Semua Bab SKANDAL PERNIKAHAN BERSAMA ADIK IPAR: Bab 41 - Bab 50
54 Bab
41
Sudah hampir sebulan Tejo tinggal di kota, karena saran dari dokter agar dia bisa rutin memeriksa penyakitnya itu. Sebab penyakit yang dia derita sudah cukup parah. Dokter menyebut nya sifilis laten. Maka dia dianjurkan untuk periksa rutin selama 90 hari atau 6 Minggu. Karena ingin sembuh dari penyakitnya Tejo pun akhirnya memilih untuk menyewa kontrakan yang berada dekat dengan rumah sakit tersebut. "Nggak sholat Jum'at, mas?" tanya seorang ustadz pada Tejo yang sedang duduk melamun di teras kontrakannya. Di samping kontrakannya memang terdapat sebuah masjid, dan orang biasanya melewati jalanan yang berada di depan kontrakan Tejo untuk pergi ke masjid.Tejo menggeleng pelan dengan bibir yang bungkam. Hatinya sedikit tercubit mendengar pertanyaan dari ustadz tersebut. "Nggak usah malu, mas. Ayo, sama saya saja." Ustadz yang bernama Zainal itu mengira Tejo tak ke masjid karena malu dengan banyak orang. Karena sudah dari 3 Minggu yang lalu dirinya selalu memperhatikan Tejo. "Saya
Baca selengkapnya
42
Kehidupan Dayat, dan keluarga kecilnya begitu bahagia. Tak ada yang mengusik rumah tangganya lagi. Sore itu saat dia, dan Siska sedang duduk santai di bawah pohon mangga yang ada di pekarangan rumah. Tiba-tiba ada suara motor yang berhenti di depan pagar rumahnya. Dia menoleh kebelakang, dan langsung terkejut begitu melihat adiknya yang datang. Pikirannya langsung was-was. "Assalamualaikum, bang." Tejo menggucap salam dengan senyum yang berbeda di mata Dayat. "Wa'alaikumussalam. Mau apa kamu kemari? Mau mengganggu keluargaku lagi?" tanya Dayat seraya menyuruh Siska untuk masuk kedalam rumah dengan isyarat kepalanya.Tejo menggeleng cepat. " Bukan, bang. Aku kesini mau minta maaf.""Minta maaf?" beo Dayat dengan kening mengernyit. "Iya. Aku mau minta maaf atas semua kesalahan yang aku perbuat dulu pada Abang. Aku tau Abang pasti nggak akan memaafkan ku. Tapi, aku sungguh-sungguh minta maaf, bang." Tejo berkata dengan wajah memelas. Dayat yang mendengar ucapan maaf dari sang adik
Baca selengkapnya
43
Hari-hari telah berlalu, hubungan Trisno, dan Sari pun terlihat baik-baik saja. "Aku siapin pakaian gantinya, ya, Mas." Sari yang sedang memasak langsung bergegas mematikan kompor karena melihat Trisno yang baru keluar dari kamar mandi. Dia dengan sepenuh hati menyiapkan pakaian untuk sang suami. "Mas bisa sendiri, dek. Nanti kamu kecapean. Kasihan dede bayinya," ujar Tejo berdiri di belakang Sari yang sibuk mengambil pakaian di dalam lemari. Sari meletakkan celana jeans pendek, dan baju kaos di atas ranjang. Tak lupa juga dengan pakaian dalam sang suami. Semua dia siapkan dengan senyum yang terbingkai indah di wajah manisnya. "Terimakasih, cup." Trisno melayangkan satu kecupan manis di kening Sari. Yang langsung membuat Sari tersenyum malu dengan wajah memerah. Dia membiarkan Trisno berganti pakaian, dan dia kembali ke dapur melanjutkan pekerjaannya tadi dengan hati yang berdebar kencang karena kecupan dari suaminya. Sari jadi membayangkan saat awal hubungan mereka membaik.Ti
Baca selengkapnya
44
"Omong kosong macam apa ini, Trisno?" tanya Bu Darni dengan wajah geram bercampur kecewa. "Jangan percaya dengan ucapannya, Bu. Aku nggak pernah menyentuhnya sedikitpun!" bantah Trisno. Dia menatap wajah Nisa dengan nyalang. "Apa maksudmu berkata seperti itu? Kapan aku pernah menidurimu? Selama ini kita memang menjalin hubungan, tapi aku ngga pernah melakukan hal hina itu padamu!" ujarnya berapi-api. Dia merasa sangat yakin bahwa tidak pernah meniduri Nisa selama hubungan mereka berlangsung. Nisa yang merasa sudah terlampau jauh berucap. Memilih melanjutkan kebohongannya. Niat awalnya hanya ingin memberi tau pada Bu Darni, dan Sari tentang hubungannya dengan Trisno yang masih berlanjut. Tapi, begitu mendengar Sari yang sudah hamil anak dari laki-laki yang sangat dia cintai, membuat Nisa kalap. "Kamu lupa dengan kejadian yang terjadi di rumah kosong dekat perkebunan itu, mas?" Nisa melanjutkan kebohongannya. Membuat Trisno kembali mengingat-ingat kapan dia pernah melakukan itu.
Baca selengkapnya
45
Sampai malam hari pun Sari tetap berpura-pura tidur. Dia merasa enggan menatap wajah suaminya itu. Sampai Trisno berpamitan ke mushola rumah sakit, dan Bu Darni tertidur di sofa rumah sakit. Barulah Sari membuka matanya. Dia menatap langit-langit ruang rawatnya dengan tatapan kosong. Sekelebat bayangan saat Nisa mengatakan bahwa dia mengandung anak dari suaminya, kembali berputar seperti radio rusak. ‘Jadi, apa maksud sikap hangatmu padaku selama ini? Kalau nyatanya kau masih menjalin hubungan dengan cinta pertamamu, dan bodohnya aku yang sangat muda menjatuhkan hati padamu.’ Sari membatin dengan air mata yang mulai mengalir dari sudut matanya. Merasa tak nyaman dengan posisinya berbaring. Sari berniat untuk bangun, dan duduk bersandar saja. Dia kembali melamun, membayangkan tentang sikap manis Trisno padanya belakangan ini. Hatinya kembali terasa sakit, seolah-olah ada tangan tak kasat mata yang meremasnya dengan kuat. Ceklek! Suara pintu yang terbuka membuat Sari tersadar da
Baca selengkapnya
46
Tok, tok, tok! “Permisi, Trisno! Keluar kamu! Sari!” Wati mengetuk pintu rumah Trisno dengan tak sabaran. Suaranya pun sangat nyaring. Sampai-sampai suaminya menegurnya. “Dek, jangan kaya gitu, malu di liatin tetangga.” Indra menarik tangan Wati yang hendak mengetuk pintu lagi. “Biarin! Biar semua orang tau kalau Trisno laki-laki bejat!” Wati menghempaskan tangannya dengan kuat.“Sari! Keluar, dek! Ini mbak mau jemput kamu!” Sedangkan di dalam rumah nampak Sari yang sudah mulai pulih tengah sarapan bersama Trisno. Bu Darni sedang sakit, jadi dia hanya sarapan bubur lalu kembali beristirahat di kamarnya. “Suara siapa itu, dek?” tanya Trisno urung memasukan sesendok nasi pada mulutnya. “Nggak tau, Mas. Tapi, dari suaranya sepertinya itu Mbak Wati. Kenapa dia berteriak-teriak seperti itu?” Batin Sari mulai gelisah. Dia yakin pasti ada yang tidak beres sehingga kakaknya sampai berteriak seperti itu. “Bentar, mas cek dulu. Kamu habiskan dulu sarapannya, ya.” Trisno mengusap kepala
Baca selengkapnya
47
Sudah dua hari Sari di bawa pergi oleh Wati, dan suaminya. Dan dua hari juga Trisno seperti orang linglung. Dia sangat frustasi karena merasa seorang diri. Tak ada yang ada di sampingnya untuk membantu. Sikap ibunya pun bertambah dingin padanya, walaupun mereka tinggal di bawah atap yang sama. Trisno yang merasa suntuk memilih untuk keluar rumah, menghirup udara segar sekaligus memperbanyak keberaniannya untuk bertemu dengan kedua kakak iparnya. Trisno melajukan motornya ke arah warung kopi yang berada dipinggir jalan, tempatnya biasa bertemu dengan Nisa, dulu.Tentu saja Trisno kesana bukan untuk mengenang kebersamaannya dengan Nisa. “Bu, kopi pahit satu gelas,”pinta Trisno begitu sudah memarkirkan motornya. Dia lalu berjalan mendekati kursi panjang, tempat para pembeli biasa duduk menikmati pesanannya. “Tumben sendiri? Biasanya sama pasangannya,” celetuk ibu pemilik warung itu. Namun, Trisno hanya menanggapi dengan senyum tipisnya saja. Dia mengabaikan ucapan ibu tersebut, dia
Baca selengkapnya
48
Trisno mengumpulkan keberaniannya untuk menemui Sari, dan membawanya pulang bagaimana pun caranya. Ucapan Tejo tadi benar-benar sangat mengganggu ketenangannya. Trisno memarkirkan motornya di halaman rumah Wati, lalu perlahan melangkah menuju teras rumah. Tok, tok, tok. Trisno mengetuk pintu tanpa bersuara, dia takut kalau Wati tidak mau membukakannya pintu jika tau dia yang datang. “Iya, sebentar!” Terdengar sahutan dari dalam, tak lama kemudian pintu itupun terbuka dengan Sari yang berdiri di hadapannya. “Mas Trisno?” Nampak jelas wajah Sari yang terkejut bercampur bahagia. Dia meraih tangan Trisno, dan menciuminya dengan takzim. “Masuk, mas.” Sari menggeser tempatnya berdiri, memberi jalan untuk Trisno masuk. Dengan langkah ragu, dan juga takut Trisno masuk kedalam rumah, dan duduk di kursi ruang tamu. Matanya sedari tadi sibuk mencari keberadaan Wati, dan juga suaminya. “Kenapa mas baru datang sekarang?” Sari ikut duduk di samping suaminya dengan bibir mengerucut. Trisno t
Baca selengkapnya
49
“Hei?! Kamu kenapa, nak? Dari tadi mama panggil kok nggak nyahut? Lagi lamunin apa?” Siksa datang, dan menepuk pundak Sandra. “Eh?!” Wajah Sandra langsung terkejut melihat Siska sudah duduk di sampingnya dengan perut yang sudah membuncit. “Kamu kenapa? Ada masalah sama pendaftaran kuliah?” tanya Siska dengan lembut. Tangannya mengusap surai panjang milik Sandra.Sandra langsung menampilkan senyumnya, dan menutup raut wajahnya yang sedih. “Nggak ada, ma. Semuanya lancar, kok.” “Terus, kenapa?” Siska berusaha menilik wajah dari putri sambungnya itu.Namun, Sandra lebih dulu memalingkan wajahnya. “Sandra ke kamar dulu, ya, ma. Ada tugas kuliah,” kilahnya lalu buru-buru berdiri, dan masuk ke dalam kamarnya. Hal itu tentu saja membuat Siska kebingungan. Dia menatap punggung putrinya dengan kening mengernyit. Dia baru menyadari bahwa beberapa hari ini Sandra memang terlihat sedikit pendiam. Jarang sekali Sandra bercanda padanya. Senyum yang Sandra tampilkan pun sangat di paksakan. Sis
Baca selengkapnya
50
“Kamu mau ketemu sama ibu, nak?” Siska angkat bicara. Dia berjalan mendekati kursi tempat Sandra duduk, lalu ikut duduk di sampingnya. Tangannya dengan lembut mengusap bahu Sandra yang masih bergetar karena isak tangisnya. “Kalau mau ketemu sama ibu, biar mama yang antar,” tawar Siska dengan senang hati. Sandra mengangangkat kepalanya menatap wajah Siska lalu bergantian menatap wajah Dayat. Dayat mengangguk dengan senyum tipisnya. “Boleh, Ma?” “Boleh, dong. Besok pagi Mama antar, ya. Sekalian Mama mau olahraga pagi, soalnya sebentar lagi adikmu datang,” sahut Siska seraya mengelus perutnya yang membesar. Hari persalinannya memang sudah dekat. Itu sebabnya dia harus banyak bergerak agar persalinannya nanti berjalan dengan lancar, itu pesan ibunya setiap kali menghubunginya lewat telpon. ____“Dek, nasinya dimakan. Jangan di liatin aja,” ujar Trisno saat melihat makanan istrinya masih utuh. Sedangkan Sari sedari tadi hanya menatap piringnya dengan wajah murungnya.“Ada yang mengg
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status