All Chapters of Dikejar Cinta Mantan Suami: Chapter 11 - Chapter 20
148 Chapters
11. Cemburu
Pov HaikalAku terkejut sekali melihat kedatangan Andi si rumah mantan mertuaku. Ketika melihat dia datang dan membawa kado untuk anakku, pikiranku langsung tak tenang. Berbagai pertanyaan bersarang di kepalaku. Aku segera berbisik pada Amanda, untuk tahu kenapa Andi bisa hadir di pesta ulang tahun anakku. Aku sebagai papanya Pasya tentu keberatan dengan kedatangan Andi. Kalau ada yang tanya kenapa? Ya karena aku tahu kalau Andi pernah menaruh hati pada Amanda-mantan istriku. Apalagi sekarang status Andi yang duda, dan Amanda yang juga seorang janda. Makin ketar-ketir lah hatiku. Aku takut kalau antara Andi dan Amanda menjalin suatu hubungan. Meskipun sah saja sih kalau mereka menjalin hubungan, karena mereka sama-sama single. Tapi, aku yang masih mengharapkan bisa rujuk dengan Amanda tentu sangat tak suka kalau mereka dekat, dan menjalin hubungan spesial.Aku memang berniat rujuk dengan Amanda sudah lama. Tepatnya setelah Amanda menjanjikan kalau kemungkinan untuk rujuk selalu ada, k
Read more
12. Genderang Perang
Pov HaikalAku menatap punggung Amanda yang menjauh. Kuhela napas panjang, kemudian berjalan ke arah Andi dan mantan ayah mertuaku duduk. Aku harus mengajak Andi bicara empat mata, untuk memastikan niatnya datang kemari. Terdengar konyol memang, karena siapa saja bisa datang kemari. Toh ini bukan rumahku. Aku pun ada di rumah ini karena yang berulang tahun adalah Pasya, anakku.“Ndi, bisa kita bicara empat mata sebentar?” tanyaku yang tentu saja membuat Andi terkejut.“Oh, boleh. Tunggu sebentar, ya. Aku habiskan dulu makananku,” sahutnya yang sedang menikmati tekwan.Aku menganggukkan kepalaku, dan duduk di sebelahnya. Kuambil air mineral dalam kemasan gelas, dan kuminum hingga tandas untuk mendinginkan hatiku.“Yuk, Kal! Kita mau ngomong di mana?” tanya Andi setelah selesai menikmati tekwan.Aku tak langsung menjawab. Aku pandangi ke setiap sudut rumah orang tua Amanda. Tak ada ruang untuk kami bicara empat mata. Rumah ini cukup ramai oleh para anak kecil plus pengantarnya. Ditambah
Read more
13. Sakit
Pagi ini aku tampak panik karena tubuh Pasya yang tiba-tiba demam. Anakku itu tergolek lemah di atas tempat tidur. Sama dengan anak seusianya yang lain kalau rewel ketika sedang tak enak badan. Pasya dari tadi merengek. Aku beri susu karena semenjak berusia satu tahun, Pasya memang berhenti minum ASI. Tapi, botol susu yang aku beri, hanya sebentar saja dia pegang. Selebihnya, dia serahkan kembali botol susu itu padaku. Aku peluk dan kucium keningnya dengan lembut, untuk membuatnya merasa nyaman.“Pasya mau apa, Sayang? Mau makan bubur? Atau mau sosis bakar?” tanyaku, berharap dia menganggukkan kepalanya ketika aku menyebut makanan kesukaannya. Tapi, dia hanya diam sambil terus merengek. Membuatku semakin panik dan sedih.Di saat aku merasa panik, tiba-tiba saja ponselku berdering. Aku langsung meraih benda pipih itu yang tergeletak di atas nakas, dan melihat nama mas Haikal terpampang di layar ponselku. Aku langsung mengangkat panggilan telepon itu.“Halo, Mas,” sapaku dengan nada cem
Read more
14. Tamu Di Sore Hari
“Eh, maaf.”Hanya kata itu yang terlontar dari bibirku. Setelahnya, aku langsung melangkah menuju ke poli anak. Aku mendengar langkah mas Haikal mengikutiku, hingga posisinya kini berada di sampingku.Tiba di poli anak, suasana cukup ramai. Menunjukkan kalau dokter Andi Saputra cukup diminati oleh para orang tua, untuk menangani anak mereka. Aku langsung memberikan berkas Pasya pada suster yang duduk di balik meja jaga, yang ada di depan ruang praktik dokter. Sedangkan mas Haikal telah duduk di kursi tunggu, memangku Pasya.“Pasya tadi dapat nomor antrean berapa?” bisik mas Haikal ketika aku sudah duduk di sebelahnya.“Nomor sepuluh,” jawabku.“Berarti dua pasien lagi. Tadi yang dipanggil sudah nomor delapan,” sahut mas Haikal.“Oh begitu,” sahutku. Aku lalu menatap anakku yang menyandarkan kepalanya pada dada bidang papanya. Dada bidang, ya...menatap Pasya otomatis membuatku menatap dada bidang mantan suamiku. Dulu saat kami masih bersama sebagai pasangan suami istri, aku juga sering
Read more
15. Haikal VS Andi
Aku tinggalkan Pasya yang sedang asyik menonton film kartun kesukaannya. Aku berjalan cepat bersama dengan mama ke ruang tamu. Benar saja perkiraanku. Setibanya di ruang tamu, aku melihat kalau mas Haikal sudah berdiri berhadapan dengan Andi. Kedua pria itu saling tatap dengan cukup tajam. Bahkan aku melihat tangan keduanya pun terkepal.“Ada apa ini?” tanyaku dan mama secara bersamaan.Mas Haikal terdiam. Diamnya mas Haikal sepertinya dimanfaatkan oleh Andi, yang sempat tersenyum tipis. Walaupun samar, aku sempat melihatnya. Entah lah, aku tiba-tiba merasa tak suka melihat senyuman itu. Senyuman yang terbungkus maksud tertentu.“Saya juga nggak tahu, Bu. Haikal datang dan tiba-tiba marah pada saya. Padahal saya kemari mau melihat kondisi Pasya yang sedang sakit. Kebetulan saya adalah dokter anak yang tadi pagi memeriksanya. Jadi setelah selesai praktik, saya kemari ingin bertemu dengan Pasya,” sahut Andi.“Alasan saja kamu, Ndi! Mana ada dokter yang menjenguk pasiennya di rumah. Jang
Read more
16. Sebuah Kecupan
“Kira-kira kapan Mas akan ajak Pasya piknik, dan kapan akan dipertemukan dengan orang tua kamu? Apa piknik dulu atau ketemu sama kakek dan neneknya dulu?” tanyaku memastikan.“Piknik dulu. Ayah dan ibu sekarang juga sedang ada di Amerika. Hari Sabtu ini aku mau ajak Pasya piknik, lalu minggu depan akan aku ajak ketemu sama kakek dan neneknya. Soalnya mereka sudah ada di Jakarta hari Kamis nya,” sahut mas Haikal yang kini menatapku dengan tatapan menyelidik. Mungkin dia melihat kalau kini aku tampak sedikit gelisah. “Ada apa memangnya, Manda?”Betul kan dugaanku, kalau dia sedang memperhatikan diriku yang memang agak gelisah. Jujur saja, aku sangat enggan bertemu dengan mantan mertuaku. Mantan ibu mertuaku yang aku anggap sebagai biang kerok perceraian aku dan mas Haikal. Lalu mantan ayah mertuaku yang aku anggap melakukan pembiaran, karena sama sekali tak bisa menasihati istrinya agar tak mencampuri urusan rumah tangga anaknya.“Nanti kalau Pasya ketemu sama kakek dan neneknya, aku ng
Read more
17. Piknik
Aku melihat mas Haikal tertawa pelan. Aku sebal melihatnya. Apalagi Pasya yang ikutan tertawa, seolah senang kalau papanya mengecupku, aduh.“Jangan coba-coba lagi berbuat seperti itu, Mas. Aku melarang keras! Kalau hal itu sampai terjadi lagi, maka aku nggak akan memberi ijin kamu untuk mengajak Pasya keluar. Cukup di rumah saja kamu ketemu sama Pasya!” tegasku.Aku pikir, mas Haikal akan terkejut mendengar perkataanku dan minta maaf atas perbuatannya tadi. Tapi dia justru mengulum senyumannya.“Aku nggak akan berbuat seperti tadi, kalau kamu nggak mencoba melirik laki-laki lain. Apalagi melirik si Andi,” bisiknya yang membuat aku tertegun.“Eh, siapa yang melirik si Andi,” sahutku heran.“Barusan itu apa? Kamu ada hati sama Andi, iya?” tanyanya masih dengan suara yang berbisik.“Lah, kok kamu sewot sih, Mas? Aku ini kan bukan istri kamu lagi. Jadi nggak seharusnya kamu marah kalau misalnya aku ada hati sama Andi, iya kan.” Aku sengaja berkata demikian, karena ingin melihat mantan su
Read more
18. Mencoba Cari tahu
“Mas.” Aku mencolek lengan mas Haikal setelah Andi berjalan ke luar gerai kopi.“Apa?”“Apa kamu nggak kepikiran kalau yang menelepon Andi itu dokter Bambang yang sama, dengan dokter yang memeriksaku dulu?” tanyaku dengan mata yang memicing ke arah mas Haikal.“Ada sih pikiran kayak begitu, Manda. Memangnya kenapa? Kamu mau komplain karena dokter Bambang salah diagnosa? Kalau mau komplain, aku akan dampingi,” sahut Mas Haikal serius.“Apa masih bisa komplain sedangkan waktu sudah berjalan hampir dua tahun?” ucapku sendu.“Kenapa nggak bisa? Karena dia, ibu langsung mencap kamu mandul dan menyodorkan Meta padaku. Paling nggak kalau kita komplain, ada permintaan maaf dari dia,” sahut mas Haikal.Aku menghela napas panjang, karena bukan itu tujuanku. Buat apa komplain? Sudah basi aku rasa.“Aku malas untuk komplain. Tapi, ada yang mengganjal di hatiku selama ini,” ucapku yang membuat mas Haikal mencondongkan tubuhnya untuk mendengarkan dengan jelas suaraku, karena aku bicara dengan sanga
Read more
19. Saran Andi
“Hah?! Kenapa sih kamu kok penasaran sama dokter Bambang, Bro?” tanya Andi dengan kening yang berkerut, dan mata yang memicing.“Ya pasti penasaran lah aku sama si dokter itu. Soalnya aku tahu pasti siapa kakeknya Darel. Jadi tolong aku ya, Ndi. Aku mau mengungkap kebenaran,” sahut mas Haikal serius.“Kebenaran tentang apa? Kasih aku penjelasan walaupun sedikit. Supaya aku bisa tahu harus mulai dari mana,” cetus Andi.Aku dan Adel hanya menyimak saja pembicaraan mereka berdua.“Aku akan cerita. Kamu dengarkan baik-baik cerita aku ini. Jangan dipotong sebelum aku selesai bercerita,” sahut mas Haikal yang diangguki oleh Andi.Mas Haikal lalu mengajak Andi untuk masuk ke dalam mobilnya, karena tak ingin ada yang mendengar perkataannya. Selain itu, dia melihat kalau Pasya tertidur di gendonganku. Mungkin dia ingin anaknya tidur dengan posisi nyaman, kalau aku duduk di jok mobil.Setelah kami semua masuk ke dalam mobil, mas Haikal mulai cerita dari awal sampai kecurigaannya pada Darel. Tak
Read more
20. Temuan Andi
Seperti biasanya kalau setiap jam sepuluh pagi aku selalu datang ke rumah makan milikku, untuk mengawasi karyawanku bekerja. Melihat bagaimana mereka melayani pelanggan yang datang langsung, maupun pelanggan secara online. Karena sekarang pusat bisnis aku ada di ruko ini, baik offline maupun online.Aku yang sedang sibuk di ruanganku di lantai dua, tiba-tiba harus menghentikan aktivitas untuk sementara karena bunyi notifikasi pesan masuk di ponselku. Aku melihat nama mas Haikal terpampang di layar ponsel sebagai si pengirim pesan. Dengan cepat aku membuka pesan darinya.[Manda, aku dan Andi nanti ke ruko kamu. Kata Andi, dia sudah berhasil merekam pembicaraan dengan Meta. Jadi kami janjian untuk ketemu di sana, sambil makan siang.]Aku pun langsung membalas mas Haikal.[Ok.]Setelah itu, tak ada pesan darinya lagi. Aku pun kembali melanjutkan aktivitasku yang sempat tertunda.Aku sudah turun ke lantai bawah ketika waktu menunjukkan pukul dua belas siang, menunggu kedatangan mas Haikal
Read more
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status