Semua Bab ISTRI SIRI SUAMIKU TERNYATA KAKAK IPARNYA SENDIRI: Bab 21 - Bab 30
76 Bab
Tak Berkutik (2)
POV : ArgaAku tahu, itu adalah senyum untuk menertawakan dirinya sendiri atau mungkin menertawakan ucapanku saja. Senyum pasrah yang terpaksa sebab tak bisa berbuat apa-apa. "Kamu lupa dengan semua janjimu pada bapak, Mas. Dan itu membuatku sangat sakit. Jika sejak awal kamu bilang sejujurnya, mungkin aku tak terlalu mencintai dan menyerahkan seluruh hatiku padamu. Sayangnya, kamu menipuku sejak awal menikah bahkan hingga tiga tahun setelahnya," ucapnya lirih. Aku menelan saliva. Kutahu perasaannya detik ini. Dia pasti kecewa. Semua memang salahku. Aku tak mampu menceritakan padanya tentang masalah ini sejak awal menikah dulu sebab aku terlalu takut kehilangan dia. Aku terlalu mencintainya. Rasanya nggak sanggup jika harus melihatnya pergi hanya karena masalah ini. Pernikahanku dengan Dira bukan karena cinta, hanya karena aku menghormati wasiat Mas Rangga saja. Aku pikir, setelah Dira bisa menata hati dan hidupnya lebih baik, aku akan meninggalkannya. Dengan begitu aku tak terlal
Baca selengkapnya
Keputusan Karen
POV : Karenina Perjalanan panjang dalam hidupku akhirnya berada di titik ini. Titik di mana aku merasa terlalu sakit dan rapuh. Benar kata bapak, jika kita terlalu mencintai dan berharap pada manusia yang ada hanya kecewa sebab hati manusia memang sering kali terbolak-balik. Namun jika memasrahkan semua padaNya, tentu hati aman ikhlas dan tenang sebab percaya apapun yang akan terjadi, itulah yang terbaik untuk hidup kita sekalipun menurut kita itu tak ada sisi baiknya. Allah tahu apa yang kita butuhkan, bukan sekadar kita inginkan. Berulang kali bapak memberi nasehat agar aku tak terlalu 100% mempercayai seseorang, sebab bisa saja dia akan berubah seiring berjalannya waktu. Nafsulah yang akan mengubahnya. Namun dulu aku tak percaya jika cintaku pada Mas Arga akan membuatku sekecewa ini. Setiaku, cintaku dan pengorbananku selama ini untuknya, ternyata dibalas dengan sebuah sandiwara. Itu menyakitkan meski cinta dan kasih sayangnya selalu tercurahkan. Kejadian di rumah sakit itu be
Baca selengkapnya
Keputusan Karen (2)
"Maksudmu apa, Karen?" Mas Arga membulatkan kedua matanya. Aku yakin, tak pernah terbesit sedikit pun di benaknya jika aku akan mengambil keputusan ini. "Aku nggak bisa jika harus berbagi hati. Sampai kapanpun aku nggak akan pernah bisa," balasku lagi. Kuseka air mata yang menetes ke pipi lagi dan lagi. "Karen ... kita hanya butuh waktu agar Dira mandiri dan bisa merawat anak-anaknya sendiri. Dengan begitu aku tak akan dihantui rasa bersalah seumur hidupku jika meninggalkannya. Percayalah, aku tetap memilihmu sebab hanya kamu yang ada dalam hatiku saat itu, detik ini dan kapan pun." Mas Arga kembali mengiba dan memohon. Tak tahukah dia, dengan ucapannya itu sudah membuktikan bahwa dia memang belum pantas beristri dua. Dia masih berat sebelah dan itu terlalu ketara. "Aku tahu, Mas. Karena itu pula aku tak ingin memaksamu. Aku ingin kita berpisah secara baik-baik. Kita bisa bersilaturahmi selayaknya saudara." Aku menatap kedua matanya yang basah. Kucoba mengatakannya sekalipun rasa
Baca selengkapnya
Topeng Dira
POV : Karenina Mas Arga dan ibu gegas ke dalam rumah, meninggalkanku sendiri di teras. Aku tak terlalu peduli, bahkan saat Dina keluar dan memintaku untuk ikut masuk. "Ayo, masuk dulu, Mbak. Mbak baru aja sampai, pasti sangat capek. Istirahat di kamarku yuk," ajak Dina sembari tersenyum tipis. Seperti biasanya, Dina memang selalu melakukan hal yang sama tiap kali aku datang ke Jogja. Tak ada yang berubah darinya. Tetap perhatian, manja dan lembut. Ibu pun sebenarnya sama. Tak ada yang berbeda. Hanya saja saat ini aku merasa tak dihargai. Mereka mengabaikan perasaanku yang kecewa dan terluka. Apakah mereka tak sepeduli itu padaku? Seakan menganggapku akan tetap baik-baik saja dengan segala sandiwara mereka selama ini. Apakah hanya perasaan Dira dan anak-anaknya saja yang harus dijaga sedemikian rupa? Sementara aku ... seakan dibiarkan begitu saja. Entahlah. Aku tak tahu apakah ini hanya perasaanku saja atau memang mereka sengaja mengiyakannya. Yang pasti hingga detik ini hanya Din
Baca selengkapnya
Topeng Dira (2)
"Ayo masuk dulu, Mbak. Biarlah Mbak Dira sama ibu, Mbak Karen sama aku aja yuk. Kita ngobrol-ngobrol seperti biasanya. Aku masih kangen loh, Mbak. Masa udah mau pulang, sekalian bareng Mas Arga saja pulangnya," rengek Dina lagi. Tak tega membuatnya kecewa, aku pun mengiyakan saja. Aku penasaran apa yang dilakukan Dira dan Mas Arga di dalam. Kenapa Mas Arga nggak keluar lagi sekadar memintaku masuk ke rumah. Di ruang keluarga hanya nampak ibu yang masih memijit lengan Dira, sementara Mas Arga tak ada di sana. Kamar ibu sedikit terbuka, mungkin dia masih menidurkan anak sambungnya di sana. Suara mereka tak terdengar lagi setelah tadi cukup histeris, menangis bersahutan. "Ren ... istirahat di kamar Dina dulu ya? Dira barusan pingsan. Jadi ibu menemaninya sebentar. Kamu nggak apa-apa sama Dina aja kan?" tanya ibu saat menoleh ke arahku. Perempuan itu sudah sadar, tapi masih terbaring di sofa sementara ibu duduk di sofa single di depannya sembari memijit lengan dan keningnya. Aku da
Baca selengkapnya
Balasan Karen
POV : Karenina"Jangan pernah berpikir aku akan terus diam, Karen. Dulu aku tak peduli sebab aku memang belum menyukai Mas Arga, tapi sekarang kondisinya berbeda. Kelembutan, tanggungjawab dan keikhlasan Mas Arga membuatku semakin mencintainya. Dia adalah ayah SMA ung terbaik untuk anak-anakku. Jadi, aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan cintanya. Bertahanlah kalau kamu mau berbagi hati, kalau nggak sanggup mundurlah daripada terus sakit hati," ucap perempuan itu lagi setelah aku sampai depan pintu kamar mandi. "Ternyata dugaanku benar tentangmu, Dira. Kamu tak sepolos yang mereka kira. Kamu culas. Kamu licik dan kamu-- "Cukup! Tahu apa kamu tentang hidupku. Kamu hanyalah benalu dalam rumah tanggaku dan Mas Arga. Ingat statusmu yang kedua. Kamu tahu apa artinya kedua? Itu artinya kamu sengaja hadir dalam hidup kami!" ucapnya lagi sembari tersenyum sinis. "Aku banyak tahu tentangmu, Dira. Jangan kamu pikir aku tak tahu apa-apa!" sentakku tak mau kalah. "Tahu apa?"
Baca selengkapnya
Balasan Karen (2)
"Mbak Dira memang baik. Dia perhatian padaku dan ibu sekalipun dulu dia tak mencintai Mas Arga. Namun entah mengapa aku merasa ada sesuatu yang dia sembunyikan, Mbak. Entah apa. Rasanya berbeda saat aku bersamanya dengan saat aku bersamamu. Aku bisa merasakannya," ucap Dina sembari menyandarkan punggungnya ke sofa, sama sepertiku saat ini. "Beda gimana, Din?" Aku mulai mengorek isi hati Dina. Barang kali aku dan dia bisa kerja sama untuk membongkar Topeng Dira yang selama ini selalu ditutupinya. "Kaya ada yang ditutupi, Mbak. Ada rasa canggung dan nggak enak aja gitu." Dina menatapku beberapa saat lalu menganggukkan kepala. Berharap aku mempercayai ceritanya. "Kenapa kamu merasa begitu, Din? Mas Arga dan ibu sepertinya nggak curiga apa-apa. Mereka sangat menyayangi Dira kan?" Aku kembali berusaha mengorek kecurigaan Dina tentang iparnya itu. "Ibu dan Mas Arga terlalu polos. Sementara aku udah lurik, Mbak." Dina tertawa. Aku pun ikut tertawa mendengar jawabannya. "Aku merasa sela
Baca selengkapnya
Permintaan Karen
"Aku bisa pulang sendiri, Mas," ucapku pada Mas Arga saat dia melihatku berberes di kamar Dina. "Kita pulang sama-sama," balasnya singkat, tanpa menoleh ke arahku. "Kamu tahu, Mas. Aku masih sangat kesal dengan semua kebohonganmu. Maaf jika nanti aku tak bisa seperti dulu," balasku. "Nggak apa-apa, Karen. Aku paham dan sangat mengerti. Kamu berhak marah, kamu pantas kesal dan wajar kamu sakit hati. Cuma satu hal yang harus kamu tahu, jangan ambil keputusan untuk berpisah. Kita perbaiki semua dari nol okey?" Mas Arga menatapku lekat namun aku buru-buru mengalihkan pandangan. "Aku nggak tahu, Mas. Aku ingin istikharah terlebih dahulu. Ada banyak hal yang menjadi pertimbanganku." "Soal apa? Kesalahanku hanya satu, Karen. Menikah dengan Dira tanpa sepengetahuanmu, tapi cinta, kasih sayang dan rasa ini tetaplah untukmu. Percayalah," sambungnya lagi. "Sudahlah, Mas. Aku sudah terlalu sering mendengar kalimat itu dari bibirmu. Aku bosan." "Aku akan menceraikan Dira kalau dia sudah ben
Baca selengkapnya
Permintaan Karen (2)
Sejak kembali ke Jakarta seminggu lalu, entah mengapa hari-hariku terasa berbeda. Aku cukup gelisah saat di rumah. Beberapa kali shalat istikharah untuk memutuskan jalan hidupku, namun ternyata aku belum juga mendapatkan jawaban yang pas. Entahlah. Mungkin karena aku belum fokus dan ikhlas menjalankannya hingga jawaban terbaik untuk ini semua pun rasanya masih mengambang. Mendadak bimbang saat ingin melepaskan. Meski kutahu, rasa ini sering kali begitu menyakitkan. Seminggu belakangan, aku tetap tak mampu menutupi kecewaku. Semua jelas tak bisa sama seperti semula, tapi sikap Mas Arga tak pernah berubah. Dia masih saja seperti dulu yang manis dan selalu menebar senyum sekalipun aku tak pernah membalasnya. Dia tak pernah menyerah. Selalu berusaha menjadi Arga yang lebih baik dalam mencintaiku, meski kini semua terasa sedikit hambar. Ada rasa yang berbeda dalam dada yang jelas tak bisa seperti dulu.Tak ada lagi Karen yang selalu mengiriminya beragam pesan di jam-jam istirahatnya.
Baca selengkapnya
Ambisi Dira
POV : DIRA Namaku Diandra Ramadhani. Panggil saja Dira. Seorang gadis yatim piatu yang begitu beruntung dipersunting seorang Rangga yang tampan, perhatian, sederhana dan bertanggungjawab pada keluarga. Pernikahanku dengannya berjalan sederhana. Aku mencintainya dengan tulus. Mas Rangga adalah cinta pertamaku sebab itulah aku begitu kesulitan untuk melupakannya dan menghapus jejaknya dalam hidupku. Aku dan Mas Rangga sama-sama yatim piatu. Namun ada yang membedakan di antara kami berdua. Mas Rangga memiliki keluarga angkat yang hangat. Dia memiliki ibu ibu dan dua saudara angkat yang saling sayang dan perhatian. Mereka pun begitu menghargai kehadiran dan menyayangiku. Cinta kasih dari keluarga yang selama ini tak pernah kurasakan, kini kudapatkan dari mereka. Itulah yang membuat hari-hariku semakin bahagia sejak menikah dengan Mas Rangga. Kebahagiaan semakin bertambah saat bulan kedua kuterima kabar dari bidan terdekat bahwa aku memang hamil. Saat itu aku merasa menjadi perempuan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status