Semua Bab SKANDAL PERNIKAHAN BERSAMA ADIK IPAR: Bab 11 - Bab 20
54 Bab
11. Tiba di rumah nenek.
Sesuai kesepakatan beberapa hari yang lalu. Kini aku, dan ayah sedang dalam perjalanan menuju desa tempat ayah di besarkan dulu. Wajah ayah pun sudah tak terlalu suram. Setelah perbincangan kami sore itu. Keesokan harinya ayah langsung berangkat ke kebun, dan melakukan kegiatan seperti biasanya. "Ayo turun, nak. Kita sudah sampai," ucap ayah seraya mengangkat tas yang berisi pakaian, dan beberapa buah tangan untuk sang bibi. Lalu dia pun bergegas turun dari angkot. Aku pun mengikuti langkahnya dari belakang dengan hati-hati agar kepalaku tak terantuk langit-langit mobil. Setelah turun dari angkot tadi, ayah langsung menyebrang jalan menuju sebuah warung makan. "Rumah nenek dimana, Yah?" tanyaku begitu tiba di dekatnya. Warung itu tampak lengang, hanya ada beberapa orang saja yang sedang menikmati makan siang mereka. "Ada di sebelah sana. Nanti kita kesana jalan kaki saja, ya. Dekat, kok," sahut ayah seraya menunjuk ke arah depan sana. Aku mengangguk, dan ikut duduk di sampingn
Baca selengkapnya
12
POV Tejo. ___"Mas, kamar kamu masih yang waktu itu, kan?" tanya Sari antusias begitu turun dari atas motor. Kami baru saja sampai di rumah peninggalan almarhum ibu. Aku mengangguk mengiyakan, dan lanjut memarkirkan motor disamping rumah agar tak terkena hujan nanti malam. Sekarang memang lagi musim hujan. Tiap malam menjelang subuh pasti hujan akan turun. "Eh! Kamu mau kemana?" Aku sungguh terkejut melihat Sari yang hendak masuk kedalam kamar yang biasa ku tempati. Dengan cepat aku melangkah ke arahnya, dan menepis tangan yang hendak membuka pintu kamar itu sedikit kasar. "Loh, kenapa sih, mas?" Tanyanya dengan wajah heran bercampur kaget. "Kamu mau ngapain masuk kesini? Ini kamar aku. Kamar kamu yang itu." Ku tunjuk sebuah kamar yang terletak di samping ruang tamu. "Maksudnya?" tanyanya lagi. Rupanya dia belum juga mengerti apa yang aku ucapkan barusan."Kamar kamu yang di depan sana. Ini kamar aku. Udah paham?" Aku menjelaskan dengan tegas. Agar dia tak lagi bertanya. "A
Baca selengkapnya
13
POV Tejo.___Sudah dua hari Sari tinggal di rumah ini. Aku menyuruhnya berpura-pura menjadi pembantu jika Gina datang nanti.Walau awalnya dia sempat menolak, dan berteriak-teriak tak mau. Tapi, perlahan dia mulai mau mengerjakan tugas pembantu. Tentunya dengan sebuah ancaman dariku. Dia akan ku usir dari rumah ini jika tak mau menuruti perintahku. "Mas." Dia memanggilku dengan manja saat aku tengah duduk santai sambil menonton tv. Aku menoleh padanya dengan alis yang menukik tajam. "Jangan panggil aku, mas. Biasakan dirimu untuk memanggilku TUAN!" tandasku penuh penekanan.Sudah berulang-ulang ku jelaskan tapi, dirinya seolah batu yang sangat keras. Tak pernah menurut.Aku tak mau Gina tau hubungan kami. Aku malu kalau sampai Gina tau aku berbagi istri dengan abangku sendiri. "Kan si pel4k0r itu nggak ada,"ujarnya dengan nada manja. "Emm, maaf. Maksudku Gina." Dia buru-buru meralat ucapannya saat ku pelototi dengan tajam. Dia mendudukan bobotnya diatas pahaku. Aku membiarka
Baca selengkapnya
14
POV Sari. ___Aku pikir setelah meminta mas Tejo mengurus surat perceraian ku, dan mas Dayat, hubungan kami akan kembali baik.Tapi, semua tak berjalan baik. Setelah selesai mengurus surat perceraian itu, hubungan kami memang sudah cukup dekat, dan aku pun sudah mulai berani lagi bermanja padanya.Namun sayangnya, itu tak bertahan lama karena kedatangan Gina, wanita yang sudah berani merebut mas Tejo dariku. Ingin rasanya aku berteriak di hadapannya mengatakan bahwa akulah istri sah mas Tejo, dan dia hanyalah pel4k0r tak tau diri. Tapi, nyaliku tak sebesar itu. Aku hanya bisa gigit jari melihat kemesraan yang mereka suguhkan setiap hari. Sedangkan aku di perlakukan seperti pembantu di rumah ini. "Loh, mas. Kok, pembantunya masih muda banget," protes Gina saat baru pertama kali melihatku. Dia menatapku dengan pandangan tak sukanya.Aku terkekeh senang dalam hati, melihatnya iri dengan kecantikan ku."Sudahlah, sayang. Dia hanya pembantu disini. Dia nggak bisa saingi kamu," sahut
Baca selengkapnya
15
POV Sari.____Ku dekati mas Tejo yang sedang duduk merenung di sofa ruang tamu setelah mengusir wanita tadi. Dirinya terlihat kacau sekali. Dan ini saatnya aku maju sebagai pahlawan untuknya. "Ini kopinya, mas." Ku letakkan segelas kopi hitam kesukaannya di atas meja, dan perlahan aku duduk di sampingnya. "Sudahlah, mas. Jangan terlalu dipikirkan. Wanita seperti dia nggak pantas mas pikirkan. Buang-buang waktu saja," ucapku seraya memberikan pijatan lembut di tangannya. "Kenapa dia bisa berkhianat? Apa kurangnya aku? Aku bahkan memberikan cintaku seutuhnya untuk dia. Tapi dia, dia selingkuh." Racau mas Tejo dengan air mata yang menetes. Deg! Ada yang tergores di dalam dada ini saat mendengar mas Tejo berkata dia mencintai Gina.Dia bahkan sampai meneteskan air matanya hanya karena wanita itu. Padahal sudah jelas-jelas wanita itu berkhianat, dan pantas mendapatkan perlakuan seperti tadi.Aku berusaha menguasai hati yang sudah terlanjur sakit, dan terus menenangkan mas Tejo.Dia
Baca selengkapnya
16
POV Sandra.___Sudah tiga hari lamanya kami menginap di rumah nenek Atun.Dan Alhamdulillah, ayah sudah mulai tersenyum kembali. Kegiatan ayah disini sama seperti di rumah. Yaitu, memberi makan ayam, dan kelinci peliharaan nenek.Dan teman-teman ayah sering datang berkunjung kesini. Itu membuat hatiku sedikit tenang. Ya, hanya sedikit. Sebab, sudah 3 hari kami disini. Tapi, tak juga aku menemukan wanita yang dulu ayah tolak demi ibu. Ah, bukan apa-apa. Aku hanya ingin ayah punya teman curhat.Karena sepertinya dengan teman prianya, ayah kurang terbuka. Atau aku cari saja wanita yang masih lajang, atau wanita janda untuk ayah?"Sudah siap, nak? Kalau sudah, kita berangkat sekarang. Takut kesiangan." Suara nenek terdengar dari depan pintu kamar. "Sebentar, nek!" sahutku lantas segera menyisir rambut dengan cepat, dan langsung meraih jaket yang tergantung di balik pintu. "Sudah, nek. Ayo!" ujarku antusias. Jam masih menunjukkan pukul 5 subuh. Tapi aku, dan nenek sudah rapi.Aku
Baca selengkapnya
17
17."Siska?!" Paman yang baru saja datang, langsung terkejut melihat Tante Siska yang sedang mengobrol dengan ayah. Dirinya seperti terpana melihat Tante Siska, sampai tak berkedip.Aku lekas memanggil nenek yang berada di belakang. Aku takut paman membuat ulah, dan rencanaku gagal. "Tejo?" panggil nenek begitu sudah sampai di ruang tamu."Ah. Bibi apa kabar?" Paman meraih tangan tua nenek, dan menciumnya takzim. "Alhamdulillah, baik. Tumben kamu pulang?" "Tejo kangen sama bibi," sahut paman dengan mata yang menatap liar kearah Tante Siska. "Bisa biarkan aku, dan Siska ngobrol berdua?" imbuhnya lagi. "Nggak! Tante Siska ada keperluan dengan ayah. Paman kan kangen sama nenek. Kenapa nggak ngobrol sama nenek saja?" Aku langsung menolak permintaan paman mentah-mentah. Dirinya melayangkan tatapan tajamnya padaku. Tapi, aku tak merasa takut sama sekali.Selain karena ada ayah, dan nenek yang akan melindungi ku. Aku juga sudah muak dengan paman. Dari gerak-geriknya aku tau bahwa pam
Baca selengkapnya
18
18Sejak kejadian tadi pagi. Ayah tak pernah lagi terlihat. Aku tak tau dia berada dimana. Sampai makan malam selesai pun ayah tak datang.Aku yang tengah membantu nenek membereskan meja makan, seketika mengerutkan kening, bingung. Melihat nenek yang menyiapkan sepiring nasi lengkap dengan lauk, serta sayur. "Itu untuk siapa?" tanyaku. Sebab aku, dan nenek sudah makan. Kecuali ayah. Tapi, ayah saja tak tau ada dimana. "Ini untuk ayahmu," jawab nenek seraya menuangkan air kedalam gelas, dan meletakkannya di atas nampan bersama dengan makanan tadi. "Loh, ayah ada dimana? Dari tadi Sandra nggak lihat.""Ayahmu ada di kamar belakang. Kamar almarhum pamannya dulu," sahut nenek, dan langsung berlalu pergi. Aku cepat-cepat membereskan meja makan, dan langsung menyusul nenek. Aku takut salah jalan. Karena rumah ini sangat luas, dengan banyak kamar. Entah kamar mana yang nenek maksud tadi.Aku langsung bernafas lega saat mendapati nenek sedang mengetuk sebuah pintu dekat dengan lorong
Baca selengkapnya
19.
19.Ternyata apa yang nenek ucapkan, benar adanya. Dua hari setelah nenek berbicara pada ayah tentang menikahi tante Siska, hari ini nenek mengajakku pergi ke bank untuk mengambil uang tabungannya. Bank itu terletak di dekat tempat aku, dan ayah turun dari angkot kemarin. Aku, dan nenek pergi kesana menggunakan sepeda motor milik almarhum kakek. Sebelum kami sampai di bank. Nenek menyuruhku untuk pergi ke rumah Tante Siska terlebih dahulu. Dengan arahan dari nenek, kami pun sampai di rumah orang tua Tante Siska. "Assalamualaikum." Nenek mengucap salam seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah dengan cat tembok warna biru muda itu. "Wa'alaikumussalam, sebentar!" Terdengar suara orang menyahut dari dalam rumah. Tak lama kemudian pintu itu pun terbuka, dan terlihatlah seorang wanita tua berdiri dibaliknya.Wanita tua yang mungkin seumuran dengan nenek itu berdiri menatap aku, dan nenek bergantian."Aku Atun. Masa kamu lupa, Sri," ujar nenek dengan nada gurauan.Wanita t
Baca selengkapnya
20
20.Hari ini tetangga sekitar yang nenek undang, datang untuk membantu persiapan pernikahan ayah.Hari pernikahan ayah akan dilakukan besok. Nenek memberi tau Tante Siska, bahwa dia tak perlu menyiapkan apapun. "Sandra, coba lihat ayahmu. Panggil dia kemari!" titah nenek yang tengah menyiapkan pakaian yang akan ayah kenakan esok saat ijab qobul nya. Sedari tadi pagi ayah tak terlihat. Bahkan, teman-temannya datang pun ayah tak keluar menyambut mereka. Ayah terus mengurung diri di kamar almarhum kakek waktu itu. Entah ini adalah bentuk protesnya pada nenek, atau apa. Yang jelas, ayah jarang sekali menanggapi ucapan nenek. Dirinya akan keluar dari kamar itu, saat jam makan saja. Itupun aku atau nenek yang harus memanggilnya keluar. Tok, tok, tok!"Sandra masuk, ya, Yah." Aku langsung membuka pintu saat tak ada sahutan dari dalam. Ceklek!Aku langsung menghela nafas lelah saat masuk kedalam kamar, dan melihat ayah yang tengah duduk melamun di kursi kayu.Dirinya belum menyadari
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status