Semua Bab Godaan Sang Majikan Tampan: Bab 11 - Bab 20
66 Bab
Bab 11-ART yang Membuat Alfian Tersenyum
Seperti yang sudah direncanakan, begitu sampai di kosan, Bunga langsung memasangkan koyo pada bagian pinggangnya. Ternyata beres-beres rumah itu begitu menguras energi, dia jadi salut dengan ibunya yang bisa mengurus urusan rumah dan masih harus mengawasi pekerjaan di sawah. Di sore harinya ikut mengajar ngaji. Tentu saja juga ada rasa bersalah karena selama ini lebih banyak mangkir dari tugas menyapu, mengepel dan membiarkan ibunya mengerjakannya sendiri. Apakah Bunga harus bersyukur karena Mbak Zum kembali ke rumah, itu artinya, ada yang membantu ibuk di rumah untuk beres-beres. Jahatnya. Bunga mengelus pinggangnya dengan gerakan sedikit menekan. "Kenapa pinggangnya?" tanya Bu Irma, sang ibu kost yang lewat depan kamar Bunga. Bunga lupa menutup pintu kamar tadi, kalau ibu kost atau tetangga kontrakan bertanya macam-macam dia harus jawab apa?"Pegel libur aja, sih, Bu. Dua bulan rebahan mulu, sekalinya kerja lagi badan jadi sakit semua," jawabnya."Oalah, mau ibu olesin minyak urut?
Baca selengkapnya
Bab 12-Berjumpa Seseorang yang Mencurigakan
Dua minggu berlalu sejak Bunga memutuskan untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga Alfian, dan ternyata tidak seburuk yang ia bayangkan. Walaupun Bunga selama ini belum pernah berhadapan langsung dengan Alfian dan interaksi mereka hanya sebatas berkirim pesan lewat nota tempel. Bunga bisa menyimpulkan bahwa Alfian adalah orang yang baik.Setiap laki-laki itu meminta Bunga untuk mengerjakan sesuatu selalu diawali kata tolong, kemudian laki-laki itu juga mengikuti saran yang Bunga tuliskan pada kertas-kertas kecil berwarna kuning, biru, atau ungu itu. Satu-satunya yang menyebalkan dari pekerjaan ini adalah Gina Librianty. Kemarin perempuan itu datang untuk mengecek pekerjaan Bunga.Hendak muntah rasanya ketika mendengar suara Gina yang seperti terompet itu. Terompet yang menandakan akan terjadinya perang."Kamu lihat nggak, sih, di sini ini masih kotor!" katanya dengan nada menyebalkan sambil menunjukkan ujung jarinya yang terkena sedikit debu. Perempuan itu baru saja memeriksa bagian
Baca selengkapnya
Bab 13-Hallo, Ini Alfian
Ada satu hal yang menjadi rutinitas baru Alfian saat pulang ke rumah. Meskipun dia tidak pulang setiap hari, tetapi ketika pulang ke rumahnya di Jakarta, Alfian akan mencari secarik kertas yang ditinggalkan oleh Bunga. Entah kenapa dia seperti terobsesi dengan pesan-pesan itu, penasaran apa lagi yang ditulis oleh ART-nya.Nasihat, himbauan, sindiran yang dibalut komentar konyol. Kangen? Ah, tidak juga. Namun, itu sebuah hiburan yang cukup menarik. Mengingat Alfian dengan kekonyolan saat masih sekolah. Berkirim nota dengan gebetan saat proses belajar mengajar yang kadang membosankan karena gurunya terlewat lurus tanpa humor. Meskipun wujud ART-nya seperti apa saja dia belum tahu, tetapi bibir Alfian akan senantiasa menyunggingkan senyum tipis saat melihat kertas warna warni yang tertempel di bagian pintu kulkas."Saya beli buah melon dan anggur. Saya nggak tahu buah apa yang jadi favoritnya Bos Alfian. Ada juga bonus pisang, itu dapat percuma dari saya. Anggap saja hadiah. Semoga su
Baca selengkapnya
Bab 14-SUV Hitam
Anak polah bapak kepradah, mengandung makna seorang ayah yang harus menanggung malu karena perbuatan yang telah dilakukan oleh anak kandungnya sendiri.Akhirnya persoalan Nasir, sang kakak yang direhabilitasi karena narkoba tersebar di seluruh sudut kampung. Bahkan cibiran itu mulai dilemparkan kepada Pak Khosim . Pak Khosim yang tega menjual anak bungsunya yang masih SMA untuk membayar hutang budi kepada Mas Hamzah dan keluarga Pak Kyai. Begitulah suara sumbang itu mulai merebak. Hal itu membuat Pak Khosim mengalami serangan stroke ringan. Mendengar kabar itu, tak urung membuat Bunga sedih. "Mbak, aku nurut kata kamu. Aku mau pulang."Yah, Bunga bahkan ingin melompat pulang ke rumah jika saja tidak dicegah oleh Mbak Hanik. Kepulangan Bunga justru akan semakin memperkeruh keadaan. Dendam Mas Hamzah masih menyala-nyala. Bahkan, banyak yang menduga kabar miring itu sengaja dihembuskan oleh pihak Hamzah.Bagi Bunga, Pak Khosim itu lumayan menyebalkan. Meskipun begitu sebagai kepala
Baca selengkapnya
Bab 15-Jangan Panggil Saya, Pak!
Alfian pulang ke rumah karena dia merasa tidak enak badan. Mungkin dia kelelahan karena jadwalnya yang padat beberapa minggu ini. Saat tiba di rumah dia langsung memarkirkan mobilnya di carport. Saat di jalan tadi, tiba-tiba Alfian memikirkan Raihana yang mungkin masih berada di rumahnya."Gue harus menyapa untuk mengatakan terima kasih," gumamnya.Kalau memang bertemu. Alfian ingin mengucapkan terima kasih karena perhatian-perhatian kecil perempuan itu selama ini. Rumahnya yang dulu terasa gersang, hanya sebagai tempat persinggahan, tetapi setelah diurusi Raihana, kini terasa lebih nyaman. Namun, baru saja Alfian turun dari mobil, ponselnya berdering, panggilan dari sekretaris direktur produksi. "Ya, hallo?""Pak, ini Amanda. Pak Alfian jadi pulang?" tanya sosok di seberang talian."Iya. Saya ada di rumah sekarang. Saya izin half day karena nggak enak badan," jawabnya."Begini, bisa ke rumah sakit perusahaan? Saya coba hubungi pendaftaran untuk ambil antrian online.""Kenapa? Lho,
Baca selengkapnya
Bab 16-Merasa Lebih Dekat
Alfian: Jadi, kamu mau panggil saya apa?Karena lama tidak juga mendapatkan jawaban dari Raihana, Alfian kembali dengan pertanyaan yang sama. Bunga: Udah, Pak Bos aja. Bukan karena Pak Alfian, tua. Panggilan itu layak, untuk orang yang sudah menggaji saya. Nggak mungkin saya panggil Abang, atau Om. Itu absurd, banget. Bunga menambahkan stiker kura-kura yang terjungkal sambil memegangi perutnya. Sialan sekali bocah ini, batin Alfian. Tentu saja Alfian patut mengumpat, tetapi dia kembali tersenyum sendiri membaca pesan balasan dari Raihana. Kali ini sedikit mengumpat lagi ketika Raihana mengirimkan kata, Om Pian bersamaan dengan stiker anak kecil dengan rambut kuncir dua yang tertawa terbahak-bahak. Om, katanya. Memang berapa umur si Raihana ini? Kalau dilihat dari caranya mengirim pesan baik lewat nota tempel maupun WhatsApp, Alfian tebak gadis ini orang yang asyik. Lebih kepada tengil. Yah, mungkin karena usia juga. Alfian tidak tahu berapa tepatnya, dia luput ketika melihat kont
Baca selengkapnya
Bab 17-Kita Jumpa Besok Lusa
Sebenarnya ada keinginan Bunga untuk pergi liburan. Bukan liburan dalam arti sebenarnya, tetapi pergi ke kota kelahirannya untuk mengurus ijazah. Tidak perlu pulang ke rumah, takut jika Mas Hamzah memasang mata-mata di sekitar rumah. Bisa jadi, di zaman serba sulit ini, orang bisa dengan mudah menjual dirinya kepada iblis. Kurang lebih seperti itu, karena kelakuan Mas Hamzah memang mirip iblis. Dia bisa membayar tetangga Bunga untuk buka mulut atau tutup mulut.Buktinya sampai saat ini, Bunga kehilangan kontak dengan Ismail. Kemana sahabatnya itu? Apa yang dia tahu, Ismail kuliah di salah satu universitas Islam di Jogja. Namun, tidak bisa dihubungi. "Arghhh! Bagaimana ini." Bunga tidak senang duduk. Tidak senang rebahan. Tiba-tiba ada ancaman lain datang. Dari Gina. Perempuan itu mengancam akan membuat Bunga dipecat karena tidak memberitahu pihak keluarga Alfian soal kesehatan pria itu yang bermasalah. "Kan, baru suspect, belum positif. Salahnya dimana?"Lagi pula Bunga tidak mau p
Baca selengkapnya
Bab 18-Kapan Kamu Kawin, Alfian?
Pagi ini Alfian sudah dipusingkan dengan panggilan di ponselnya yang tidak berhenti berdering. Kabar tentang dirinya yang kemungkinan tertular omicron telah menyebar hingga terdengar ke telinga neneknya. Alfian tentu tahu siapa yang memberitahu sang nenek. Sejak subuh tadi, sang nenek terus menghubungi Alfian walaupun dia sudah mengatakan kalau dirinya masih dalam keadaan baik-baik saja, tetapi sang nenek terus berbicara di telepon hingga membahas masalah dirinya yang tidak ada niatan untuk pindah kerja ke Jakarta.Jakarta adalah tempat paling ideal karena lebih dekat dengan tempat neneknya tinggal."Al, tolong pertimbangan ini. Demi kebaikan kamu, Nak.""Jangan mulai, deh, Nek. Aku, kan, sudah menuruti perintah Nenek dari awal tahun ini untuk pulang pergi Jakarta-Cilegon.""Nah, kan, akhirnya kamu drop juga.""Apanya yang drop? Masalah aku sekarang suspect? Nggak ada hubungannya, Nek. Lagi pula, virus ada di mana-mana. Jakarta malah sumpek banget, kalau ketambahan aku sebagai warga
Baca selengkapnya
Bab 19-Segelas Susu dan Setangkup Roti Bakar
"Eh, tau nggak, Na, kata Mas Faizal kemungkinan Pak Alfian nggak kena omicron, tapi nggak tahu, ya. Karena gejalanya beda, sih," ujar Danik memulai cerita. Saat ini Bunga dan Danik sedang berbicara lewat telepon. Ya, hanya cara ini yang bisa mereka lakukan untuk tetap berkomunikasi. Keduanya masih mengikuti anjuran untuk meminimalisir berada di luar rumah karena kualitas udara berada pada titik terburuk. "Pak Bos Alfian ngajak ketemu kalau hasil test-nya negatif. Aku berharap negatif, tapi kok jadi deg-degan mau ketemu dia," ujar Bunga menyuarakan ketakutannya."Deg-degan kenapa? Ketemu orang ganteng, tuh, seneng kali.""Takut aja. Selama ini, kan, aku suka nulis aneh-aneh di nota yang aku tinggalkan di rumahnya. Sedikit ngadi-ngadi. Apalagi nota yang waktu aku tempel di kasurnya dia. Siapa tahu dia ketemu aku mau bahas itu.""Negatif aja, sih, isi kepalamu. Lagian kalau dia nggak suka sama cara kamu kerja, mestinya kamu udah dipecat dari zaman alif, deh. Dari pertama kamu balas pesa
Baca selengkapnya
Bab 20-Tawaran Kerja Dari Fatah
"Gimana tampangnya Mas Alfian? Ganteng, kan?" Pertanyaan itu langsung dilontarkan oleh Danik saat pertama Bunga menjawab panggilannya."Nggak jadi ketemu.""Hah? Nggak jadi?" Danik tertawa ngakak. "Aku nggak tahu, tapi dia bilang harus ke rumah sakit, jadi nggak bisa ketemu, deh. Aku juga khawatir, apakah dia merasakan sesuatu yang fatal atau apa. Tiba-tiba, nggak bisa ketemu.""Kenapa, ya?""Kayaknya emang bagus nggak usah saling lihat muka, deh, aku juga lebih nyaman kerja gini," jawab Bunga lemas. Meskipun segelas susu dan setangkup roti bakar sudah bersarang di lambungnya. "Emang kenapa, sih? Kamu malu?"Sebagian hatinya mengatakan iya. Jujur saja Bunga harusnya tidak bekerja seperti ini, tetapi karena memerlukan uang dalam rangka pelariannya, dia harus menjalani apapun pekerjaan asal halal. Tentu, dia akan meninggalkan pekerjaannya ini kalau nanti diterima kuliah. Mungkin, Bunga akan mendaftar di universitas di Bandung atau Sumatera sekalian. Biar jauh dari radar Mas Hamzah. A
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status