All Chapters of Pesona Om Bule: Chapter 21 - Chapter 30
30 Chapters
Part 21
Apa yang harus aku lakukan? Aku menunggu hasil pemeriksaan dari dokter penjaga dengan tangan yang dingin. Bagaimana kalau Joshua menyusulku ke sini? Bagaimana kalau Joshua bertemu dengan Bianca?"Sepertinya ananda Joseph mengalami radang usus, Bu. Kita harus melakukan USG, rontgen, dan juga CT scan perut besok pagi. Untuk saat ini saya akan memberikan obat pereda nyeri."Bianca mengangguk dan memeluk Joseph yang saat ini sedang disuntikkan obat pereda nyeri.Aku melirik jam dinding, sudah hampir pukul 23.30. Telepon dari Joshua masih kuabaikan sejak tadi, tapi aku tak bisa terus-terusan melakukan hal ini.Bianca masih mengusap-usap kepala Joseph, anak kecil yang masih tampak pucat itu sudah tidak menangis lagi.Aku mendekat kepada Joseph yang masih menatap langit-langit kamarnya itu sambil tersenyum lebar. Aku tak mau membuatnya semakin ketakutan dengan air mataku."Miss Mira pulang dulu, ya. Miss janji besok pagi-pagi sekali akan datang ke sini. Joseph tidur, ya."Joseph mengangguk,
Read more
Part 22
Pemeriksaan selesai. Bersama Joshua, Joseph akhirnya mau melakukan USG, CT scan perut dan juga rontgen dengan lancar. Sembari menunggu hasilnya, Joshua mengajak Joseph membaca buku cerita. Wajah Joseph sudah tak sepucat tadi, anak itu justru terlihat begitu bahagia bersama daddy-nya. Aku terharu melihatnya.Mereka sangat kompak dan sangat mirip saat tersenyum. Aku hanya memandangi mereka dari sofa sambil memegang ponsel."Si anjir! Anaknya sakit malah sibuk ngurus pernikahan aja mereka."Imel mengirimkan foto Bianca dan Bastian yang entah di mana."Lo di mana? Mereka di mana?""Gue diajak milih-milih souvenir pernikahan. Bayangin aja, kalo otaknya gak geser pasti Bianca milih nungguin anaknya. Emang gak waras ini orang, ya!"Aku geleng-geleng kepala. Bisa-bisanya, ya, anak lagi sakit, tapi dia malah sibuk dengan hari bahagianya? Aku menatap Joseph dengan hati yang terluka. Pasti Joseph pun sangat terluka."Kalo udah mau pulang kasih tahu, ya, Mel." Balasku kepada Imel."Pulangnya nant
Read more
Part 23
Seorang perawat yang hendak membawa Joseph menuju ruang rawat inap membuat Bianca dan Joshua seketika diam. Aku hanya berjalan perlahan di belakang, menyusul mereka dan memilih berhenti di ruang tunggu. Aku duduk di kursi sembari mengatur napas dan juga menata hati. Apa yang terjadi denganku?Aku tiba-tiba khawatir. Mengkhawatirkan hal yang jelas tidak mungkin terjadi. Apakah aku sedang cemburu? Melihat mata Bianca saat menatap Joshua membuatku bertanya-tanya, mungkinkah masih ada cinta di tatapan matanya?Lalu, bagaimana dengan Joshua? Bagaimana jika mereka sepakat memperbaiki diri agar bisa bersama kembali? Lantas bagaimana denganku yang ternyata sudah jatuh hati kepada laki-laki itu?Aku menunduk semakin dalam, hingga akhirnya mendongak saat sebuah tangan hangat menyentuh tanganku yang dingin.Dia hanya menggenggam tanganku, tapi tak bicara apa-apa. Tatapannya lurus kedepan. Aku pun mengeratkan genggaman dan bertanya, "ada apa? Joseph belum bangun, ya?"Dia menggeleng. "Bantu aku
Read more
Part 24
Aku kembali ke apartemen jam tujuh malam. Akan tetapi, hingga saat ini Jo belum juga membaca pesan dariku tadi siang. Aku mengetik pesan lagi di sana untuk menanyakan keadaan Joseph. Terkirim. Namun, lagi-lagi hanya centang dua abu-abu yang terlihat. Joshua pasti tidak mau melewatkan momen sedetik pun saat bersama Joseph.Aku merasa begitu kosong dan hampa. Baru beberapa hari hatiku terisi, kini sudah hilang lagi. Rasanya aneh saat akhirnya aku sadar bahwa aku mulai jatuh cinta dengan Joshua. Kemarin-kemarin aku masih berusaha mengelak dari rasa yang timbul itu, tapi sekarang benar-benar terasa. Aku membutuhkan Joshua.Mataku mulai terpejam karena merasa sangat lelah hari ini. Aku merasa baru sedetik terlelap, tapi saat aku membuka mata sudah hampir jam sepuluh malam saja. Ternyata sudah tiga jam aku tertidur di sofa.Aku terbangun karena suara ponsel. Ada tiga panggilan tak terjawab dari Joshua dan dua pesan yang baru sempat kubaca."Joseph baik-baik aja. Dia baru tidur, makanya aku
Read more
Part 25
Aku menepikan mobil di sebelah motor Imel. Dia masih nongkrong diatas motornya, tak ikut masuk ke dalam."Udah mau lahiran?" tanyaku yang langsung dijawab dengan toyoran kepala."Yakaliii udah mau lahiran. Periksa doang kali. Bener, kan, apa kata gue? Dia hamil.""Kok, bisa dia nyuruh lo yang nganter?""Lo gak tahu, ya, kalo gue tuh babu dia di kantor? Jabatan gue staf administrasi, tapi semenjak tu nenek lampir dateng ke kantor, gue kudu nurut sama semua perintah dia. Lo bayangin betapa gilanya gue tiap hari ngadepin dia? Makanya gue pengen resign aja.""Maksud gue kenapa nggak sama Bastian gitu?""Gue aja disuruh tutup mulut. Aneh, kan? Hamilnya nggak sama Bastian kali.""Hust!" Sontak aku menutup mulut Imel. Mataku membelalak saat melihat Bianca sudah keluar dari klinik. Aku sontak menutup kaca mobil dan menunduk agar dia tidak melihatku. "Langsung ke rumah Bastian aja, ya, Mel," kata Bianca."Siap, Bu," jawab Imel.Saat suara motor Imel mulai menjauh, aku pun menyalakan mesin dan
Read more
Part 26
Aku menepikan mobil di sebelah motor Imel. Dia masih nongkrong diatas motornya, tak ikut masuk ke dalam."Udah mau lahiran?" tanyaku yang langsung dijawab dengan toyoran kepala."Yakaliii udah mau lahiran. Periksa doang kali. Bener, kan, apa kata gue? Dia hamil.""Kok, bisa dia nyuruh lo yang nganter?""Lo gak tahu, ya, kalo gue tuh babu dia di kantor? Jabatan gue staf administrasi, tapi semenjak tu nenek lampir dateng ke kantor, gue kudu nurut sama semua perintah dia. Lo bayangin betapa gilanya gue tiap hari ngadepin dia? Makanya gue pengen resign aja.""Maksud gue kenapa nggak sama Bastian gitu?""Gue aja disuruh tutup mulut. Aneh, kan? Hamilnya nggak sama Bastian kali.""Hust!" Sontak aku menutup mulut Imel. Mataku membelalak saat melihat Bianca sudah keluar dari klinik. Aku sontak menutup kaca mobil dan menunduk agar dia tidak melihatku. "Langsung ke rumah Bastian aja, ya, Mel," kata Bianca."Siap, Bu," jawab Imel.Saat suara motor Imel mulai menjauh, aku pun menyalakan mesin dan
Read more
Part 27
Aku masih mengeratkan pelukan sambil menatap pada pintu. Entah apa yang mereka bicarakan diluar, aku sangat penasaran dengan keputusan yang akan mereka ambil. Tak terasa isak tangis Joseph sudah tak terdengar, saat kulihat ternyata dia tertidur di pelukanku. Mungkin dia terlalu lelah karena menangis cukup lama.Aku meraih ponsel dan menelepon Imel, berharap dia tidak sedang dalam perjalanan. Namun, sepertinya Imel memang belum sampai di kosan karena panggilanku tidak dijawab olehnya. Kulihat lagi undangan pernikahan Bastian dan Bianca yang Imel kirim beberapa hari yang lalu, acara akan diselenggarakan tepat satu bulan lagi, pantas saja Bianca tak begitu peduli dengan Joseph dan sibuk pulang-pergi.Apakah ini bisa menjadi bukti di persidangan nanti? Jika Bianca terbukti akan menikah lagi, apakah peluang Joshua mengambil alih hak asuh Joseph akan menjadi lebih banyak?Joshua masuk dengan wajah tegang, sementara Bianca entah kemana. Dia duduk di sofa sambil mengusap wajahnya. Pelan-pelan
Read more
Part 28
Aku masih mematung di tempat karena tidak tahu harus berbuat apa. Kalau aku pulang sekarang, Joseph masih harus minum obat satu kali lagi. Aku takut Bianca tak peduli dan Joseph tidak minum obat malam ini. Sebaiknya aku tunggu saja jam minum obatnya kemudian pulang.Aku ikut duduk di sofa, sedikit berjarak dengan Bianca. Namun, bisa kulihat dengan jelas bahwa wajah Bianca pucat dan kelihatan gelisah. Apa yang terjadi dengannya?"Bu, wajah ibu pucat sekali. Apa ibu sakit?" tanyaku.Bianca hanya menggeleng, tapi tangan kirinya memegang perut. Aku membelalak. Jangan-jangan?"Bu, sebaiknya kita pergi ke dokter. Saya takut Bu Bianca kenapa-kenapa."Aku mencoba mendekat, tapi Bianca menepis tanganku. "Tolong ambilkan air hangat dan obat saya di mobil."Aku mengangguk dan bergerak cepat. Bertambah lagi beban di kepalaku. Bukan hanya Joseph, tapi Bianca juga sakit sekarang. Lantas apa yang harus aku lakukan?Bianca merebahkan tubuhnya di sofa, tangan kirinya masih menempel diatas perut dan m
Read more
Part 29
"Feeling gue mafia sebenernya tu malah Bastian, deh, Mel.""Sepemikiran!""Tapi, dia cuci tangan. Membuat orang lain terlihat seperti tokoh jahat untuk menutupi kejahatannya.""Sepakat!""Kasihan, ya, Bianca."Kali ini Imel menjawab. "Gak sepakat buat yang ini. Kasihan dari mana? Salah dia sendiri, kok, mau-maunya.'"Dia terpaksa kali, Mel.""Terpaksa karena duitnya.""Bisa jadi.""Lo tahu nggak, Mel? Bianca bilang setelah menikah bakal pindah ke Singapore. Dia bakal tinggal di sana sama Bastian dan Joseph.""Baguslah. Kalo mereka beneran ke Singapore kayaknya gue nggak bakal jadi babunya Bianca lagi.""Kalo bener Bianca keguguran karena ide dari Bastian, gue harus cari cara biar hak asuh Joseph turun ke tangan Joshua secepatnya. Gue takut Joseph kenapa-kenapa.""Kan, udah gue bilang Pak Bastian tu nggak suka anak-anak. Istrinya aja yang punya satu anak langsung diselingkuhin, diceraiin.""Ngeri juga, ya."Aku dan imel menunggu operasi sambil makan kuaci. Mataku sudah hampir terpejam
Read more
Part 30
"Morning, Dear!" "Morning, Miss!"Aku masih mengucek mata saat membuka pintu apartemen. Joshua dan Joseph sudah tampak rapi dengan kemeja dan ... kue di tangan mereka. "Happy birthday, Miss!" Aku menekuk lutut, menjajarkan tinggi badan dengan Joseph sambil tertawa."Tapi, hari ini Miss Mira nggak ulang tahun," kataku."Daddy bohong, ya!" Joseph langsung melotot pada daddy-nya, begitu juga denganku.Sementara laki-laki yang sedang dalam pusat perhatian itu malah tertawa."Prank!' katanya.Aku tertawa ketika melihat Joseph berlari mengejar Joshua. Kubawa dua potong kue tadi ke atas meja dan memotongnya. Kupanggil dua manusia kembar beda usia itu ke meja makan dan menikmati potongan kue red velvet dengan toping buah strawberry diatasnya.Aku selesai lebih dulu dan pergi mandi, berganti baju, dan juga berdandan. Dua laki-laki yang duduk di sofa menungguku itu tampak asyik dan saling bercanda. Setelah siap, aku pun menemui mereka."Are you ready?" tanyaku."Yes, i'am ready!" Joseph ber
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status