Semua Bab Istri Dadakan si Dosen Tampan: Bab 21 - Bab 30
140 Bab
Part 21 - Sakit Perut Membawa Berkah
Aku meringis pelan menahan sakit dan perih yang bergumul menjadi satu di dalam sana.Sakit perut seperti ini memang paling kutakutkan karena nyaris membuat pingsan ketika sudah datang. Sialnya, karena sampai sekarang aku tak bisa mengenali kapan ia datang? Sebab kupikir ketika akan datang bulan, tapi tidak melulu sakit seheboh ini juga. “Sha, kamu kenapa?” tanya Vina cemas.Dia berusaha menyentuh wajah, lengan, hingga kaki yang kurasakan sudah dingin. “Perutku sakit,” lirihku menarik napas. Nada suara Vina terdengar panik. “Habis makan kebanyakan daging kamu?” Baik Vina ataupun Mika memang sudah tahu kalau perutku bukan perut Omnivora. Bahkan bisa dibilang sensitif perihal daging. Tapi, bukan berarti tak suka daging. Aku tetap makan, tapi harus sedikit. Sedikit pun masih mungkin membuat perutku kesetanan. “Mana ada gue makan daging.” “Haid?”“Belum juga, tapi emang mungkin mau.”“Nah itu, nyeri haid pasti,” cicit Vina. “Aku punya balsem, mau diolesi gak perutnya?”“Kok lu kayak
Baca selengkapnya
Part 22 - Menegosiasi Peraturan Pernikahan
Paling tidak, saat ini aku merasakan kesenangan luar biasa bisa berdekatan dengan Pak Ezar. Ditelisik dari semenjak awal menikah, sepertinya kami tak pernah sedekat ini tanpa ada insiden terjatuh gara-gara kecoak. Bukan juga karena menyamar jadi pasangan bahagia di depan keluarga. Ini murni, tapi waktunya di saat aku tak berdaya. Kalau sakit bisa membuatku sedekat ini dengan suami sendiri, bagusnya sakit terus saja. Biar diberi perhatian lebih. ‘Ah, tolol! Cuma lu Asha yang pengen sakit terus.’“Soal Manda kemarin, saya minta maaf, ya. Saya sudah bilang kalau kamu sibuk, tap—”“Gak apa-apa, Pak. Sudah terjadi juga,” ucapku memotong kalimatnya. “Mbak Manda sering nginap di sini ya, Pak?” tanyaku. “Sebelumnya tidak pernah. Baru tadi malam dia berani nginap di sini. Itu pun karena ada kamu juga.”Aku membulatkan mulut membentuk O. Setidaknya, aku merasa senang kalau hubungan mereka nyatanya belum terlalu jauh.
Baca selengkapnya
Part 23 - Khitanan Rayyan
“Oh, ini ... bukan apa-apa. Hanya proposal usaha teman saya,” jawab Pak Ezar. Aku berusaha mencari kejujuran lewat ekspresinya, tapi yang kulihat adalah semburat keraguan di wajahnya.Apakah ada sesuatu yang ditutupi Pak Ezar dariku? “Oh,” lirihku pura-pura percaya.Paling tidak, aku juga sedikit tahu bentuk proposal itu seperti apa? Dan yang dibikin Pak Ezar bentuknya lain, tidak seperti proposal pada umumnya. Apa temannya Pak Ezar punya format khusus saat bikin proposal?Tampak aneh, tapi aku tak akan mendesaknya untuk memberitahuku kebenarannya. Aku sadar posisiku di mana. Aku tak sepenting itu untuk tahu segala hal tentangnya. “Kamu kenapa bangun? Emang perutmu sudah mendingan?” tanya Pak Ezar sembari menutup sedikit laptopnya. Lalu, menatapku sebentar. Aku menyangga kepala di punggung sofa, lalu meliriknya sekilas. “Haus tadi, Pak.”“Hmm. Oh, ya ... skripsimu sudah sampai m
Baca selengkapnya
Part 24 - Bertemu Adik Ipar
Dada ini mendadak sesak melihat kedekatan suami dan perempuan muda yang entah datang dari belahan dunia mana?Aku meneguk ludah berkali-kali dengan tatapan yang tak lepas mengamati dua insan yang tengah tertawa-tawa bahagia. Apa Pak Ezar tak memikirkan perasaanku? Istrinya ada di sini, tapi mengapa ia menganggap seperti tak ada. Baru saja tadi malam ia melambungkan harapanku, nyatanya kembali dihempaskan ke dasar bumi. Ah, salahnya juga karena aku terlalu mudah melambungkan harapan setinggi-tingginya pada orang seperti Pak Ezar. Ini belum masuk kategori cemburu, kan? “Sha, lu gak kenal cewek itu siapa?” tanya Mika yang kubalas dengan gelengan. “Labrak gak, nih?” tanya Vina. Setidaknya, aku bisa melihat kilat kekesalan pada kedua bola matanya.“Pliss, jangan cari keributan di sini,” kekeh Mika. “Nah, iya. Nanti kita dipecat Bu Aina karena bikin kegaduhan di acarnya. Gak lucu!” timpalku.
Baca selengkapnya
Part 25 - Gombalan Fadly
“Tau gak kak? Dia pernah nyuap pihaknya stasiun TV, cuma biar dia yang isi itu salah satu acara di sana.”“Uwah! Mantep mainnya!” “Mantep apaan kek gitu, Kak?”“Mantep stresnya tuh orang.” Aku terkekeh pelan. “Kamu kok bisa tau semua tentang dia? Personilnya lambe turah ya?”“Ya kan sempat trending waktu itu, Kak.”Sungguh, tak bisa dipungkiri jika muka polos dengan segala kelembutannya juga terdapat duri-duri yang menancap sempurna di tubuhnya. Aku sampai tertipu dengan wajah cantik dan polosnya Manda selama ini. Ternyata, hatinya tak begitu mencerminkan kecantikan luarnya. Padahal, aku sempat mengaguminya. Batal, ah! Segala pujian yang sempat terlontar lebih baik kutarik lagi. Ah, intinya sudah lost respect! Tapi, yang masih jadi pertanyaan adalah mengapa Pak Ezar masih menjalin hubungan dengan Manda hingga saat ini? Bukankah Manda sudah menyakitinya? Lalu? Apa lagi
Baca selengkapnya
Part 26 - Diobati Ayang
Aku menghempaskan badan tepat di kursi depan meja kerja Mika. Ia yang tengah sibuk bermesraan dengan data-data keuangan tampak kaget dengan kehadiranku tiba-tiba.Ia melihat jam tangannya sekilas, lalu menatapku penuh tanya. “Kenapa lu? Datang-datang kek orang kesurupan. Ini baru jam 1 juga. Lu jadwalnya kan jam 4.”“Mau numpang ngadem di sini.”“Dih, kek gak punya rumah aja lu,” cibir Mika. “Bukannya lu ada jadwal bimbingan hari ini?”“Ada, tapi batal,” cetusku malas.“Kok bisa?”Mika menghentikan aktivitasnya, lalu fokus padaku seakan tahu kalau aku butuh teman untuk bercerita.Ah, aku memang butuh tempat untuk melampiaskan segala unek-unek yang membuat jiwa setengah terpasung. “Gue telat 10 menit nemuin Pak Ezar,” ucapku memonyongkan bibir sambil menopang wajah dengan kedua tangan. BRAK!Aku tersentak saat Mika menggebrak meja. Ia mencondongkan tubuhnya ke arahku. “10 m
Baca selengkapnya
Part 27 - Serba-Serbi Dadakan
“Kenapa diam, hmm?” tanya Pak Ezar dengan alis terangkat. “Gak yakin kalau sudah bergelimang pahala yang bisa kamu bawa mati?”Kulihat sudut bibirnya tertarik, mencipta seutas senyum tipis yang sangat manis. Manisnya ngalahin janji mantan. Cuaks! ‘MasyaAllah, ganteng banget suami gue kalau senyum begini.’Seketika, aku meringis kecil merasakan perih yang seperti tertusuk begitu Pak Ezar mengolesi obat merah pada telapak tanganku. “Siapa bilang saya gak yakin? Malah yakin kalau pahala saya banyak dari orang-orang yang menzolimi saya kok, Pak.” Aku memanyunkan bibir kesal. Pak Ezar tertawa kecil. “Memang siapa yang menzolimi kamu?”“Ada tuh,” cetusku mencuri-curi pandang ke arahnya. ‘Ada, tuh. Pak Dosen yang teganya minta ampun,’ lanjutku dalam hati. Pak Ezar tiba-tiba mengacak rambutku sambil tersenyum. Duh, ini gimana ceritanya? Rambut yang diacak-acak tapi hati yang berantakan. ‘Tolong!
Baca selengkapnya
Part 28 - Rayuan Ala Asha
Mika yang tampaknya sudah menangkap maksud pembicaraanku tertawa terbahak-bahak. Ia sampai memegang perutnya saking hebohnya tertawa. “Si Manda yang dikasi nama belut gorong-gorong sama Asha, Vin,” ucap Mika di sela tawanya. “Astagfirullah. Kok jahat banget sih kamu, Sha? Lanjutkan, Ukhti!”Lah? Ini si Vina nyuruh istighfar, tapi minta lanjutkan juga.“Terus-terus, apa kata adik iparmu?” tanya Mika. Aku pun menceritakan secara detail apa pun yang kudengar dari Freya tanpa ada yang terlewat sedikit pun pada mereka berdua.“Gak nyangka, si Manda begitu,” ujar Vina“Demi cuan dan ketenaran sih biasanya,” timpal Mika.Kami pun diam bergelut dengan pikiran masing-masing beberapa saat.“Sha, menurut gue lu harus lebih gigih lagi deh buat berjuang dapatin hatinya Pak Ezar. Itung-itung buat nyelamatin dia juga,” Mika menopang pipinya dengan satu tangan. Aku mengangguk-angguk pelan. Dalam
Baca selengkapnya
Part 29 - Obrolan Hangat Pasutri Baru
“Pak Ezar grogi ya digombalin sama saya?” tanyaku memicing penasaran begitu kami makan malam.“Mana ada saya grogi?” ‘Dih, gak mau ngaku. Sok jual mahal banget ini Pak Dosen.’“Ah, masa sih? Tadi sampai batuk-batuk begitu?”Bibir ini tersungging tipis sambil menyuap makanan dengan santai. Pak Ezar pun terlihat tak begitu peduli dengan obrolanku. Ia cukup santai saja melahap makanannya. “Pak, e—”Uhuk! Uhuk! Uhuk!“Makanya kalau makan jangan banyak bicara, Asha,” protes Pak Ezar lalu memberiku minum yang kuteguk hingga tandas setengahnya. “Karma itu. Orang makan mulutnya kayak Ibu-Ibu lagi rumpi.”Aku mendengus kesal mendengar ucapan Pak Ezar. Enak saja aku dikatain Ibu-Ibu rumpi? Kalem begini juga.“Saya gak pernah rumpi loh, Pak. Jangan sembarangan bicara.”“Mana ada gak pernah rumpi? Kalo ngumpul sama teman kamu terus bahas orang lain apa itu bukan rumpi namanya?”
Baca selengkapnya
Part 30 - Percobaan Bunuh Diri?
Begitu Mika berlalu ke ruangannya, ponselku tiba-tiba berdering. Sigap, aku meraihnya dari saku celana dan melihat ada pesan masuk dari Pak Ezar. ‘Tumben jam segini nge-chat gue?’[Asha, sibuk gak?][Gak begitu sibuk. Kenapa, Pak?] [Saya kirim foto, tolong pilihin, ya. Saya bingung mau pilih yang mana? Keliatan bagus semua.]Foto yang dimaksud pun sudah masuk di ponselku. Beberapa pilihan gaun yang sangat cantik. Sebisa mungkin aku menahan senyumku. Dalam hati kecil berharap kalau barang itu untukku sebagai kado ulang tahun, walau sebenarnya aku tak terlalu berminat barang-barang begitu.[Buat siapa, Pak?] [Manda. Dia ulang tahun besok.]Aliran darahku seketika terhenti dengan napas yang ikut tercekat. Di dalam sana seolah ada tangan tak kasat mata yang sengaja meremas hati hingga hancur. Pertahananku luluh lantak. Jiwaku terpelanting. Senyum yang tadi tercipta, perlahan memudar dan menyadarkan diri agar tak berharap spesial di hidup seseorang. Tak semestinya aku berharap hal
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status