All Chapters of Istri Seksi Sang Casanova: Chapter 11 - Chapter 20
66 Chapters
Bab 11. Mengecek CCTV
Tubuh Mutia sampai membentur dada pria itu. Dada kokoh saat jemari Mutia tidak sengaja terkait di antara kulit dan kancing kemeja Firheith yang terbuka. Rambut halus yang menyebar di dada Firheith membuatnya terlihat semakin macho. Seksi dan maskulin yang begitu menggoda. Tapi Mutia tidak sedang tergoda, hanya saja ia mengagumi pria itu yang ternyata tampan jika dilihat dari dekat. “Fir, lepaskan tanganmu dari pinggangku, tolong?” Tumben sekali Mutia memintanya dengan lembut, tidak seperti biasanya suka memberontak. Suaranya yang rendah, sungguh terdengar sensual hingga Firheith harus berdeham beberapa kali mengenyahkan pikiran liarnya tentang bibir mungil Mutia yang menggairahkan. “Apa kamu mau dihukum sekarang?” Selain manik tembaganya menjerat mata jernih Mutia, telapak tangan Firheith juga mencengkeram pinggang Mutia. Tubuh keduanya benar-benar sangat dekat. Mutia sampai bisa merasakan napas hangat Fiheith yang memburu di wajahnya yang dingin.Mutia menggerutu di dalam hati.
Read more
Bab 12. Polos Tapi Berbahaya
“Boleh kan?” ulang Mutia karena Firheith belum memberi jawaban, sedangkan ia butuh secepatnya. “Sebentar.” Firheith menyela, Mutia mengangguk sabar ketika pria itu meraih kopi yang baru saja ia buatkan atas permintaannya waktu lalu, sebagai imbalan telah berbuat baik yang entah Firheith tak paham maksudnya. Mutia tidak akan terang-terangan mengaku kalau terkait pembelaan Firheith padanya atau makanan yang diberi. Itu akan menghancurkan hubungan Firheith dan mamanya, Mutia tidak terlalu egois tentang itu. "Kopi buatanmu lumayan." Tentu Firheith juga tabu bicara jujur untuk memuji, bisa turun harga dirinya nanti. "Kenapa kamu bisa tahu selera kopiku? Padahal aku belum pernah mengatakan. Apakah mama atau Espen yang memberitahumu?" Mutia tak besar kepala, namun senyumannya yang sempat terlirik terlihat cukup manis. "Terima kasih, mungkin hanya kebetulan," sanggah Mutia dengan memperhatikan pria itu. Firheith menyeruput kopi hitam buatan Mutia yang terasa enak itu lagi, perpaduan gula
Read more
Bab 13. Hatinya Tersengat
"Baiklah."Mutia bergegas menarik dirinya berpindah ke bagian depan. Pegangan pintu mobil dibukanya lalu duduk di samping Firheith yang mengemudi. Dengan buru-buru Mutia memasang sabuk pengamannya, karena tidak ingin membuat Firheith marah kalaua sampai pria itu terlambat ke kantor. Apalagi dirinya yang jangan sampai memberi kesan negatif di hari pertamanya mengajar. "Aku sudah memasang sabuk pengamanku. Kita bisa berangkat sekarang." Mutia memberitahu Firheith yang sedang mengutak-atik ponsel. Tanpa membalasnya, Firheith langsung mengemudikan mobilnya ke luar dari kediaman mewah Lander menuju jalanan. Keduanya saling diam tanpa ada yang bicara sepanjang perjalanan, Mutia memang tak tahu harus memulai topik apa. Begitupun Firheith yang sosoknya tiba-tiba berubah cool dan tak banyak bicara semenjak menikah. Padahal setahu Mutia, dulu saat Firheith bertemu Richard. Keduanya sangat konyol dan suka bercanda, apalagi membahas soal wanita. Firheith lah yang paling interaktif, tapi sekar
Read more
Bab 14. Posesif
"Terima kasih banyak sudah repot-repot mengantar pulang, Mr. Janssen," ujar Mutia setelah Adam membukakan pintu mobil untuknya. Berkatnya, Mutia tidak perlu berjalan kaki dan kehujanan. "Sama-sama Miss Mutia. Tolong… Lain kali, jangan pernah sungkan." Adam menjeda napas pelan, lalu menatap Niel yang masih terlelap di bangku belakang kemudi. "Niel mau sekolah lagi itu saja sudah membuat saya sangat bahagia."Bagi Adam, Mutia seperti malaikat yang dikirim Tuhan di waktu yang tepat untuk menyelesaikan kesulitannya. "Itu sudah kewajiban saya sebagai guru, Sir," sahut Mutia merendah. "Anda benar. Namun, sepengetahuan saya. Anak kecil itu bisa membedakan mana orang yang benar-benar tulus dan tidak, Miss Mutia?" ungkap Adam kagum. Mutia tidak hanya cantik di luar namun juga cantik dari dalam. Mutia lagi-lagi hanya tersenyum menanggapi pujian Janssen. Sementara itu gurat Adam mendadak murung ketika terkenang mendiang istrinya, Tishya. "Anda bisa saja, Sir. Oia, saya—""Saya tidak menyangk
Read more
Bab 15. Keliaran Firheith
"Dengan apa?" tanya Mutia begitu panik, menatap Firheith dengan mata terselimuti gairah. Pria itu tidak mabuk, tetapi rupanya kesadarannya mulai menipis hanya begitu ia melihat kedua mata Mutia yang sayu. Tatapan mata tembaga Firheith jatuh pada bibir Mutia yang basah, jarinya mengukir di antara gelombang bibir itu dengan gerakan posesif. Sekalipun tak peduli, jika Mutia terus menghindari jarinya dengan wajah menoleh ke kanan dan kiri. "Fir!" dengkus Mutia melotot, karena ia tak mampu bergerak ketika kedua tangannya dikunci begitu kuat di atas kepala. "Syuuut!" FIrheith menggelengkan kepala, dengan semakin menekan bibir Mutia yang mungil dengan sebelah tangan. "Jangan bicara lagi Mutia...," larangnya dengan suara teramat parau yang penuh dengan pancingan. Sialnya posisi ini membuat suhu tubuh Firheith naik. Panas dan terbakar, seiring di kepalanya yang terbesit bayangan antara interaksi Janssen dan Mutia yang menurutnya terlalu berlebihan sore itu. Apalagi ditambah Niel yang lengke
Read more
Bab 16. Memperebutkan Mutia
Setelah melakukan tes urine, Mutia harap-harap cemas menunggu hasilnya. Tidak mungkin gara-gara itu, Mutia menunda mandi. Sementara kini sudah pukul enam pagi."Kenapa dua menit rasanya lama sekali? Ayolah... Sesuai harapanku..." Mutia menatap test pack dengan jantung berdegup kencang. Saat garis akan muncul, tiba-tiba Mutia mendengar pintu kamarnya diketuk. Sepasang netranya terbeliak mengetahui siapa yang memanggil. Ia sampai gugup dan buru-buru meletakkan test pack lagi di pinggiran wastafel. Tidak ingin membuatnya marah, Mutia secepatnya keluar dari kamar mandi dan berlari membuka pintu. "Maaf, Nyonya. Tadi saya sedang berganti pakaian.""Alasan!" hardik Glady sinis. Glady ternyata tidak sendiri, tapi juga bersama Celine yang mengenakan pakaian ala kantor. Keduanya berdiri menatap penampilan Mutia dengan tajam. "Dasar kampungan! Style kemejamu norak!" desis Celine. Mutia segera membantah, "Ini... Bukan kemeja biasa Celine, tapi kemeja batik sekar jagad dari Bali. Waktu aku dat
Read more
Bab 17. Hasil Test Pack
Firheith memperhatikan tatapan menuntut jawaban dari Mutia dan Adam Janssen. Ego pria bermanik tembaga ini terlalu tinggi. Alih-alih menjelaskan, Firheith yang tidak bisa membiarkan miliknya disentuh pria lain kembali merebut tangan Mutia."Fir, biarkan aku pergi dan tolong lepaskan aku?" Mutia memberontak dengan berusaha mengempas cekalan Firheith di pergelangannya.Namun, Firheith justru memeganginya begitu kuat. Pria itu bahkan semakin terlihat overprotektif, membawa Mutia berlindung di belakang tubuhnya yang tinggi gagah. "Tuan, jangan bertindak kasar pada Miss Mutia!" tegur Adam. Tidak sampai hati menyaksikan Mutia kesakitan ditarik sana-sini oleh Firheith, seperti tengah menghindari penculik. "Diam kau! Tidak usah ikut campur urusan kami!" peringat Firheith dengan tajam. Adam Janssen yang tadinya ikut marah, menghela napas panjang. Sekarang Adam bisa menguasai diri. Sebagai pengacara yang sudah malang melintang menangani berbagai kasus, tidak sekali Adam menemukan klien berw
Read more
Bab 18. Mutia Sakit
Firheith yang melihat Mutia datar-datar saja, menjadikannya geram. Pria itu melempar testpack di tangannya ke meja dengan kasar. Berdiri mendekati Mutia yang duduk di seberangnya dan menaikkan dagu Mutia dengan jari telunjuk. "Jika kau ingin bercerai dariku karena tergiur merebut Hotel Crousant? Maka selamanya aku tidak akan menceraikanmu Mutia!""Tapi aku ingin bebas Fir? Aku ingin pulang ke Indonesia. Aku rindu ibuku," kata Mutia, suaranya terdengar penuh harap ketika Firheith melihat kilauan di mata wanita ayu itu. "Memangnya aku memenjarakanmu di sini?" Firheith yang tersinggung berubah menatap dingin pada Mutia.Napas Firheith yang menderu kasar bisa dirasakan di wajah Mutia yang kemudian berpaling. "Kau mau mengajar? Aku setuju. Kau ingin bekerja membantu di rumah ini? Silakan. Lalu di mananya aku memejarakanmu, huh?!""Lalu kenapa kau tidak berterus terang soal warisan yang menjadikanku alat untuk mendapatkannya?" tanya Mutia lantang, kini ia tidak gentar membalas tatapan taj
Read more
Bab 19. Kabar Menggemparkan
Firheith begitu kesal, karena Saviar malah menelepon dr. Lera yang kini sedang memeriksa kondisi Mutia yang belum sadarkan diri. Alhasil, entah bagaimana ceritanya Gabriel sekalian ikut datang ke hotel itu. "Brengsek kau, Saviar! Kau memang pengacara tidak berguna!" geram Firheith, menatap pria berkumis tipis di sebelahnya dengan tatapan bak mata pisau."Ma-maafkan saya, Mr. Fir. Sungguh, saya tidak sengaja," ujar Saviar begitu menyesal sekaligus takut. Gabriel yang sejak tadi memperhatikan Mutia beralih menatap Firheith. "Cepat ikut papa keluar! Ada yang ingin papa bicarakan padamu!""Oke." Firheith mengikuti Gabriel dari belakang. Namun saat mencapai pintu, Gabriel mengejutkan Firheith begitu ia tiba-tiba berbalik badan. "Anda juga harus ikut, Mr. Saviar Gonzales!" tekan Gabriel. "Ba-baik, Mr. Lander." Saviar mengangguk pasrah dengan wajah nyaris pucat. Ia tidak berkutik melawan Ayah dan anak yang sangat berpengaruh itu. Dan di lorong depan kamar ini persis, ketiga pria itu sal
Read more
Bab 20. Keputusan Tidak Terduga
Beruntung wanita paruh baya itu tidak ambruk ke lantai. Tangan Gabriel cekatan menahan bobot tubuh Glady ke dalam pelukan. “Mama!” pekik Celine dan Firheith panik, berhamburan menghampiri Glady yang telah digendong oleh Gabriel. Sementara itu, Mutia dan Espen yang tidak kalah terkejut kemudian menyusul mereka untuk mengetahui kondisi Glady selanjutnya. Mengesampingkan sikap jahat ibu mertuanya itu yang tidak pernah berlaku baik padanya selama ini. Mungkinkah ini sebuah karma dari Tuhan untuk Glady? Sedikitpun Mutia tidak berpikir demikian, yang ada malah kasihan. “Glad, bangunlah! Jangan membuatku takut!” panggil Gabriel saat istrinya masih tak merespon. Gabriel takut kehilangan ibu dari anak-anaknya. Raut cemas bahkan kentara sekali di wajah Gabriel, yang berusaha menyadarkan Glady dengan menepuk-nepuk pipinya. Akan tetapi, saat merasakan kulit Glady yang begitu dingin, mata keabuan Gabriel terbeliak ke atas. “Apa yang sebenarnya terjadi dengan mama, Pa?” Celine bertanya sembar
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status