Semua Bab Bukan Gadis Simpanan Sugar Daddy: Bab 31 - Bab 40
102 Bab
31. Tawaran Pekerjaan
Lucia terbangun dari tidur saat ponsel di atas nakas terus mengusik pendengarannya. Tanpa membuka mata, gadis itu meraba bagian atas nakas untuk meraih benda pipih tersebut. Tanpa melihat nama yang tertera di layar ponsel, gadis itu langsung mengangkat telepon dan menempelkannya pada salah satu telinga. "Hallo," sapa Lucia dengan suara parau, dengan posisi tubuh masih berbaring karena kantuk yang masih bergelayut pada kedua mata. "Ah, kau masih tidur rupanya?" ucap Kent, terdengar nada mengejek di dalamnya. Suara pria dari seberang sambungan seketika membuat kedua mata gadis itu terbuka lebar. Dan saat Lucia kembali melihat layar ponsel yang masih menyala, dia baru menyadari bahwa orang di seberang sambungan adalah Kent. Seketika rasa kantuknya lenyap. Dari seberang sambungan terdengar suara menguap. Dapat Lucia tebak jika Kent juga baru bangun dari tidurnya. Seketika gadis itu memutar bola matanya. Bisa-bisanya pria itu mengejeknya bagai seorang anak kecil yang terpaksa bangun
Baca selengkapnya
32. Sikap Posesif berkedok tawaran kerja
Setelah pembicaraan telepon dengan Oliver Kent pagi tadi, Lucia terus termenung sembari berbaring menatap langit-langit kamar. Pria itu hendak memberinya tawaran pekerjaan di Fragrance Potions, namun di saat bersamaan pria itu juga meminta agar dia tidak lagi berhubungan dengan Eryk. Bisakah Lucia tidak benar-benar melihat ke arah pria itu saat keduanya tanpa sengaja berpapasan di gedung yang sama nanti? Rasanya cukup berat untuk Lucia. Mustahil jika gadis itu bisa merasa biasa saja, sedangkan di masa lalu, pria itu adalah laki-laki pertama yang menjadi kekasih Lucia. Ada kenangan rasa di dalam lubuk hati Lucia. "Aaarrrghh," gadis itu merapatkan gigi sembari mengeram. "Bukan saatnya untuk seperti ini, Lucia. Ayah membutuhkan biaya berobat. Please, berhenti memikirkan pria tak punya hati itu," tegas Lucia kepada dirinya sendiri, berusaha menghalau kemungkinan buruk yang dapat terjadi di pekerjaan yang akan dia jalani; berpapasan dengan Eryk si pria berengsek yang sudah memporak pora
Baca selengkapnya
33. Perempuan yang beruntung
"Dasar bodoh! Harusnya kau gunakan matamu saat berjalan!" pekik Eryk, mengalihkan tatapanya pada layar ponsel ke seseorang yang baru saja bertabrakan dengannya. Wajah pria itu mengeras, kedua matanya memerah. Sesaat kedua matanya menyipit melihat seorang gadis yang masih terduduk di atas lantai, untuk memastikan bahwa saat ini penglihatannya tidak salah. Dia berharap gadis di hadapan hanya kebetulan berwajah mirip Lucia."Ah, maaf, Tuan." ucap Lucia yang kini memilih untuk menunduk dan bangkit berdiri.Setelah mendengar suara gadis tersebut, seketika rahang Eryk mengeras. Satu tangannya yang memegang ponsel mengepal, seakan meremukkan benda pipih tersebut. Satu tangan Eryk yang lain terayun di udara, hendak menghujani wajah Lucia dengan tamparan. Namun ucapan Via membuat Lucia gadis itu mendapatkan peluang untuk melarikan diri. "Ikut denganku, Nona," Via yang bisa membaca ketegangan di antara keduanya lantas berusaha menghindarkan Lucia dari amukan Eryk. Wanita bertubuh tinggi itu l
Baca selengkapnya
34. Hanya sebatas atasan dan bawahan
Lucia dan Kent bekerja dalam diam. Sesekali Lucia mencuri lihat ke arah Kent. Darah gadis itu berdesir, jantungnya memompa darah cukup kencang. Dari jarak dekat, gurat usia di wajah pria itu tampak menambah kesan karismatik seorang Oliver Kent Silverlake. 'Hah, Tuan Silverlake. Begitu dingin, tenang, dan menyejukkan.' bain Lucia berbisik. Tanpa disadari Lucia terpana menatap pria itu, sementara tangan dan kakinya bekerja dalam harmoni sembari menggerakkan lap pel. 'Sadar, Lucia. Pria itu bahkan lebih layak menjadi pamanmu!' Kent yang merasa di perhaikan akhirnya menoleh pada satu-satunya gadis yang ada di ruangan bersamanya. "Berhenti menatapku seperti itu, Lucia. Apa kau menemukan keanehan di wajah tampan ini, hmm?" ucap pria itu sembari mengulas sebuah senyuman, sedang satu telunjuknya terarah pada wajahnya. Hal itu semakin membuat degup jantung Lucia tak terkendali. "Ah, sama sekali tidak, Tuan." ucap Lucia dengan ekspresi terkesiap, seraya kembali memperhatikan gerak pel yang
Baca selengkapnya
35. Gadis tanpa busana di kamar Eryk
Beberapa hari bekerja di Fragrant Potion Lucia mulai beradaptasi dengan lingkungan kerja barunya. Gadis muda itu sudah dapat beradaptasi untuk mengatur setiap ekspresi dan degup jantungnya setiap kali dia harus berhadapan dengan sosok Oliver Kent. Cukup berat dan menyiksa, tetapi gadis itu memilih untuk bertahan. Mencari pekerjaan bukanlah hal yang mudah.Lucia melangkah lebar saat dirinya tiba di pelataran rumah sakit tempat Henry dirawat. Senyum terkembang sempurna menghiasi wajah rupawannya. Dia ingin segera berjumpa dengan sang ayah. Jika ada pepatah mengatakan bahwa keluarga adalah rumah untuk pulang, maka kata pulang bagi Lucia berarti perjumpaannya dengan Henry.Suara ponsel membuat Lucia lantas menghentikan langkah. Ingat akan kondisi sang ayah yang terbaring lemah di ranjang pesakitan, Lucia segera merogoh ponsel dari dalam tasnya. Mata gadis itu membulat saat mendapati nomor telepon rumah sakit tertera di layar ponsel.Dengan cepat gadis itu mengangkat telepon tersebut.“Hal
Baca selengkapnya
36. Berdebat dengan para penghianat
Beberapa menit yang lalu…Suara ketukan pintu dari luar kamar membuat Lisa yang sedang memacu geraknya di atas tubuh Eryk berhenti. Pasangan itu lantas menoleh ke arah sumber suara dengan wajah masam karena merasa terganggu. “Abaikan, Darling, kita lanjutkan saja,” Eryk menarik lengan Lisa untuk menahannya pergi, untuk melanjutkan aktifitas panas kedanya. Namun perempuan itu menoleh dengan tatapan protes.“Aku benci jika pelayanmu selalu mengganggu.” Jawab Lisa sembari melepaskan pegangan tangan Eryk pada lengannya. Melihat Lisa yang berusaha keras menghidupkan ranjangnya malam itu, Eryk tersenyum puas. Pria itu lantas mengagguk pelan untuk mempersilahkan perempuannya menemui seseorang di luar pintu.Dengan kasar Lisa menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Dengan bersungut perampuan itu membuka pintu sembari mengeluarkan cacian pedas kepada seseorang di seberang pintu.“Kau bisa mengantar makanan untuk kami nanti! Apakah pelayan di sini tidak tahu apa itu privasi?” Seketika
Baca selengkapnya
37. Teruslah tersenyum, Gadisku
Kent mengamati secara detail wajah rupawan gadis itu. Perhatiannya tertuju pada bibir ranum yang pernah dia kecup sebelumnya. Seketika darahnya berdesir dan menyebar ke seluruh tubuh. Melihat gadis itu yang tengah terlelap, bisa saja Kent memanfaatkan keadaan. Namun dia segera tersadar, ada hal lain yang harus dia lakukan. Sebuah kecupan ia daratkan di pucuk kepala Lucia sebelum akhirnya meletakkan tubuh gadis itu di atas kasur. “Awasi gadis itu. Ada hal lain yang harus aku urus.” Titah Kent kepada tiga pelayan Perempuan yang berada di teras koridor kamar pelayan. Bibir mereka tak berhaenti membicarakan gadis malang itu.“Baik, Tuan,” jawab ke tiga pelayan itu serentak.Saat Kent sudah pergi menjauh, tiga pelayan itu masuk dan duduk mengelilingi Lucia yang terlelap.“Apa lagi yang dilakukan Tuan Eryk kepadanya?” Janne menatap penuh tanya kepada Matilda, karena dialah yang mengantar Lucia ke ruangan itu. “Aku juga tidak tahu. Sempat terjadi perdebatan dan Lucia menangis. Tidak menut
Baca selengkapnya
38. Petaka Baru
Pagi itu Eryk dan dua orang staff di Fragrant Potion sedang menikmati kopi di balkon. Masing-masing dari mereka saling melempar gurauan sembari memegangi cangkir kopi di tangan masing-masing. Seperti itulah perbuatan Eryk dan staf bawahannya saat Kent belum tiba di kantor. Tak berselang lama, kedatangan mobil hitam metallic atasan mereka mencuri perhatian dua perempuan yang berdiri bersamanya.“Wow, kau lihat, Marice, Hot Dudaku datang.” Ucap Lidya dengan senyum terkembang, bak seorang remaja perempuan yang melihat pria pujaannya.Semua karyawati di perusahaan itu amat tergila-gila dengan pesona Oliver Kent. Gurat usia yang nampak di wajah pria itu sama sekali tidak mengurangi ketampannya. Alih-alih mengurangi, justru guratan usia di wajah pria itu semakin menambah ketampanannya.Seketika Perempuan bernama Marice melempar tatapan protes pada rekannya sembari menggeleng cepat.“No, no, no! Duda tampan itu milikku!” Eryk yang saat itu disengat perasaan cemburu lantas mendengus kesal. P
Baca selengkapnya
39. Diterpa Isu buruk
“Permisi, Tuan. Saya hendak meminta ijin membersihkan ruangan Anda.” Ucap Lucia sesaat setelah pintu terbuka. Pria paruh baya tersebut menaikkan satu alisnya mendekati dahi, lalu mengangguk pelan. Entah mengapa perlakuan gadis itu yang terlalu formal membuat Kent tidak suka. Padahal di dalam ruangan itu hanya ada mereka berdua. Kent tidak tahan untuk terus berdiam mengawasi gadis yang sedang membersihkan ruangannya. Pria itu bangkit seraya berjalan mendekati Lucia dengan kedua tangan tersimpan di dalam saku celana.“Kau terlihat cantik hari ini.” puji Kent sembari berdeham. Pria itu menatap pada wajah Lucia yang mulai merona, namun respon gadis itu setelahnya tidak semenyenangkan yang Kent pikir.“Maaf, Tuan, sebaiknya Anda tidak berdiri di situ. Apakah Anda tidak melihat jika saya sedang membersihkan lantai?” tanya Lucia dengan tatapan dingin kepada pria paruh baya yang terang-terangan menggodanya. Kent menipiskan bibir. Pria itu harus menelan kecewa karena respon ketus gadis yang
Baca selengkapnya
40. Lucia, Si Gadis Malang
James yang hasratnya sudah sampai di ubun-ubun naik pitam mendengar penolakan Lucia. Hasratnya terhadap gadis itu tidak dapat mentoleransi penolakan Lucia dalam bentuk apa pun. Kedua mata bulatnya menatap Lucia dengan tatapan laser.“Dasar pelacur, masih berlagak jual mahal. Kau bahkan sudah tak punya harga diri!” pekik James sembari menarik rambut Lucia dan membenturkan kepala gadis itu pada dinding.Darah segar keluar dari dahi Lucia. Gadis itu meringis kesakitan dan merasakan sebuah cairan hangat melintasi dahinya hingga menetes di lantai. Tampaknya hal itu tidak membuat James bersimpati, sehingga pria empat puluh tahun itu terus membenturkan kepala Lucia sembari mengeluarkan kalimat cacian.Naomi yang semula diam menyaksikan tidak sanggup malihat adegan kekerasan itu. Darah yang membasahi wajah Lucia membuat Naomi khawatir jika Lucia sampai meregang nyawa karena kehabisan darah. Gadis itu lantas berteriak histeris dan berlari ke arah luar. James segera melepas cengkramannya pada
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status