Semua Bab Bukan Gadis Simpanan Sugar Daddy: Bab 51 - Bab 60
102 Bab
51. Bukan Sikap Pria Sejati
Eryk berjalan terseok untuk dapat menuju mobilnya saat ini terparkir. Nyeri akibat pukulan Kent terasa di sekujur tubuh, tetapi bukan itu yang membuatnya merasa rapuh saat ini. Rasa sesak menghujam bagian dadanya karena merasa sang ayah telah menghianati mendiang ibunya. Karena di saat detik-detik Velarie menghembuskan nafas terakhir, Eryklah saksi dari janji yang Kent ucapkan; Tidak akan jatuh cinta kepada Perempuan lain jika maut memisahkan mereka.Merah padam menghiasi wajah rupawan Eryk bersamaan air mata yang bercucuran membasahi pipinya. Pria itu menyalakan mesin kendaraan dan mengemudikan mobil dengan susah payah untuk menuju jalan utama. Bayangan senyum menawan Velarie yang menenangkan terus berkelibat di dalam benaknya. Seketika rasa sesak di dadanya kian bertambah. Air mata Eryk berderai semakin deras. Pria itu mengutuk Lucia yang telah meracuni pikiran ayahnya hingga Kent bisa dengan mudah jatuh cinta pada gadis yang belum lama dia kenal.“Apa salahmu sampai pria berengsek
Baca selengkapnya
52. Tak sadar dijadikan pelampiasan
Lucia memeluk kedua kaki dan menyandarkan kepalanya pada lutut, posisi yang sudah menjadi kebiasaannya beberapa hari terakhir. Gadis itu kehilangan gairah bahkan untuk sekedar malakukan hal yang dia sukai. Dering ponsel yang terletak di atas meja menarik perhatiannya. Gadis itu menarik nafas dalam untuk memperbaiki nada bicaranya pada seseorang di seberang sambungan. "Hallo Kent?" sapa Lucia dengan intonasi riang, meski hal itu sangat kontradiksi dengan hatinya yang berselimut kabut duka. "Hallo, Honey. Apakah kau sudah makan malam ini?" terdengar suara lembaran kertas dari sambungan seberang. Lucia menerka jika Kent masih sibuk dengan pekerjaannya saat ini. Lucia menarik nafas dalam dan menatap ke arah bingkisan makanan yang Kent pesan untuknya dua jam yang lalu. Namun gadis itu memberungut pada makanan di atas meja, seolah makanan-makanan itu telah berbuat kesalahan padanya. "Aku belum makan." nada riang gadis itu kini berubah ketus. Membuat pria di seberang sambungan menarik po
Baca selengkapnya
53. Mengikuti Eryk
Tiga minggu berlalu setelah meninggalnya Henry, kondisi Lucia semakin membaik. Meski terkadang perasaan sesak menghantam dadanya saat ingatan tentang Henry kembali terlintas dalam benak. Seorang gadis terbangun dari tidurnya saat jam beker di atas nakas berdering mengusik pendengarannya. Dengan cepat Lucia meraih benda yang terus memanggilnya dan mematikannya, dia tidak ingin benda kecil itu mengusik Kent yang masih terlelap. Gadis itu beringsut pelan untuk menuruni ranjang agar tidak membangunkan Kent dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Seusai mandi, Lucia mencari seragam kerja untuk membalut tubuh.Diam-diam Kent melihat tubuh sensual Lucia yang membelakanginya saat memakai pakaian. Kedua sudut bibirnya berkedut menahan senyum, pemandangan di hadapan menggodanya untuk kembali melakukan aktifitas panas seperti tadi malam. Saat Lucia memakai seragam cleaning service Fragrant Potion, seketika alis Kent bertaut bingung. "Mengapa kau memakai seragam itu?" tanya Kent den
Baca selengkapnya
54. Peluang untuk memisahkan Lucia dari Kent
Dari jarak 20 meter dari rumah Lucia, Eryk menghentikan laju mobilnya dan mulai mengamati kondisi rumah gadis itu. "Aaargggh!" Eryk menggeram keras sembari memukul kemudi mobil saat melihat mobil berwarna black metalic milik ayahnya terparkir di pekarangan rumah Lucia. Seperti yang Kent ucapkan di depan makam Velarie, bukti bahwa Kent menjalin hubungan dengan gadis itu terlihat semakin nyata sekarang.Tak berselang lama pria paruh baya dan seorang gadis muda keluar dari rumah itu. Tampak Kent mengecup kening Lucia cukup lama sebelum akhirnya pria itu pergi meninggalkan sang gadis pagi itu. Pemandngan yang membuat dada Eryk terasa sesak.Tak ingin membiarkan semua berlalu begitu saja, Eryk memotret kebersamaan Lucia dengan Kent menggunakan kamera ponsel. Tangkapan gambar itu akan berperan penting untuk memisahkan dua sejoli berbeda generasi tersebut, dengan judul pemberitaan : Hubungan Sang Presdir dan putra sematawayang merenggang karena kehadiran sosok ini.Dan tak lama lagi wajah
Baca selengkapnya
55. Membalaskan dendam Velarie
Sore itu seorang perempuan berambut merah tengah menunggu kedatangan seseorang di sebuah bangku cafe. Sudah setengah jam semenjak dia datang ke tempat itu, namun pria yang dia tunggu tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Nora Dawn menaikkan lengan sweater rajut berwarna maroon yang ia kenakan untuk melihat jam yang melingkar di pegelangan tangan. Waktu menunjukan 16.45 dari waktu kesepakatannya untuk bertemu Eryk pagi tadi. "Hah, sepertinya Fortuna sedang tidak berpihak kepadaku." Nora mendesah sembari mengetuk-ngetukkan buku jarinnya pada meja. Dia sudah terlalu bosan menunggu selama lebih dari setengah jam. Harapannya seakan pupus saat itu juga.Perempuan itu mulai melirik pada cappuccino yang dia pesan. Bibir perempuan itu tersenyum getir saat menyentuh permukaan cangkir kaca, bahkan minuman panas yang semula dia pesan sudah sangat dingin sekarang. Perempuan itu memutuskan untuk menyesap cappuccino yang mendingin. Tanpa aba-aba, seorang pria berparas rupawan dengan rambut b
Baca selengkapnya
56. Wajah Lucia terpampang di sampul tabloid
Rasa sakit kepala menyambut Lucia pagi itu. Rasa mual yang teramat sangat turut menyiksanya sehingga kedua tangannya menekan bagian perut terlalu kuat. Rasa mual yang semula bersarang di ulu hati mulai naik hingga ke kerongkongan, sehingga gadis itu berniat untuk memuntahkan isi perutnya saat itu juga. Satu tangan Lucia berpegangan pada closet dengan posisi berjongkok, dengan satu tangan yang lain memegangi rambut agar tak terkena muntahan. Alih-alih mengeluarkan cairan, hanya angin yang keluar dari mulut Lucia. Kendati demikian, rasa mualnya sedikit pun tidak berkurang. Lucia kembali ke kamar dengan kelimpungan karena sakit kepala yang menyergap. Dia bahkan berpegangan pada dinding-dinding dalam perjalanannya menuju ranjang tempatnya berbaring. Dering ponsel di atas nakas mengundang perhatiannya. Ia pun meraih benda pipih itu untuk melihat ID yang tertera di layar ponsel."Ruth?" gumam Lucia sembari memicingkan matanya saat mendapati nama sahabatnya di layar ponsel. Gadis itu du
Baca selengkapnya
57. Ada kehidupan kecil di dalam sini
"Tinggalah di rumahku selama situasi di luar tidak aman untukmu, Lucia." ucap Ruth yang baru saja mengeluarkan sebuah koper berisi pakaian dari bagasi mobilnya. Gadis itu berpikir, bahwa para pemburu berita akan mencari keberadaan Lucia selama beberapa waktu ke depan. "Terima kasih, Ruth." jawab Lucia sembari tersenyum penuh luka. Lucia dapat melihat kekecewaan yang berkelibat di balik wajah Ruth. Kendati demikian, Ruth malah mekesampingkan amarahnya dan memilih untuk membawa Lucia datang ke rumahnya. Saat kedua gadis itu memasuki kediaman Gracewell, Rosaline, ibu dari Ruth menyambut kehadiran Lucia dengan hangat. "Selamat datang di rumah kami, Lucia. Bersikaplah seolah kau sedang berada di rumahmu sendiri." ucap Rosaline sembari mengambil barang bawaan dari tangan Lucia. "Ah, terima kasih, Bibi." Lucia kembali tersenyum penuh luka. Bahkan di saat ia terpuruk, justru orang lain yang sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengannyalah yang bersedia menolongnya. "Apakah Ibu sud
Baca selengkapnya
58. Kecantikan pemancing petaka!
Lucia menggunakan jaket denim dan menutupi wajahnya dengan masker serta kacamata hitam. Dari balik kacamata hitam yang dia kenakan, mata gadis itu mengerling dengan gelisah ke segala arah. "Ruth, apa menurutmu penyamaranku tidak akan ketahuan oleh siapa pun?" bisik Lucia kepada Ruth yang turut menutupi sebagian wajahnya dengan masker. "Ssshh, tenanglah, kau bisa ketahuan jika kau tampak gelisah," jawab Ruth yang juga berbisik, penuh hati-hati agar tidak ada yang mendengar percakapan keduannya. Meski Ruth menyarankan agar Lucia tidak gelisah, pada kenyataannya perasaan itu masih bergelayut di dalam dadanya. Percayalah, menjadi buronan berita gossip membuatmu kehilangan kebebasan dalam menikmati hidup. Tanpa disadari, seseorang di bangku belakang Lucia diam-diam memperhatikan keduanya. Dia curiga dengan rambut madu gadis di depannya ang menurutnya tidak asing. Dari ujung kepala hingga kaki, perempuan itu mengamati gadis di depannya dengan seksama. Dia merasa sangat mengenali tubuh g
Baca selengkapnya
59. Keputusan untuk pergi dari Toronto
Kedua manik gelap itu menatap kosong pada hamparan gedung pencakar langit yang saling menyaingi tinggi satu sama lain. Pikiran pria itu kalut, pemberitaan yang beredar tentang dirinya dan Lucia seolah membangun tembok tinggi yang mempersulit keduanya untuk bertemu. Sesaat mata Kent terpejam membayangkan malam penuh gairah yang telah dilalui keduanya. Baru saja sepasang kekasih itu mereguk manisnya kebahagiaan, namun kini beredar rumor yang membuat reputasinya dan juga kekasih belianya buruk. Suara ketukan pintu seketika mambuyarkan lamunannya. "Masuk." ucap Kent seolah tak acuh dengan kehadiran seseorang di balik pintu. Eryk yang baru saja masuk dan mendapati punggung sang ayah menarik nafas dalam untuk menyiapkan mental menghadapi Kent. Pria paruh baya itu bisa saja meledakkan amarahnya kali ini. "Untuk apa Ayah memanggilku?" tanya Eryk dengan suara datar sembari menutup pintu. Pria muda itu berdeham untuk mengusir kegugupan yang dia rasakan. Kent membalik badan dengan kedua tan
Baca selengkapnya
60. Mulai membuka lembaran baru
"Aku pamit, Ayah. Mungkin aku akan jarang berkunjung. Doakan aku, semoga aku bisa membesarkan anak ini dengan sangat baik." Lucia mengecup nisan Henry sembari memejamkan mata. "Sebenarnya aku enggan untuk pergi dari kota ini, Ayah, tetapi keberadaanku di sini sedang tidak baik-baik saja. Sedangkan hidupku harus terus berjalan."Ruth dapat menyaksikan kerinduan yang begitu menyiksa di depan matanya. Satu-satunya keluarga yang Lucia miliki telah pergi meninggalkan gadis itu untuk selamannya. Tanpa di sandari air mata perlahan luruh dari sudut matanya. "Kita pergi sekarang, Ruth." ucap Lucia yang membuat Ruth cepat-cepat menyeka air matanya. "Benar, kita harus segera pergi sebelum hari semakin siang." gadis itu melirik jam yang melingkar di tangannya untuk menutupi kelopak mata yang basah dengan air mata. Tanpa menoleh kearah Lucia gadis itu berjalan mendahului menuju mobilnya yang terparikir di pelataran Mount Pleasant Cemery. Ruth tidak ingin Lucia melihat sisinya yang menyedihkan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status