Semua Bab SKANDAL PERNIKAHAN BERSAMA ADIK IPAR: Bab 21 - Bab 30
54 Bab
21
21."Bagaimana para saksi, sah?" tanya pak penghulu saat ayah sudah berhasil mengucapkan ijab qobul dalam satu tarikan nafas. "Sah!" seru para saksi, dan tamu undangan dengan riang. "Alhamdulillah." Aku memanjatkan doa, dan rasa syukur atas pernikahan ayah yang berjalan lancar. Air mata haru seketika langsung menetes, saat melihat ayah memberikan tangannya pada tante Siska. Tante Siska lantas mencium tangan ayah dengan takzim.Binar bahagia di wajah Tante Siska, begitu kentara. Senyum manisnya tak pernah luntur dari wajah cantiknya yang terpoles make up tipis. Aku maju mendekati mereka, dan meraih tangan ayah.Ku cium dengan takzim tangannya, dengan mata berkaca-kaca. Perasaanku campur aduk saat ini. Rasa bahagia, haru, dan takut.Aku takut tak bisa mendekatkan mereka. "Selamat menempuh hidup barumu, ayah," ucapku setelah mencium tangannya. Ayah mengangguk, dan langsung memeluk ku. "Apa kamu bahagia, nak?" tanyanya. "Sangat. Sandra sangat bahagia. Berjanjilah untuk selalu m
Baca selengkapnya
22
22.Aku, ayah, dan Tante Siska. Akhirnya sampai di rumah saat hari menjelang malam. Sepulang ayah, dan Tante Siska dari rumah nek Sri tadi, nenek Atun sempat meminta ayah untuk menunda kepulangan kami. Tapi, ayah tetap ngotot ingin kami segera pulang hari ini juga. Dan akhirnya, nenek hanya memberi peringatan pada ayah untuk memperlakukan Tante Siska dengan baik.Ayah pun berjanji pada nenek sebelum kami berangkat tadi.Dan selama berada dalam angkot pun sikap ayah sudah tak sedingin tadi pagi. Dia terlihat tersenyum, dan berbicara pada Tante Siska seperti biasanya. Aku turut senang melihatnya. "Ayah. Sandra mau bicara empat mata dengan ayah," pintaku sebelum ayah masuk kedalam kamar menyusul tante Siska. Bukan niatku untuk mengganggu waktu mereka berdua. Tapi, ada hal yang harus aku sampaikan pada ayah.Ayah menutup kembali pintu kamar yang tadi sempat dibukanya. "Mau bicara apa? Mau bicara soal hubungan ayah, dan Tante Siska?" tanyanya. Aku menggeleng cepat. "Bukan. Sandra
Baca selengkapnya
23
23."Sandra ikut ayah ke kebun, nggak? Masih libur, kan?" tanya ayah saat kami bertiga sedang menyantap sarapan buatan Tante Siska untuk pertama kalinya. Rasa masakannya sangat nikmat, ditambah lagi dengan suasana pagi yang mendung. Membuatku merasakan kenyamanan. Aku pernah bermimpi untuk makan bersama dengan ayah, dan ibu di meja makan ini. Tapi, tak pernah kesampaian juga. Dan kini aku merasa puas, karena bisa mewujudkan impianku itu. Walaupun, bukan dengan ibu kandungku. "Sandra dirumah saja. Mau istirahat, capek," sahutku dengan gelengan kepala. "Mau tambah telur dadarnya, mas?" tanya Tante Siska yang duduk di kursi samping ayah. Ayah menggeleng pelan. "Cukup, dek. Mas sudah kenyang." Balas ayah seraya mengambil segelas air, dan meneguknya. Wajah Tante Siska terlihat murung karena penolakan ayah. Aku segera mengambil tindakan agar wajah cantiknya tak lagi murung. "Buat Sandra saja, ma." Aku langsung menyodorkan piring makananku, memintanya mengambilkan telur dadar itu u
Baca selengkapnya
24
24.Hari-hari yang aku, ayah, dan Tante Siska jalani. Sangat baik, dan damai. Tak ada pertengkaran atau sikap ayah yang dingin pada Tante Siska lagi. Hanya ada canda tawa yang meliputi rumah ini. Tak ada lagi jadwal aku menginap di rumah bibi Wati. Semuanya berjalan baik-baik saja. "Uweek, uweek!" Terdengar suara seperti orang muntah-muntah di belakang rumah. Aku yang baru saja keluar dari dalam kamar langsung melihat jam dinding yang masih menunjukkan pukul 6 lewat 15 menit. Aku mengernyit heran. Suara muntah siapa itu?Apa itu suara ayah? Karena memang semalam ayah mengeluh mual karena masuk angin. Ayah terkena hujan saat perjalanan pulang dari kebun kemarin sore.Dengan sedikit berlari aku menuju ke belakang rumah.Ingin memastikan kondisi ayah. Kalau memang perlu, harus dibawa ke dokter. Tapi, saat tiba di belakang rumah. Yang ku dapati malah Tante Siska yang tengah berjongkok.Dia duduk membelakangi ku. Terlihat tangan kanannya memegang perut, dan tangan kirinya sibuk me
Baca selengkapnya
25
25.Aku segera mengajak Tante Siska kedepan setelah mendengar suara ayah yang tengah berdebat dengan paman Tejo. Ya. Orang yang tadi mengetuk pintu bak kerasukan setan, itu adalah paman Tejo.Entah apa lagi yang mau dia perbuat di rumah ini. "Apa betul, Abang menikahi Siska?" Pertanyaan paman menyambut aku, dan Tante Siska yang baru saja membuka pintu. "Sebaiknya kita bicarakan di dalam saja. Nggak enak di lihatin tetangga," ucap ayah sambil menatap awas ke arah rumah tetangga, yang sebagian pintunya ada yang terbuka."Nggak perlu! Aku cuman mau kejelasan tentang kabar yang kudengar. Apa betul Abang menikah dengan Siska?" Paman menolak ajakan ayah dengan berapi-api. Melihat paman yang tak mau di ajak kerja sama. Ayah pun mendorong tubuh paman dengan paksa masuk kedalam rumah. Beruntung aku cepat menarik tangan Tante Siska menjauh dari ambang pintu. "Duduk!" titah ayah tegas menunjuk ke arah sofa.Dengan kesal paman menurut titah ayah. Dia menghempaskan tubuhnya dengan kasar di a
Baca selengkapnya
26
26.Setelah kepergian ibu. Ayah mengajak aku, dan Tante Siska duduk di sofa. Entah apa yang ingin ayah bicarakan. "Mas mau menjelaskan semuanya, sekarang. Mas nggak mau kamu salah paham, dek." Ayah mendudukkan tubuh Tante Siska di sofa, dan dia duduk di lantai, dekat kaki Tante Siska. Aku ikut duduk di samping Tante Siska. Aku ingin memastikan bahwa setelah ini hubungan ayah, dan Tante Siska tetap akur. Sambil menggenggam tangan Tante Siska, ayah menceritakan semua tentang masa lalunya. Dari dia yang terobsesi pada ibu, sampai dia berbuat nekat pada ibu. Semua dia ceritakan. "Mas sungguh menyesal sekarang. Mas minta maaf, dek." Ayah mengakhiri penjelasannya dengan permintaan maafnya. Tangannya masih terus menggenggam tangan Tante Siska."Lalu, kenapa mas sampai mau berbagi istri dengan Tejo? Aku bahkan baru tau kenyataan ini. Hidup kalian sungguh aneh. Kalian melanggar hukum agama kita, mas." Pelan tapi penuh penekanan Tante Siska menyahut ucapan ayah tadi.Kepala ayah yang tad
Baca selengkapnya
27
27.POV Author.___"Assalamualaikum. Loh, Mbak Wati?" Dayat yang baru saja pulang dari kebun, terkejut melihat mantan kakak iparnya yang tengah menangis. Semenjak kehamilan Siska. Dayang memang tak pernah membawa bekal.Dia akan pulang saat siang hari untuk makan siang bersama keluarga kecilnya, sekaligus melihat keadaan sang istri. Dayat melangkah menuju tempat Siska berdiri dengan wajah penuh tanda tanya. "Mbak Wati kenapa, dek?" tanya Dayat, "kok dia menangis?" Siska menipiskan bibirnya, hendak menjawab pertanyaan dari suaminya itu. Namun, Wati justru angkat bicara terlebih dahulu."Aku datang kesini untuk memintamu menjemput Sari dari rumah Tejo. Kasihan dia disiksa terus-menerus. Tapi, istrimu malah mengusirku," dalih Wati membuat alasan dengan air mata buaya nya yang mengalir semakin deras. "Bukan begitu ceritanya, mas." Siska menolak keras tuduhan itu. "Wanita ini datang kemari memang berniat menyuruhmu untuk membawa Sari kembali tinggal di rumah ini. Tapi, aku nggak per
Baca selengkapnya
28
28.Tak lama kemudian Sari sadar dari pingsannya. Dirinya menatap sekeliling dengan mata sayu. Hingga tatapannya terhenti pada sang kakak. "Mbak," panggil Sari dengan suara serak. Tangannya perlahan terangkat seperti meminta bantuan pada sang kakak.Wati buru-buru kembali mendekati ranjang, dan langsung membawa tangan Sari kedalam genggamannya. "Kamu baik-baik saja, kamu aman disini." tutur Wati menenangkan sang adik, seraya mengecup tangan Sari berulang kali. "Aku nggak mau pulang lagi kerumah itu," ucapnya, "Aku takut," imbuhnya lagi dengan air mata yang mulai menetes dari sudut matanya. Wati mengangguk dengan menahan tangisnya yang hampir pecah. "Kamu nggak akan kesana lagi. Kamu akan tetap tinggal disini," sahutnya penuh keyakinan.Beruntung hanya ada mereka berdua di dalam kamar itu. Kalau saja ada Siska, ataupun Sandra. Sudah pasti mereka akan langsung menolak. "Tapi, mas Dayat sudah punya istri, sekarang. Aku takut mengganggu rumah tangga mereka nantinya," balas Sari den
Baca selengkapnya
29
29.Sudah satu Minggu Sari tinggal di rumah Dayat bersama Sandra. Ya, hanya mereka berdua saja. Sebab saat pertama Sari diizinkan untuk tinggal di rumah itu. Dayat langsung mengajak Siska menginap di kebun. Dayat tak mau hubungannya dengan Siska hancur karena adanya Sari. Selain untuk menghindari Sari. Dayat juga merasa nyaman tinggal di pondok bersama istrinya. Dia jadi lebih leluasa memperhatikan Siska, dan calon buah hatinya. Sedangkan di rumah Dayat. Sari yang kini telah menyesal melepaskan Dayat pun mulai hilang akal. Sudah berapa kali dirinya meminta Sandra untuk mengantarnya ke kebun, menyusul Dayat. Namun, selalu di tolak oleh Sandra. Sari jadi menyesal karena dulu dirinya sama sekali tak pernah mau ikut Dayat ke kebun. Akibatnya, sekarang dirinya tak tau jalan menuju kesana. "San, ayo ke kebun," ajak Sari pada Sandra untuk kesekian kalinya. Sandra yang tengah melipat pakaian di dalam kamar pun, langsung menoleh pada Sari yang sedang berdiri di ambang pintu dengan t
Baca selengkapnya
30
30.Akhirnya bidan Ella pun datang, dan langsung memeriksa kondisi Sari yang masih pingsan. Saat bidan Ella memeriksa denyut jantung janin yang dikandung Sari. Rupanya, detak jantung janin itu sangat lemah. Hal itu membuat bidan Ella cukup panik harus berbuat apa. Karena peralatan medis yang tersedia di puskesmas desa pun sangat minim, tidak lengkap.Karena takut terjadi apa-apa pada janin yang sudah sangat lemah itu. Bidan Ella pun memutuskan untuk menelpon ambulance yang berada di rumah sakit besar.Dia ingin segera membawa Sari ke rumah sakit yang berada di kota, jaraknya tak terlalu jauh. Sebenarnya dia ingin membawa Sari ke rumah sakit yang ada di kabupaten saja, tapi mengingat kembali kondisi Sari yang sudah tak sadarkan diri, dan juga peralatan medis di rumah sakit kecamatan pun belum sepenuhnya lengkap. Dia lebih memilih untuk membawa Sari ke rumah sakit kota saja. Biarpun jaraknya sedikit jauh, tapi tak apa. Dia juga telah memberikan penanganan sementara yang bisa membua
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status