Semua Bab Istri Alim Sang Mafia: Bab 31 - Bab 40
143 Bab
Bab 31 Salah Paham
"E..TT.." papa Aina sedikit terkejut. "Benar sekali Om Tanto, saya adalah ET..." Siapa yang tak kenal Elman Teddy atau ET? Seantero kota bahkan hampir bos besar atau pengusaha besar di kota ini kenal dengan Teddy.  "Naaa.. sin niii...." Aina memegang tangan papanya dengan erat. "Tenang om, saya tidak akan menyakiti Aina..." Teddy memegang tangan Aina. "Kita sudah berakhir..." Aina bicara dengan ketus. "Siapa yang bilang? Masih ada satu hari lagi Ainaa...." Teddy mengingatkan kesempatan untuk menjadi suami istri masih ada satu hari. Setidaknya Teddy ingin mengakhirinya dengan sangat spesial. "Pergi dari sini..." Aina mendorong tubuh Teddy. "Kamu tidak boleh mengusir suamimu sendiri Ainaa..." Aina menangis. Ia merasa sangat malu pada papanya. Apa yang telah ia lakukan dengan Teddy adalah sebuah kesalahan terbesar dalam hidupnya. "Kamu tahu aku sedang berduka.. Papaku sedang sakit, jadi aku moh
Baca selengkapnya
Bab 32 Malam Terakhir?
Teddy terdiam, ia membalas Aina dengan tidak menjawab semua pertanyaan yang keluar dari mulut Aina. Meski berkali-kali Aina minta jawaban. Tapi Teddy berusaha untuk diam. Terlebih, ia merasa hasratnya untuk melakukan hubungan suami istri tidak terbendung lagi. "Tuan, apakah kita sudah sampai?" mata Aina terkejut saat Teddy membawanya ke sebuah restoran mewah di tepi pantai. "Hmm..." Teddy segera membukakan pintu untuknya. Aina yang keriangan melihat pantai segera berlari meninggalkan Teddy di parkiran. "Dasar anak-anak!" Teddy berguman. Sejenak Aina tersadar ia tidak bisa masuk ke restoran itu karena tidak memiliki kartu reservasi. "Maaf Nona, Anda dilarang masuk!" Dua orang penjaga melarang Aina masuk area restoran. Aina tercegat begitu lama di depan sekuriti. Sementara Teddy memang sengaja untuk memperlambat jalannya. "Tuaann.." Aina melambai-lambaikan tangannya. "Dia bersamaku..."
Baca selengkapnya
Bab 33 Hidup Baru
Sebulan kemudian.."Selamat pagi Papa..." Aina memeluk papanya yang sudah terbangun."Ayo pa kita mencari udara segar..."Mata Aina masih sembab. Sisa tangisan semalam yang membuat Aina harus meneruskan kehidupan setelah mendapatkan luka yang terlampau dalam."Naa...." panggil papa."Ituuuu.." Aina melihat sesuatu yang ditunjuk oleh papanya."Selamat pagi om..." "Ada apa?" tanya Aina keheranan.Aina tidak menduga Teddy sudah terbangun pukul lima pagi. Tidak. Mungkin ia sudah bangun lebih pagi lagi karena jarak tempuh Istana Putih ke rumah Aina hampir dua jam."Apa ini?""Buku catatanmu yang tertinggal di kamarmu..." Teddy memberikan sebuah kotak yang berisi buku-buku Aina."Terimakasih..."Aina sedikit canggung saat Teddy menyerahkan buku itu. Kini dunia mereka memang tidak saling bersinggungan. Teddy yang sibuk mengurusi bisnisnya, sedangkan Aina masih fokus merawa
Baca selengkapnya
Bab 34 Pintu Kematian
"Tuaann..." Bik Asih dan yang lain segera membawa Teddy ke mobil.Aina masih terdiam tak bisa berkata-kata. Iq masih belum tersadar sepenuhnya."Aina..Aina.." Bik Asih beberapa kali memanggilnya."Aina apa kamu mau ikut?" Bik Asih masih membuka pintu mobil."Ah, apa?" Aina tersadar jika ia baru saja melamun."Ayo ikut.." Bik Asih mengajak Aina untuk duduk di belakang."Tapi aku mau pulang Bik..." Aina mendekati mobil besar yang membawa Teddy."Ainaa..." Teddy memanggil-manggil nama Aina."Ainaa...." suara Teddy makin melemah.Melihat kondisi Teddy yang masih demam, hati Aina luluh. Dengan berat hati ia harus ikut rombongan mengantarkan Teddy ke rumah sakit.Kondisi Teddy hampir tak sadarkan diri. Tangannya mencari-cari tangan Aina."Aina..." ia berbisik lirih."Aina, kamu duduk saja di samping Tuan.." Bik Asih menggeser tempat duduknya.Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, tangan Teddy terus m
Baca selengkapnya
Bab 35 Kabar dari Langit
"Bagaimana dokter?" Novan kelihatan cemas saat menunggu kabar."Pasien hanya mengalami kelelahan..Sangat perlu istirahat yang cukup..""Syukurlah. " ucap Novan penuh kelegaan."Kapan bisa dipindahkan ke ruang rawat inap Dok?" Teddy bertanya."Kita lihat dan observasi dulu kondisinya dalam kurun waktu tiga jam.. Kalau kondisi pasien membaik, bisa langsung pulang malam ini.." "Oh ya satu lagi, karena masih hamil muda tolong perhatikan kondisi psikis pasien.."Teddy dan Novan saling berpandangan. Tidak pernah terbersit pikiran sekecil biji padi jika Aina sedang mengandung."Apakah Anda belum tahu jika istri Anda hamil?" dokter balik bertanya pada Novan."Bb..bel beluum dok.." Novan menjawab dengan gugup.Novan pura-pura terkejut sekaligus gembira di hadapan sang dokter."Bagaimana bisa Aina hamil?" batin Novan.Saat dokter berlalu, Teddy mulai gelisah. Keinginannya untuk melihat Aina mak
Baca selengkapnya
Bab 36 Sedingin Salju
"Aina..." suara itu mendatangi Aina dari dekat."Ainaa..."Sebuah tangan menghampiri pundak kanan Aina. Ya, Aina tahu siapa si pemilik tangan besar itu. Dengan sebesar apapun tenaga yang Aina keluarkan, sudah pasti ia tak kuasa melawan."Kenapa kamu masih di sini....??" Bulu kuduk Aina merinding tegak."Bukankah kamu sudah pergi tadi..." Aina hampir menangis ketakutan."Aina.. Bagaimana bisa aku meninggalkanmu sendirian?" "Tidak..aku ingin Bik Onat..Bukan kamu..." Aina mengelak."Sama saja..." katanya."Kemarilah Aina..." Kedua tangannya terbuka lebar. Siap untuk menjadi sandaran Aina saat kesepian seperti ini."Apa yang kamu inginkan dariku?" tanya Aina sambil melawan rasa takut."Tenang.. Aku hanya ingin menjaga anakku, bukan mengganggumu...""Aku tidak mau anak ini...." Aina menangis.Berkali-kali ia memukul perutnya. Aina yang terlalu banyak bergerak membuat infusnya lepas dan berdarah. Rasa sakit harus ia terima."Aduuuhhh.. sakiitt...." Aina merintih.Beberapa tetes darah mulai
Baca selengkapnya
Bab 37 Merayakan Kejayaan
Tiga bulan telah berlalu. Aina berusaha beradaptasi dengan kehamilannya yang makin membesar. Meski ia awalnya tidak menerima, kini ia sudah makin terbiasa oleh perubahan tubuhnya.Yang paling mengejutkan adalah ketika mengetahui Aina hamil, justru papa Aina kesehatnnya semakin membaik."Ainaa..." panggil papanya."Iya paa..." Aina masih sibuk berkutat dengan laptopnya."Kapan waktumu kontrol kandungan?" "Besok malam Pa..ke dokter Rini..." jawab Aina."Papa mau ikut boleh?" Aina yang fokus mengerjakan pekerjaannya tiba-tiba terhenti sejenak. Memandangi papanya yang begitu antusias ikut."Tapi pa..." "Karena papa pakai kursi roda ya?" Aina menjadi tidak enak hati. Papa pasti merasa ia menjadi beban Aina untuk ikut periksa kandungan."Bisa pa.. tapi kita ajak seseorang ya?" pinta Aina."Siapapun temannya papa mau-mau saja. Asalkan ada yang bantu mendorong..hehe""Bagaimana kalau sama aku saja
Baca selengkapnya
Bab 38 Tanda Kasih
"Ainaa..." Johan terkejut melihat kehadiran Aina di Istana Putih."Kenapa kamu ada disini? Ayo masuk.." Johan hanya melihat Aina terdiam di dekat parkiran mobil sendirian. Melihat Aina yang sudah mulai membesar perutnya, ia merasa sesuatu yang tidak biasa. Bagaimanapun Aina adalah wanita yang mungkin saja masih terasa spesial di hatinya."Tidak.. Aku akan menunggu disini saja.. Aku tidak diundang..."Sementara makin banyak tamu undangan Teddy yang datang. "Ainaa...." "Ayo bangun..." Johan mengulurkan tangannya agar Aina mau berdiri.Sikap Aina yang kadang-kadang keras kepala membuat Johan terkadang harus menahan kesabaran."Tidak...""Ayo. Jangan disini saja..Masuk saja ke kamarmu!""Kamar? Bukankah aku bukan siapa-siapa lagi disini?" batin Aina."Disini banyak orang yang lewat.." Johan sedikit memaksa Aina."Ya sudah.." sambil sedikit emosi akhirnya Aina mau juga menuruti Johan.**Suasana pesta semakin meriah ketika malam makin larut. Aina masih tidak bisa memejamkan mata. Suara d
Baca selengkapnya
Bab 39 Sebuah Kepastian
"Ayo ikut denganku.." Teddy sedikit memaksa Aina. "Aku tidak mau! Bukankah aku sudah bilang berkali-kali..." Teddy makin kesal dengan Aina yang lebih keras kepala dari sebelum-sebelumnya. "Akan kuantar dengan mobilmu..." Setelah perdebatan panjang akhirnya Aina mau mengikuti perintah Teddy untuk bersamanya. Meski raut wajah Aina masih terlihat kesal dengan paksaan dari Teddy. "Duduklah.." Teddy membukakan pintu. "Sekarang diam.. Jangan menangis atau marah padaku!" Tidak seperti bayangan Aina, Teddy malah membawanya kembali ke Istana Putih. Aina ingin sekali untuk berteriak namun ia tak kuasa melihat wajah Teddy yang terlihat merah padam. Sepanjang jalan, Teddy pun juga terdiam. Ia hanya melihat jalanan dan tidak menoleh sedikitpun pada Aina. Ini adalah salah satu siasatnya agar Aina diam. Bik Asih terkejut saat melihat Teddy bersama Aina lagi. "Ainaa...." Bik Asih memeluk Aina yang da
Baca selengkapnya
Bab 40 Perpisahan Raga
"Antar aku pulang, aku rindu papa..." Aina berusaha untuk tidak menggunakan emosi saat berbicara dengan Teddy."Pukul berapa sekarang?" "Sebelas siang.." jawab Aina."Sebentar..." Teddy segera bangun dan merapikan bajunya. Ia bergegas ke kamar mandi. Sementara Aina tertatih-tatih untuk berdiri."Aina kamu harus kuat..." Aina membisikkan pada dirinya sendiri."Ainaa..." Teddy memanggil Aina dari dalam kamar mandi."Ambilkan handukku di dekat meja."Aina berjalan perlahan untuk mengambilkan handuk warna putih."Masuklah..pintu tidak dikunci..." suara Teddy bersamaan dengan suara shower yang sangat deras."Ini ditaruh dimana?" samar-samar Aina melihat Teddy yang tengah membersihkan tubuhnya."Disini saja.." Teddy mengambil handuk dari tangan Aina."Tolong jangan kesini.." kata Aina sambil memalingkan wajahnya."Bukankah kamu sudah melihat semuanya?" Teddy ter
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
15
DMCA.com Protection Status