ragil tidak menjawab, dan tetap duduk tenang di atas motor dalam diam. Dia mendengarkan semua ocehanku tentang balas budi, berbuat baik dan sedekah, tanpa memotong kalimatku sedikit pun. Menurutku, semua perbuatan baik itu jelas ada kaitannya dengan apa yang aku tanyakan. Bukan hanya tentang balas budi sebenarnya, tetapi sebagai manusia dan punya hati nurani, setidak-tidaknya bisa berbuat hal yang sama, seperti orang yang sudah berbuat baik itu. “Coba pikir, nggak ada salahnya kan?”Itu pertanyaan terakhirku dan dia tetap saja tidak bicara, seolah dia menganggapku seorang pembicara dan dia adalah
Baca selengkapnya
Pertemuan Tak Terduga
“Mbak Mina, sudah siap?” kata Linda yang saat itu sudah siap dengan riasan pengantin dan gaunnya yang luar biasa.“Eh, iya, sudah!” Aku menjawabnya gugup, aku takjub sekaligus cemburu dengan pakaian pengantin itu, tapi dia adikku yang cantik. Jadi wajar kalau ada pria seperti Abid mencintainya. Aku baru tahu kalau ia adalah direktur di perusahaan keluarganya, yang ternama.Aku harus kuat, kan? Siapa sih, yang tidak mau dinikahi laki-laki mapan, kaya dan tampan seperti dia?“Maasyaallah, cantik sekali kamu, Lin?” aku berkata spontan sambil memeluknya.“Ah, Mbak Mina juga cantik, ayo! Mbak, kita berangkat sebelum acaranya di mulai!”“iya, ayo!” aku berkata sambil menggandeng tangan Linda. Landu mengikuti di belakangku. Dia juga sangat tampan dengan stelan jas putihnya.Linda tampak berjalan kesusahan dengan pakaian yang pas di badan itu, saat hendak memasuki mobil yang menjemput kami menuju gedung resepsi.Maklumlah, gedung yang di sewa keluarga untuk ijab kabul dan pesta, bukan
Baca selengkapnya
Kenangan Masa Lalu
Aku ragu, apakah harus menjawabnya jujur atau tidak, dan aku memutuskan untuk mengabaikan semua pesan itu.“Mas Ragil, maafkan aku!” gumamku dalam hati.“Dari mana saja kamu Mina!” tanya bapak yang tiba-tiba berdiri di sampingku, entah bagaimana beliau bisa ada di sini. Aku sampai terkejut dan celingukkan ke kanan dan ke kiri. Hatiku lega dan bersyukur karena tidak melihat Mas Ragil di sekitarku.“Astagfirullah, Bapak ngagetin Mina aja! Bapak sendiri dari mana?”“Dari toilet!”“Sama, Mina juga dari sana!”“Alhamdulillah, Bapak kira kamu kabur karena nggak kuat lihat pesta adikmu yang sudah bahagia!” Bapak berkata sambil merengkuh bahuku.Aku tersenyum menanggapinya, “Bapak kira aku nggak bahagia, gitu?”“Kamu pasti bahagia melihat adikmu bahagia juga ... Mina, Bapak bangga padamu, Nduk!”“Mina juga bangga sama Bapak!”Aku bahagia karena Bapak begitu pengertian padaku. Namun berbeda dengan ibu, yang sejak aku pulang sampai hari ini ia mendiamkanku. Beliau tidak banyak bicara
Baca selengkapnya
Sepenggal Masa Lalu
*Apa sih maksud Ibuk ini, memangnya Ibu kira aku sebodoh apa?”“Wah pinter jawab, Mina sekarang, Pak!” kata ibu sambil melirik pada bapak. Laki-laki itu asyik menonton televisi yang menayangkan siaran langsung, sepak bola dari dua klub bola terkenal di dunia.“Alhamdulillah!” jawab bapak datar.“Kenapa kamu ngeliatin kamar Linda terus, jangan mikir yang macam-macam ... soalnya Ibu tahu, kamu nggak bakal kepikiran ke sana!” kata Ibuk lagi.“Kepikiran ke mana memangnya?”Aku kesal, Ibu sudah lama tidak menegurku dan seolah-olah sudah berubah. Namun, perubahan itu hanya terjadi selama pernikahan dua adikku dan, sekarang ibu kembali seperti dulu. Sebenarnya aku bersyukur, tetapi tetap saja perasaanku jadi sedih begini. “Ya, mana Ibu tahu pikiran yang ada di otakmu itu!”“Alhamdulillah! Pak, Ibu tahu aku punya pikiran di otak!”“Hus! Semua manusia yang hidup normal itu pasti punya otak dan pikiran ... itu salah satu kelebihan yang diberikan Allah pada manusia, yaitu memiliki akal!
Baca selengkapnya
Pesan Yang Kuabaikan
“Ya, Maafkan Mina sekali lagi, ya, Buk!” Aku benar-benar mengharapkan maaf dari ibuku karena dia aku bisa melanjutkan hidupku. Apa pun kekurangannya, kedua orang tua tetap harus aku hormati dan taati. “Tidak bisa!” teriak Bapak dari balik pintu yang terbuka separuh, karena laki-laki itu hendak masuk. “Bapak sudah pulang dari masjid?” tanyaku heran. Perasaanku baru sebentar Bapak ke luar, tapi sekarang sudah ada di rumah lagi. “Sebentar apanya, kalian ini asyik ngobrol, mana tahu kalau lupa waktu!” “Astagfirullah!” Aku berkata sambil beringsut dari memeluk ibu dan turun dari tempat tidur. “Terus, apa maksud Bapak bilang tidak bisa?” tanya ibu, yang ikut turun dari ranjangnya untuk sholat juga. “Ya, tidak bisa dimaafkan kalau tidak sholat!” kata Bapak, membuat aku dan ibu cemberut. Aku menghapus sisa air mata agar benar-benar kering, tidak mungkin aku keluar sambil menunjukkan kesedihan. Malu. Setelah itu aku baru pergi ke kamar untuk sholat magrib. Saat itulah kulihat Linda berd
Baca selengkapnya
Berangkat Bareng
Ini juga maksudnya apa coba? Akhirnya aku membaca semua pesannya kemarin dari awal. Ternyata dia mengirim makanan dan menyimpannya di depan pintu petakanku. Ada-ada saja! Aku keluar rumah setelah selesai membaca semua pesan, dan membalas satu persatu pertanyaan adik-adikku. Sepertinya mereka membicarakanku di belakangku, karena mendengar cerita ibu tadi malam. Aku kira pasti Linda yang menyampaikannya pada Landu. Kalau Linda tidak mendengar dan membicarakannya dengan saudara kembarnya, tidak mungkin mereka bisa menulis pertanyaan aneh itu kepadaku. Saat aku membuka pintu, kulihat ada kantong kresek warna putih yang tergantung di pegangannya. Aku langsung mengambilnya, setelah menyibakkan mukenaku yang panjang hingga menutupi tangan. Ternyata di dalamnya berisi makanan, sebelum masuk ku cium aroma bungkusan di dalam kantong kresek itu, sambil menoleh ke kanan ke kiri. Untungnya tidak ada orang, kecuali dia! Aku sedikit terkejut ketika melihat laki-laki itu berdiri sambil menatap
Baca selengkapnya
Tatapan Mata Tajam
“Dek Mina! Siapa mereka?” Baik bener mereka!” Tiba-tiba sebuah suara mengejutkanku. Aku pun menoleh dan kulihat Mas Ragil berdiri di samping motor pinjaman itu lagi.Kenapa dia bisa ada di sini pagi-pagi begini, tapi aku tidak perlu menanyakan keheranan itu padanya.Lagi pula, apa urusannya menanyakan siapa yang mengantarku. Tidak ada sama sekali.“Bukan siapa-siapa!” Aku menjawabku ketus. Kesel sih, soalnya dia sok perhatian sekali.“Alhamdulillah! Ada orang baik seperti mereka yang mau nganterin kamu ke sini!”“Ya, Mas! Alhamdulillah!” jawabku bersyukur. Memangnya dikira cuman dia aja yang baik dan mau nganterin aku.“Tapi kok yang perempuan mirip kamu, ya!”“Iyalah, dia adikku dan suaminya! Puas?”Mendengar jawabanku itu mas Ragil menyeringai.“Jadi adikmu sudah nikah? Terus kamu kapan? Ayo! Cepat nyusul, mumpung ada yang nganggur, nih!” katanya sambil merapikan kerah kemejanya.Aku tidak menjawab pertanyaannya dan hanya melengos. Apa maksudnya, coba? Aku tidak butuh pe
Baca selengkapnya
Cerita Tentang Abid
“Memangnya dia kenapa sih, Mas?” tanyaku heran dengan reaksinya barusan.Pada saat itu perjalanan sudah tiba sampai di pabrik, mas Ragil menepikan motornya dan aku pun turun. Lalu, dia berkata, “Kamu Meu tahu soal Abid? Nanti deh, kalau kamu pulang baru kita ngobrol, asal kamu nggak lembur dan pulang malam!” Dia terlihat lebih mengancam diriku.Mendengar permintaannya itu aku merasa dia itu sok ngatur, apa urusannya tidak suka aku pulang malam? Tentu aku tidak terima karena tidak ada hubungan apa pun di antara aku dan dirinya.Aku menggelengkan kepala dan berjalan melewatinya seraya berkata, “Ya, terserah aku, lah, mau lembur apa enggak!”Aku tidak mendengar lagi panggilan atau tanggapan Mas Ragil atas ucapanku dan aku tidak menoleh lagi padanya. Bahkan, aku tidak tahu apakah dia tetap ada di sana atau langsung pergi.Namun, aku teringat kalau belum mengucapkan terima kasih kepadanya hingga aku pun segera mengirim pesan. Tulisanku mengucapkan kata-kata penghargaan itu. Tak lama
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status