Share

17. Piknik

Aku melihat mas Haikal tertawa pelan. Aku sebal melihatnya. Apalagi Pasya yang ikutan tertawa, seolah senang kalau papanya mengecupku, aduh.

“Jangan coba-coba lagi berbuat seperti itu, Mas. Aku melarang keras! Kalau hal itu sampai terjadi lagi, maka aku nggak akan memberi ijin kamu untuk mengajak Pasya keluar. Cukup di rumah saja kamu ketemu sama Pasya!” tegasku.

Aku pikir, mas Haikal akan terkejut mendengar perkataanku dan minta maaf atas perbuatannya tadi. Tapi dia justru mengulum senyumannya.

“Aku nggak akan berbuat seperti tadi, kalau kamu nggak mencoba melirik laki-laki lain. Apalagi melirik si Andi,” bisiknya yang membuat aku tertegun.

“Eh, siapa yang melirik si Andi,” sahutku heran.

“Barusan itu apa? Kamu ada hati sama Andi, iya?” tanyanya masih dengan suara yang berbisik.

“Lah, kok kamu sewot sih, Mas? Aku ini kan bukan istri kamu lagi. Jadi nggak seharusnya kamu marah kalau misalnya aku ada hati sama Andi, iya kan.” Aku sengaja berkata demikian, karena ingin melihat mantan su
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status