Tous les chapitres de : Chapitre 21 - Chapitre 30
121
Kemarahan Bastian
Bastian turun dari mobil dengan wajah merah padam. Tatapan mata tajam dan nyalang menunjukkan bahwa dia tak hanya marah tetapi juga ingin melenyapkan nyawa orang. "Tuan, tunggu!" Namun, Bastian tak menanggapi. Dia berjalan masuk ke dalam mansion kedua orang tua nya. "Daddy. Bram!" teriaknya memanggil dua orang yang telah menghancurkan hidupnya tersebut. Eric dan Santa yang tengah duduk di rumah tamu sontak terkejut mendengar kedatangan Bastian apalagi anak sulung mereka itu berteriak-teriak. "Ada apa, Son?" tanya Eric. Bastian menatap ayahnya dengan penuh kebencian. Tak dia sangka jika ayahnya sejahat itu dan tega membuatnya hidup dalam penderitaan. "Apa yang Daddy lakukan pada Alena?" Eric terkejut mendengar pertanyaan sang anak. Sementara Santa menatap suaminya heran, dia berusaha mencerna pertanyaan Bastian. Apa maksud dari anak lelakinya tersebut? "Apa maksudmu, Son?" Bastian berdecih mendengar pertanyaan dari sang ayah. Pantas saja lelaki paruh baya ini selalu menghind
Read More
Patah hati
"Ah, brengsek!" Galang memukul stir mobilnya dengan kuat. Lelaki tampan itu terkejut bukan main ketika mengetahui Bee hamil dan fakta yang harus dia tahu bahwa gadis tersebut mengandung benih dari pria yang begitu Galang benci. "Kenapa, Bee? Kenapa kau tega menyembunyikan ini semua dariku? Kenapa?" Dia berteriak sambil menguncang stir mobil tersebut berulang kali. "Kau satu-satunya gadis yang membuatku percaya pada kata cinta. Setelah kedua orang tua ku hancur karena cinta. Tetapi kau juga yang mematahkan semua harapanku padamu, Bee. Aku, aku tidak terima kau menggandung benih dari pria itu."Galang melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit. Dia menangis sepanjang perjalanan. Kenapa di saat dia merasa memiliki hidup? Justru dia di hempaskan oleh jantung yang berdegup. Apa salahnya? Apa dia sungguh tak berhak bahagia seperti orang lain? Galang tak pernah merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Walau harta melimpah dan uang yang tak pernah kurang tetapi hatinya selalu hampa. Pertemu
Read More
Kenyataan
Bee membeku di tempatnya ketika mendengar ucapan Tata. Seluruh aliran dalam tubuhnya seolah berhenti mengalir. Beberapa partikel hatinya seketika berdenyut sakit."H-ha-m-il?" ulang Bee sekali lagi. Tata dan Chaca saling melihat satu sama lain lalu mengangguk kompak. Mereka aksuhan melihat kehidupan Bee yang selalu menjadi korban keegoisan orang-orang yang ada di dekatnya. "Iya, Bee. Kau hamil," jawab Tata tegas. Bee langsung luruh. Air mata bergulir dan menggelinding di pipinya hingga berjatuhan dengan deras. "Ak-ku h-ha-m-il?" Tangannya terulur mengusap perut yang masih rata tersebut. Hal yang paling dia takutkan dalam hidupnya. Kini benar-benar telah terjadi begitu saja. "Bee, kau yang sabar ya. Bagaimanapun dia adalah anakmu," ucap Chaca mengusap bahu sang sahabat. Dia turut merasakan apa yang saat ini melanda kehidupan Bee. "Cha." Air mata leleh ketika menatap sahabatnya itu. "Bagaimana nasib anakku nanti? Tuan Suami pasti tidak menginginkan anak ini. Apa yang harus aku la
Read More
Mencari
"Brengsek."Jika saja bukan ayahnya sudah pasti Bastian akan memukul wajah lelaki paruh baya tersebut. Sementara Santa menangis segugukan dia tidak menyangka jika ternyata selama ini suaminya tega menutupi kedok selama puluhan tahun. "Maafkan Daddy, Son. Maafkan Daddy!"Eric berlutut di kaki Bastian seraya menangis meminta maaf. Dia menyesal melakukan hal tersebut. Dia khilaf, dia lupa diri. Apalagi wanita itu memang menggodanya kala itu. "Menyingkir dari kakiku!" hardik Bastian menendang pria paruh baya tersebut. Dia seolah tak peduli pada dosa. Saat ini dia benar-benar membenci sang ayah lebih dari apapun. "Maafkan, Daddy." "Kau tega, Dad. Kau tega merebut semua kebahagiaanku. Kau menyembunyikan Alena selama sepuluh tahun. Kau....." Bastian memukul meja sangat kuat hingga tersebut pecah dan darah mengalir dari buku-buku tangannya. Sementara Bram duduk dengan tenang sambil tersenyum puas, ah sangat puas. Dia merasa kemenangan sedang berada di pihaknya dan dia bisa merebut semua m
Read More
Menyesal
"Santa, maafkan aku," mohon Eric. "Tolong jangan pergi tinggalkan aku, Santa. Aku mencintaimu." Lelaki paruh baya itu memeluk kaki sang istri yang tengah mengemasi barang-barangnya ke dalam koper. "Lepaskan aku, Eric! Untuk apa kau menahanku, kau pilih saja perempuan yang kau hamili itu," sarkas Santa berusaha melepaskan tangan sang suami. Istri mana yang tak akan sakit hati ketika mengetahui sebuah kenyataan. Bahwa suami yang selama ini dia agungkan dengan sejuta cinta malah tega mengkhianati kedepan yang mereka sepakati. "Dia menggodaku. Dia bukan wanita baik-baik. Oleh sebab itulah aku meminta Kenzo menculiknya di hari pernikahan Bastian dan Alena," jelas Eric sambil menangis segugukan. Santa menatap suaminya tajam. Apa maksud lelaki ini yang mengatakan jika Alena bukan perempuan yang baik. "Dengarkan dulu penjelasanku, Santa!" mohon Eric lagi. Wanita itu duduk di bibir ranjang. Dia menatap suaminya dengan benci dan kekecewaan yang mendalam. Hatinya sakit ketika mendengar ken
Read More
Kedatangan adik ipar
"Hai, Kakak Ipar," sapa Bram melambaikan tangannya kearah Bee yang tampak bingung melihat lelaki tersebut. "Kakak ipar?" ulang Bee. Dia memang belum kenal siapa lelaki yang ada di depannya ini. "Iya, Kakak Ipar. Aku adik Kak Bastian. Perkenalkan namaku Bram," ucap Bram mengulurkan tangannya pada Bee. Bee masih bingung. Dia baru tahu jika suaminya memiliki adik. Selama ini dia memang tidak tahu siapa saja keluarga suaminya tersebut. Bahkan dia pernah menyangka jika Bastian tidak memiliki keluarga dengan kata lain, sebatang kara. "Aku Bee." Dia membalas uluran tangan Bram. "Apa yang kau lakukan di sini? Mana Tuan Suami?" Bee celingak-celinguk melihat kearah belakang Bram barangkali suaminya sudah datang. Bram tersenyum smirk, benar dugaannya jika Bee tidak mengetahui masa lalu Bastian. Bagaimana reaksi perempuan itu jika tahu bahwa suaminya sekarang sedang menjemput cinta lamanya? "Kau mencari Kak Bastian?" Bram menatap Bee dari ujung kaki sampai ujung rambut. Wanita berambut pend
Read More
Menemukan.
"Di mana Alena, Kenzo?" Bastian menatap lelaki itu dengan amarah yang memuncak. Tangannya mengerat kian erat seolah menandakan bahwa dia siap melakukan peperangan. Lelaki tampan itu tertawa mengelegar. Dulu mereka akrab bagai pakai lekat di papan, ke mana-mana bersama sejak usia balita. "Kau masih mencari Alena?" Bastian tak menjawab. Tatapannya terlihat menghunus ke depan. Ingin rasanya dia menyerang Kenzo dan memukul wajah lelaki itu dengan membabi buta. Namun, dia berusaha untuk tetap tenang dan menahan emosi. Tujuannya datang ke sini untuk menemui Alena bukan melawan Kenzo yang seperti iblis itu. "Aku tidak suka basa-basi, Kenzo. Cepat katakan di mana Alena!" sentak Bastian seraya berdiri. Namun, pria tampan itu masih tetap tenang sambil menyesap rokok yang ada di sela-sela jarinya. Dia pikir dengan waktu yang berlalu kian lama, membuat Bastian melupakan Alena. Nyatanya tidak, sahabatnya tersebut masih saja mengenang perempuan tersebut. "Bukankah kau sudah menikah, Bas? Jadi
Read More
Jejak.
"Kau sudah pulang, Son?" tanya seorang lelaki paruh baya. Lelaki tampan itu menoleh dan tersenyum ada sang ayah. "Iya, Dad. Mana mommy?" tanyanya yang tidak melihat sang ibu. Pria paruh baya itu menghela napas panjang lalu dia hempaskan perlahan. "Seperti biasa," jawabnya dengan nada berat. Keduanya duduk di sofa. Lelaki tampan itu melongarkan dasi yang terasa mencekik leher serta mengulung kemejanya hingga sampai siku. "Bagaimana? Apa ada jejak tentang adikmu?" tanyanya pada sang anak. Lelaki itu menggeleng dengan wajah sendu dan lemas nya. "Belum, Dad. Belva hilang bak di telan bumi. Sampai sekarang belum ada jejak tentang dia. Padahal aku sudah mengerahkan semua orang suruhan kita," jelasnya. Keduanya terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Mengenang masa bahagia bersama bayi kecil yang memenuhi ruangan di kehilangan malam. Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama ketika sang bayi di culik oleh orang-orang yang iri pada kebahagiaan mereka. "Maafkan, Daddy. Haru
Read More
Bab 29. IKCD
Kalau telak.Bram masih merenggut kesal ketika di bungkam oleh kakak iparnya sendiri. Padahal dia sudah menyusun banyak rencana untuk menjebak Bee dalam ikatan cintanya. Namun, nyatanya malah dia yang menjadi korban tersebut. Lelaki itu turun dari mobil dan di papah sang asisten yang membantunya berjalan. Dia masih meringgis kesakitan akibat pukulan sang kakak yang begitu kuat di bagian wajah dan perutnya. Tampak suasana mansion tersebut sepi seperti tak berpenghuni. Para pelayan yang biasanya berjejer rapi menyambutnya di depan pintu, kini malah sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing."Di mana mommy dan daddy?" tanya Bram yang tak melihat kedua orang tua nya. Tatapan pria itu tertuju pada sang ayah yang sedang duduk di kursi belakang dekat kolam renang. Ayahnya duduk dengan tatapan kosong seolah seperti patung yang tak bisa bergerak sama sekali. "Kau boleh pulang, Win. Biarkan aku sendiri!" ucapnya melepaskan diri dari leher sang asisten. "Baik, Tuan. Kalau begitu saya perm
Read More
Bab 30. IKCD
"Kak Alena?" gumam Bee ketika melihat wanita itu memeluk lengan suaminya. Alena sama sekali tak menatap Bee. Dia masih melingkarkan tangannya di lengan Bastian dengan manja. "Eh, selamat datang, Tuan. Selamat datang, Nyonya," sambut Bee hangat. Bastian terdiam. Dia menatap wajah Bee yang biasa saja. Dia pikir wanita itu akan cemburu karena melihatnya menggandeng tangan wanita lain. "Aku sudah siapkan makanan untuk menyambut kedatangan kalian," ucap Bee mencoba tersenyum baik-baik saja. "Na, masuklah ke dalam kamarmu!" suruh Bastian melepaskan pelukan wanita itu dari lengannya. "Nanti aku akan menyusul." "Tapi_""Kau perlu istirahat," potong Bastian, "Ares, antar dia masuk ke dalam kamarnya!" perintahnya lagi."Baik, Tuan," sahut Ares membungkuk hormat. "Mari, Nona!" ajaknya ada Alena. Alena merenggut kesal. Dia menatap Bee sekilas dengan penuh kebencian. Pasti gara-gara adiknya itu Bastian mengabaikan dirinya. Sementara Bee tersenyum kecut, dia sudah masak banyak untuk menyamb
Read More
Dernier
123456
...
13
DMCA.com Protection Status