Semua Bab SUAMI USIL: Bab 11 - Bab 20
30 Bab
Bab 11
"Kalau begitu caranya, aku saja yang nyuri barang kamu, Mas. Soalnya diikhlaskan begitu saja," kata Septi."Boleh, curi saja apa yang ada di rumah kakakmu ini. Tapi, dosanya tanggung sendiri," jawab suamiku."Lho, kok dosa? Kan sudah diikhlaskan barangnya. Jadi nggak dosa dong ... Ya 'kan kakak ipar!" ucap Septi. Lalu menoleh padaku."Hmmm ..." Aku cuma bisa senyum."Ya memang benar. Kuikhlaskan semua barang yang sudah hilang. Tapi, kamu kan mencuri. Pencuri saja dihukum kalau ketangkap. Berarti dosalah," ujar Mas Darius lagi.Kali ini aku memilih diam. Percuma ikut bicara. Lagi mau irit tenaga. Untung ada Septi. Biarkanlah, kakak adik itu berdebat. Karena jika mereka berdebat dari pagi sampai malam juga betah."Terus, ini urusannya bagaimana mobilnya, Mas?" tanya septi."Ya nggak bagaimana-bagaimana," jawab suamiku."Nggak bagaimana-bagaimana? Terus ... kalau Mbak Mila mau pergi atau Mas Darius sendiri ada urusan di luar pakai apa?" tanya Septi lagi. Aku memilih menjadi pendengar ya
Baca selengkapnya
Bab 12
"Mobil? Kenapa mobilnya bisa balik?" batinku.Di depan pintu sudah bertengger seorang lelaki berparas preman. Dengan rambut yang gondrong dan baju yang acak-acakan. Tapi raut wajahnya tidak menampakkan kegarangan. Dia menunduk seperti orang malu. "Apa lagi ini ya, Allah. Kenapa ada orang model seperti itu datang kesini?" batinku.Aku menatapnya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Apakah orang ini yang membawa mobilnya balik. Jangan-jangan dia pencurinya. Atau pahlawan yang membawa pulang mobil kami. Kenapa aku terjebak dalam suasa seperti ini Ya Tuhan? Kalau dia pencuri, nggak bakalan mengembalikannya."Heh, katakan siapa kamu? Pencuri, preman, atau pahlawan!" tanyaku dengan ketus. "Mumpung suasana hati sedang kurang bagus, bisa juga tu orang ku pakai untuk cem-ceman. Lumayan buat memuaskan tanganku yang sedikit gatal," batinku."Ak-aku ... Aku..." dia terlihat gugup."Aku, aku apa?" Penampilan saja yang sangar. Tapi, suara melow. "Ma-maaf, Bu!""Ibu-ibu, memangnya aku ibumu!""E
Baca selengkapnya
Bab 13
"Nyil, dimakan lagi. Kalau cuma makanan, kami berlimpah. Kamu bisa makan sepuasnya," ujar Mas Darius.Unyil pun makan dengan lahap dan menenggak segelas jus sampai ludes. Hari ini seperti mimpi. Aku tidak percaya menyaksikan peristiwa di depanku ini. Apakah ada orang yang memberi makan seseorang yang sudah mencuri mobilnya?"Unyil itu nama asli kamu atau cuma samaran?" tanyaku."Unyil nama julukan yang diberikan teman saya di pasar, Bu!" jawabnya."Ooo .... Lalu, siapa nama aslimu?" tanyaku penasaran. "Nama asliku, Akmal.""Ya Allah, nama bagus-bagus kok diganti Unyil.""Pak, Bu, terima kasih sudah memberiku makanan dan minuman seenak ini. Dari pagi, perutku tidak terisi makanan sedikit pun."Ya Allah, nggak kuat mendengarnya. Air mataku mulai berlomba untuk jatuh dari manik mata ini. Aku merasa bersalah karena telah membentak-bentaknya tadi."Iya, makan saja. Habiskan semua. Di dalam masih banyak makanan. Kalau kamu masih mau, nanti aku ambilkan lagi," kataku. Mas Darius mulai ters
Baca selengkapnya
Bab 14
"Maaf, Pak, Bu. Aku disini belum ada pasangan lho," kata Akmal sambil menunduk.Hih, ngeri melihat si Unyil.Seketika kami salah tingkah. Pak RT dan Bu RT senyam-senyum melihatku dan lelaki di sampingku ini."Jadi, begini Pak RT. Sementara Akmal akan tinggal di yayasan. Biarkan dia membantu bersih-bersih di sana. Setelah Pak RT bicara dengan warga dan mereka setuju, baru Akmal akan ku bawa ke sini lagi."Ketika melihat suamiku bicara serius, Masya Allah ... dia terlihat sangat berwibawa. Karismanya seperti memancar. Pantas saja, Bu Meta klepek-klepek dengan lelakiku."Mbak Mila menatap Mas Dariusnya serius banget. Seperti belum pernah melihat. Padahal kalian setiap hari selalu bersama lho," Bu RT mulai menggodaku.Mataku segera mencari objek lain agar tidak terlalu mal-lu. Ampu deh. Pasti Kakang Mas Darius merasa gede kepala di puji seperti itu. Kalau kelihatan, pusernya pasti sudah mekar segede mawah. Ia pun memicingkan matanya ke arahku. Aku pura-pura tidak tahu."Kenapa Sayang, ter
Baca selengkapnya
Bab 15
"Tidak apa-apa. 'Kan cuma di pakai saat tempur saja. Bukan dipakai jalan-jalan. Lagian juga di perlihatkan sama suaminya. Kalau dipertontonkan pada pria lain baru nggak boleh."Aku mikir panjang. Karena sepanjang sejarah pernikahan kami, belum pernah Mas Darius memintaku memakai pakaian yang seperti kelambu nyamuk. Aku tahu menyenangkan suami itu ibadah. Tapi ...Beli nggak ya? Beli saja deh, mumpung dibayarin sama suami."Kalau begitu aku langsung chek out ya, Mas?""Iya, jawabnya.""Yes, sudah berhasil dan tinggal menunggu dikirim," kataku dengan sangat bangga. "Ini diganti 'kan uangnya, Mas?""Ganti? Kapan Mas bilang mau ganti?""Jadi ... ini aku beli sendiri?""Kamu 'kan memang beli sendiri, Mila.""Ih, ku cubit juga ginjalmu, Mas. Kirain disuruh beli baju panas itu mau dibayarin.""Ahahaha, 'kan Mas sudah beri kamu mentahannya. Mau dipakai apa saja terserah. Kemarin Mas ngomong gitu 'kan?""Ya iya 'sih, Mas. Tapi, aku pengennya beli bajunya dibayarin sama kamu juga.""Tidak!""Ka
Baca selengkapnya
Bab 16
"Mas ..., ini daster, susu bayi untuk siapa?" tanyaku sambil menahan bendungan di manik mata."Daster untuk wanita, susu bayi ya untuk bayilah. Begitu saja bertanya."Rasanya ingin ku injak-injak barang-barang itu. Setelah selesai membeli barang yang dibutuhkan Mas Darius, kami pergi ke kasir untuk membayar."Ini uangnya sisa dua ratus ribu," ujar Mas Darius usai membayar.Ku terima sisa uang itu dengan sangat kecewa."Ini bawakan susunya!" Suamiku menyerahkan kantong plastik susu bayi itu. Aku menahan diri agar tidak melakukan kesalahan. Semoga ini tidak seperti yang kupikirkan. Iya! Berpikir positif. "Ayo Karmila, kamu harus berpikir positif. Jangan sampai ada salah paham," batinku. Aku menyemangati diriku sendiri. Meski tangan rasanya sudah terasa kram pengen mencabik-cabik apa saja yang ada dihadapanku. Tetap harus ku tahan."Mas, belanja sebanyak ini untuk siapa?""Untuk seorang wanita, Sayang!" jawabnya. Acuh tanpa menoleh padaku. Aku semakin curiga. Kalau untuk ibu mertua ng
Baca selengkapnya
Bab 17
"Dasar kamu ya, Mas! Hobi banget ngeprank istri sendiri.""Sakit, Mila. Malu di lihat orang. Harga diriku di mata Kang Arif bisa jatuh kalau kamu melakukan ini di jalan ...""Nggak peduli. Kebiasaan 'sih kamu. Aku sudah kehilangan air mata, Mas!""Ya nanti Mas ganti dengan air bak mandi. Lepaskan, Sayang!""Nggak akan."Arif tertawa melihat majikannya. Sebagai atasan Mas Darius pun tidak terima."Kang Arif, jangan tertawa kamu! Mau gajimu ku potong?" ketus Mas Darius."Maaf, Pak. Tapi saranku, jangan mempermainkan hati istri, Pak. Karena wanita itu sensitif. Salah sedikit fatal akibatnya," kata Arif."Kang Arif sok tahu," balas suamiku.Sambil berjalan ke mobil, tanganku masih di posisi telinga Mas Darius. Ia berjalan miring seperti kepiting."Mila, Sayang! Maaf jika aku salah padamu. Ayo lepaskan!""Nggak mau," kataku."Yakin nggak mau?" katanya sambil menggoda melalui senyum dan matanya. Tapi aku tidak akan tergoda sedikit pun. Huh, memangnya aku wanita apaan. Cuma diberi kedipan la
Baca selengkapnya
Bab 18
Aku mulai bosan menunggu wanita yang katanya akan memberikan pijatan plus-plus pada Mas Darius. Satu dua menit sampai lima belas menit berlalu dia tak kunjung datang.Ehem.Ku toleh Mas Darius masih bermain dengan ponselnya. Ku lihat wajahnya sangat bahagia. Apa karena Farida itu?Kali ini hatiku benar-benar harus kuat menghadapi cobaan ini. Aku tidak boleh lemah di hadapan Mas Darius. Siapapun wanita itu, tetaplah aku lebih berhak atas suamiku."Mila, kamu kenapa seperti orang yang gelisah?" tanyanya. Aku bergeming. "Dari pada bengong, sambil menunggu orang yang akan memijatku, mendingan kamu elus-elus dulu," katanya lagi."Bukankah dirimu lebih suka dipijat plus-plus sama orang lain, Mas? Jadi tidak perlu diriku melakukan itu.""Kamu kenapa? Cemburu lagi?""Wanita mana yang tidak cemburu jika tahu suaminya sering menyambangi rumah panti pijat plus-plus? Apa lagi di sana ada wanita cantik." Sebisa mungkin ku tahan netra yang sudah mulai membentuk bendungan.Kali ini aku merasa jijik
Baca selengkapnya
Bab 19
"Tapi, Mbak. Ini terlalu besar untukku," katanya."Sengaja. Supaya lekuk badanmu tidak kelihatan. Aku tidak mau penampilanmu mengundang syahwat suamiku."Farida awalnya menolak. Tapi, akhirnya ia nurut juga. Aku tertawa saat melihat Farida memakai baju yang ku berikan. Tangannya hilang seperti disulap."Ayo! Kali ini kamu boleh ke sana."Ia terlihat tidak suka. Tapi aku puas bisa menutup bagian tubuh Farida yang tadinya terbuka. Aku mau lihat ekspresi Mas Darius nanti. Hmmm, mau macam-macam sama Karmila."Ayo, Pak!" Farida mengajak pria paruh baya yang bersamanya.Mas Darius pun terkejut melihat penampilan Farida yang tak biasa."Farida, kok penampilanmu seperti itu?" Mas Darius berkata pada Farida. Aku tersenyum sinis melihat ekspresinya."Mila, kasihan Farida kalau kamu beri pakaian kedodoran begini," ujar Mas Darius."Nggak apa-apa, Mas. Nanti kalau dia mau pulang juga ganti dengan pakaiannya sendiri," tukasku.Kemudian pria yang memakai sarung itu mendekati Mas Darius. Farida memb
Baca selengkapnya
Bab 20
Mas Darius membalik badan."Eeeee! Tunggu, tunggu. Nggak bisa! Enak-enakan pulang ke rumah tetangga. Mau ke rumahnya Bu Meta? iya!""Makanya, suami pulang itu disambut dengan terhormat, dengan senyum dan cinta.""Hmmmm ..." Ku buka senyum lebar-lebar. "Gitu dong! Ayo masuk!" ajaknya.***Tidak ada salahnya jika aku meniru gaya Mas Darius dalam berbicara. Biar dia tau rasanya dikecoh dengan dengan plesetan kata. Ku pikir ini menarik. "Mas, kira-kira diulang tahunmu bulan depan kamu mau minta apa?" tanyaku saat bersenda gurau di kamar."Mas nggak minta apa-apa.""Yakin?""Aku cuma minta cintamu.""Kalau cinta nggak perlu minta. Aku mau mendampingimu itu artinya aku mencintaimu, Mas. Yang ku tanya, barang. Misalnya Mas mau jam jangan atau apa gitu.""Jam tangan juga tidak apa-apa," katanya."Itu saja, Mas. Nggak ada yang lain?""Nggak ada. Mas nggak suka barang aneh-aneh.""Kira-kira mau dirayain nggak, Mas?" tanyaku lagi."Nggak perlu. Sudah tua juga. Malu sama umur."Tumben ngaku tua
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status