"Tidak apa-apa. 'Kan cuma di pakai saat tempur saja. Bukan dipakai jalan-jalan. Lagian juga di perlihatkan sama suaminya. Kalau dipertontonkan pada pria lain baru nggak boleh."Aku mikir panjang. Karena sepanjang sejarah pernikahan kami, belum pernah Mas Darius memintaku memakai pakaian yang seperti kelambu nyamuk. Aku tahu menyenangkan suami itu ibadah. Tapi ...Beli nggak ya? Beli saja deh, mumpung dibayarin sama suami."Kalau begitu aku langsung chek out ya, Mas?""Iya, jawabnya.""Yes, sudah berhasil dan tinggal menunggu dikirim," kataku dengan sangat bangga. "Ini diganti 'kan uangnya, Mas?""Ganti? Kapan Mas bilang mau ganti?""Jadi ... ini aku beli sendiri?""Kamu 'kan memang beli sendiri, Mila.""Ih, ku cubit juga ginjalmu, Mas. Kirain disuruh beli baju panas itu mau dibayarin.""Ahahaha, 'kan Mas sudah beri kamu mentahannya. Mau dipakai apa saja terserah. Kemarin Mas ngomong gitu 'kan?""Ya iya 'sih, Mas. Tapi, aku pengennya beli bajunya dibayarin sama kamu juga.""Tidak!""Ka
"Mas ..., ini daster, susu bayi untuk siapa?" tanyaku sambil menahan bendungan di manik mata."Daster untuk wanita, susu bayi ya untuk bayilah. Begitu saja bertanya."Rasanya ingin ku injak-injak barang-barang itu. Setelah selesai membeli barang yang dibutuhkan Mas Darius, kami pergi ke kasir untuk membayar."Ini uangnya sisa dua ratus ribu," ujar Mas Darius usai membayar.Ku terima sisa uang itu dengan sangat kecewa."Ini bawakan susunya!" Suamiku menyerahkan kantong plastik susu bayi itu. Aku menahan diri agar tidak melakukan kesalahan. Semoga ini tidak seperti yang kupikirkan. Iya! Berpikir positif. "Ayo Karmila, kamu harus berpikir positif. Jangan sampai ada salah paham," batinku. Aku menyemangati diriku sendiri. Meski tangan rasanya sudah terasa kram pengen mencabik-cabik apa saja yang ada dihadapanku. Tetap harus ku tahan."Mas, belanja sebanyak ini untuk siapa?""Untuk seorang wanita, Sayang!" jawabnya. Acuh tanpa menoleh padaku. Aku semakin curiga. Kalau untuk ibu mertua ng
"Dasar kamu ya, Mas! Hobi banget ngeprank istri sendiri.""Sakit, Mila. Malu di lihat orang. Harga diriku di mata Kang Arif bisa jatuh kalau kamu melakukan ini di jalan ...""Nggak peduli. Kebiasaan 'sih kamu. Aku sudah kehilangan air mata, Mas!""Ya nanti Mas ganti dengan air bak mandi. Lepaskan, Sayang!""Nggak akan."Arif tertawa melihat majikannya. Sebagai atasan Mas Darius pun tidak terima."Kang Arif, jangan tertawa kamu! Mau gajimu ku potong?" ketus Mas Darius."Maaf, Pak. Tapi saranku, jangan mempermainkan hati istri, Pak. Karena wanita itu sensitif. Salah sedikit fatal akibatnya," kata Arif."Kang Arif sok tahu," balas suamiku.Sambil berjalan ke mobil, tanganku masih di posisi telinga Mas Darius. Ia berjalan miring seperti kepiting."Mila, Sayang! Maaf jika aku salah padamu. Ayo lepaskan!""Nggak mau," kataku."Yakin nggak mau?" katanya sambil menggoda melalui senyum dan matanya. Tapi aku tidak akan tergoda sedikit pun. Huh, memangnya aku wanita apaan. Cuma diberi kedipan la
Aku mulai bosan menunggu wanita yang katanya akan memberikan pijatan plus-plus pada Mas Darius. Satu dua menit sampai lima belas menit berlalu dia tak kunjung datang.Ehem.Ku toleh Mas Darius masih bermain dengan ponselnya. Ku lihat wajahnya sangat bahagia. Apa karena Farida itu?Kali ini hatiku benar-benar harus kuat menghadapi cobaan ini. Aku tidak boleh lemah di hadapan Mas Darius. Siapapun wanita itu, tetaplah aku lebih berhak atas suamiku."Mila, kamu kenapa seperti orang yang gelisah?" tanyanya. Aku bergeming. "Dari pada bengong, sambil menunggu orang yang akan memijatku, mendingan kamu elus-elus dulu," katanya lagi."Bukankah dirimu lebih suka dipijat plus-plus sama orang lain, Mas? Jadi tidak perlu diriku melakukan itu.""Kamu kenapa? Cemburu lagi?""Wanita mana yang tidak cemburu jika tahu suaminya sering menyambangi rumah panti pijat plus-plus? Apa lagi di sana ada wanita cantik." Sebisa mungkin ku tahan netra yang sudah mulai membentuk bendungan.Kali ini aku merasa jijik
"Tapi, Mbak. Ini terlalu besar untukku," katanya."Sengaja. Supaya lekuk badanmu tidak kelihatan. Aku tidak mau penampilanmu mengundang syahwat suamiku."Farida awalnya menolak. Tapi, akhirnya ia nurut juga. Aku tertawa saat melihat Farida memakai baju yang ku berikan. Tangannya hilang seperti disulap."Ayo! Kali ini kamu boleh ke sana."Ia terlihat tidak suka. Tapi aku puas bisa menutup bagian tubuh Farida yang tadinya terbuka. Aku mau lihat ekspresi Mas Darius nanti. Hmmm, mau macam-macam sama Karmila."Ayo, Pak!" Farida mengajak pria paruh baya yang bersamanya.Mas Darius pun terkejut melihat penampilan Farida yang tak biasa."Farida, kok penampilanmu seperti itu?" Mas Darius berkata pada Farida. Aku tersenyum sinis melihat ekspresinya."Mila, kasihan Farida kalau kamu beri pakaian kedodoran begini," ujar Mas Darius."Nggak apa-apa, Mas. Nanti kalau dia mau pulang juga ganti dengan pakaiannya sendiri," tukasku.Kemudian pria yang memakai sarung itu mendekati Mas Darius. Farida memb
Mas Darius membalik badan."Eeeee! Tunggu, tunggu. Nggak bisa! Enak-enakan pulang ke rumah tetangga. Mau ke rumahnya Bu Meta? iya!""Makanya, suami pulang itu disambut dengan terhormat, dengan senyum dan cinta.""Hmmmm ..." Ku buka senyum lebar-lebar. "Gitu dong! Ayo masuk!" ajaknya.***Tidak ada salahnya jika aku meniru gaya Mas Darius dalam berbicara. Biar dia tau rasanya dikecoh dengan dengan plesetan kata. Ku pikir ini menarik. "Mas, kira-kira diulang tahunmu bulan depan kamu mau minta apa?" tanyaku saat bersenda gurau di kamar."Mas nggak minta apa-apa.""Yakin?""Aku cuma minta cintamu.""Kalau cinta nggak perlu minta. Aku mau mendampingimu itu artinya aku mencintaimu, Mas. Yang ku tanya, barang. Misalnya Mas mau jam jangan atau apa gitu.""Jam tangan juga tidak apa-apa," katanya."Itu saja, Mas. Nggak ada yang lain?""Nggak ada. Mas nggak suka barang aneh-aneh.""Kira-kira mau dirayain nggak, Mas?" tanyaku lagi."Nggak perlu. Sudah tua juga. Malu sama umur."Tumben ngaku tua
POV DARIUS21POV Darius."Ih, nggak salah kita makan di tempat kaya gini, Mas?" tanya Karmila istriku saat awal-awal kenal."Memangnya apa yang salah, Sayang?""Mas, nggak bisa apa, kalau kita makan di tempat yang bagusan sedikit. Masak ngajak kencan pacar di tenda kumuh kaya gini," katanya.Sejak saat itu, aku yakin Mila adalah wanita yang gengsian. Aku tahu diumurnya yang masih dua puluh tahun ia masih perlu banyak belajar tentang kehidupan. Berbeda denganku yang saat itu sudah tiga pulih lima tahun. Sudah lebih matanglah.Karena Mila mempunyai rasa gengsi yang tinggi, akan sangat bahaya jika dia tahu aku adalah orang kaya pemilik yayasan ternama di kota ini. Untuk itu, aku melakukan konspirasi bersama keluargaku agar menyembunyikan identitasku yang sebenarnya dari Mila maupun keluarganya. Kalau warga komplek di sini tahunya aku hany guru pembantu saja di yayasan itu. Jadi, tidak ada masalah."Katanya cinta sama aku. Makan di tempat seperti ini, kamu nggak akan keracunan. Kalaupun
POV DARIUSHari ini ada acara hajatan di rumah saudara. Tepatnya dari pihak keluargaku. Rumahnya masih satu komplek. Tentu saja nanti kami akan berbaur bersama keluarga maupun tetangga. Setiap kali tamu yang datang akan membawa pasangannya masing-masing. Aku sudah menduga sebelumnya. Di acara itu akan menjadi ajang pamer baju maupun perhiasan bagi ibu-ibu. Kalau bapak-bapak simple, cukup memakai celana atau sarung dan kemeja saja. Tapi, istriku tidak mungkin kusuruh mengenakan pakaian yang sama denganku."Mas, kita nanti couplelan, ya! Kebetulan ada baju yang belum pernah kita pakai. Warnanya moca.""Masak iya, suamimu disuruh pakai gamis.""Bukan gamis, tapi kurta, Mas. Sama warnanya biar serasi," katanya. "Iya, deh. Aku menurut saja dari pada diomeli.""Sip! Nanti kusiapkan."Mila buru-buru mandi dan aku masih bermain dengan burung love kesayanganku. Sepasang burung yang kupelihara itu mengajariku arti betapa pentingnya pasangan hidup. Setiap kali ketemu, mereka bercumbu, sayang-s