Tous les chapitres de : Chapitre 21 - Chapitre 30
30
Berkah
"Iya, Ma, Lita hamil," jawabku seraya duduk di samping Lita.Kulihat ada binar di kedua mata Mama. Berulang kali dia seperti bersikap biasa saja, tapi dari bahasa tubuhnya, aku tahu Mama ikut bahagia."Mama bahagia, gak? Sebentar lagi Mama jadi nenek, loh," ucapku lagi."Ah, biasa saja. Namanya menikah, sudah pasti hamil lah," sahut Mama dengan raut wajah yang dibuat secuek mungkin.Aku tersenyum melihat tingkah Mama itu. Kutatap Lita yang juga tersenyum membalas tatapanku."Hadiah yang waktu itu ... terima kasih ya, Ma? Saya suka sekali," ucap Lita kemudian."Kalau suka kenapa gak dipakai?" Mama menatap ke arah Lita dengan tatapan judesnya."Eh, itu ...." Lita menatap ke arahku, sepertinya tak tahu bagaimana harus menjawab."Lita gak terbiasa pakai perhiasan mewah, Ma. Bisa-bisa mata para tetangga copot dari tempatnya kalau Lita memakainya," jawabku kemudian."Halah, alasan saja. Biarpun tinggal di kampung, tetap harus menghargai diri sendiri, dong," sahut Mama."Besok akan Lita paka
Read More
Hukuman
Dahlia menatap tak percaya pada suaminya, badannya terlihat gemetar. Dia pasti tak mengira, jika David bisa semudah itu mengucapkan talak padanya."Maksudmu apa, Mas?" tanyanya kemudian seraya menggoncang lengan David.David bungkam. Dia justru membuang mukanya dari Dahlia."Mas! Kamu tidak bisa melakukan itu! Kamu tidak bisa menceraikanku! Kamu ingat, aku punya Vivi, anakmu!" teriak Dahlia kemudian.David kemudian menatap ke arah Dahlia tajam."Kamu pikir bisa mendapatkan hak asuh setelah apa yang kamu lakukan pada Vivi?" tanyanya kemudian. "Lebih baik sekarang kamu membereskan semua barang-barangmu. Tinggalkan rumah ini secepatnya.""Kamu mengusirku, Mas?" Dahlia masih menatap tak percaya pada David. "Sudah kuduga, kamu pasti mau kembali pada mantan istrimu itu, kan? Pasti dia sengaja membalas dendam, menghancurkan rumah tangga kita!""Cukup, Dahlia. Aku sudah tidak mau mendengar apapun lagi darimu," ucap David lagi seraya beranjak pergi.Namun sebelum sempat dia melangkah, Dahlia l
Read More
Takdir
Aku merengkuh tubuh Jelita, lalu membawanya lari sekencang mungkin. Tidak peduli lagi pada orang lain, yang kupikirkan hanya nasib istriku dan bayi yang ada dalam kandungannya. Lita masih merintih kesakitan dan pelukanku, sebelum akhirnya pingsan."Dek! Bertahanlah, Dek! Tolong, Dek! Bertahanlah!" Aku berteriak seperti orang gila."Ada apa ini, Mas Damar?" tanya Bu Tatik ketika aku sudah sampai di depan rumah dengan kondisi yang menyedihkan."Bu, tolong minta warga untuk membantu mencarikan mobil untuk Bu Nani. Saya harus membawa Lita ke rumah sakit," ucapku padanya sembari membaringkan Lita ke jok belakang mobil."Baik, Mas Damar." Bu Tatik akhirnya beranjak pergi meninggalkanku.Badanku gemetar hebat ketika menyalakan mesin dan memutar kemudi. Pikiran buruk sudah memenuhi kepala. Dengan kecepatan tinggi mobil melaju ke rumah sakit."Dokter! Tolong, Dokter!" Lagi-lagi aku berteriak seperti orang gila saat sudah tiba di rumah sakit. Apalagi ketika rembesan darah dari sela kaki Lita se
Read More
Rahasia
Aku akhirnya kembali menuju kursi tunggu, dan sudah tidak kudapati Dahlia ada di sana. Aku duduk dengan lemah di salah satu sudut kursi. Pikiranku dipenuhi hal-hal yang membuatku bertanya-tanya. Allah, ada apa lagi ini?Entah berapa lama aku duduk di sana tanpa berbuat apapun. Hingga tiba-tiba Mama sudah muncul dan berjalan ke arahku."Syukurlah, kondisi Lita sudah jauh lebih baik," ucap Mama kemudian. Aku membuang napas lega mendengar itu semua. Tak henti-hentinya mulutku mengucap syukur. Ya, meskipun pada akhirnya kami harus kehilangan calon buah hati, setidaknya nyawa istriku sudah tertolong. Tinggal bagaimana nanti aku bertanggung jawab untuk menyembuhkan hatinya."Di mana wanita iblis itu?" tanya Mama kemudian seraya menatap ke sekeliling. "Jangan-jangan dia kabur?""Mungkin sedang bersama Ibunya, Ma," jawabku kemudian. "Bu Nani juga harus mendapat perhatian lebih.""Memang pantas mereka itu mendapatkan karma! Perbuatan mereka berdua benar-benar sudah tidak bisa dimaafkan!" ucap
Read More
Dosa
"Katakan, Bu Nani!"Saat Mama membentak Bu Nani sekali lagi, aku tak bisa menahan diriku lagi untuk masuk ke dalam. Kulihat Mama menoleh dan langsung tersentak kaget ketika aku membuka pintu. Wajahnya seketika memucat."Damar?"Aku tak langsung bicara, tapi melayangkan pandanganku pada Bu Nani. Hatiku berdesir miris menatap keadaan wanita yang tadinya selalu berucap dengan nada tinggi itu.Badan Bu Nani yang terbaring itu tampak kaku, dengan sebelah tangan mengerut di dadanya. Bibirnya juga sudah tak lagi lurus, bergerak-gerak seperti akan berbicara sesuatu, namun tak sanggup. Hanya kedua matanya yang melebar menyempit mewakili bahasa tubuhnya."Astaghfirullah, Buk." Aku menelan ludah, seketika rasa sedih menyergap dada.Ya, meskipun ibu mertuaku itu selalu melontarkan kata-kata hinaan padaku, tapi melihatnya dalam kondisi yang demikian rasanya hatiku juga tak tega."Damar ...." Mama mendekat ke arahku. "Kamu ... sejak kapan ada di situ?"Aku masih menatap ke arah Bu Nani sekali lagi,
Read More
Istana
"Alhamdulillah, akhirnya kita pulang."Mobil berhenti tepat di depan rumah Mama. Hari ini Lita sudah diperbolehkan pulang dan beristirahat di rumah. Mama memaksa agar kami pulang ke rumah yang ditempati Mama. Aku setuju saja, karena memang nanti ada yang menjaga Lita jika di sana."Aku takut nanti akan merepotkan Mama," ucap Lita, yang awalnya menolak."Repot apanya? Di rumah ada beberapa ART, gak akan repot," jawab Mama."Tapi, rumah kami ....""Rumah itu khusus dipakai untuk produksi saja. Jangan lagi dipakai untuk tinggal. Mama akan meminta orang untuk merenovasinya, menjadi pabrik kecil. Bau minyak dan mentega setiap hari mana bagus untuk kesehatanmu?" ucap Mama lagi, menyela."Mama gak bakal bisa dibantah, Dek ...," ucapku kemudian pada Lita. "Kita menurut saja."Akhirnya Lita bersedia untuk pulang ke rumah yang Mama tempati. Rumah kami. Baru pertama kali ini Lita menginjakkan kaki di sini. Dulu saat aku masih menjadi kekasih Dahlia, kami masih menempati rumah sederhana yang tak
Read More
Ikhtiar
"Sudah Mama duga, pasti ada yang tidak beres! Orang seperti Dahlia itu selamanya tidak akan pernah bertobat!" ucap Mama."Ya Allah, tega sekali Mbak Lia menipu Ibuk seperti ini." Lita menutup mulut dengan kedua tangan."Aduh, maafkan saya, ya? Saya tidak tahu-menahu tentang masalah keluarga kalian. Saya hanya membeli rumah ini secara sah, tidak mau ikut campur masalah lainnya," ucap Ibu itu, wajahnya juga terlihat cemas."Tapi jika nanti kami membutuhkan Ibu sebagai saksi, kami harap ibu bersedia," ucapku."Saya mengerti, Mas," jawab Ibu itu lagi.Aku menarik napas panjang. Biar bagaimapun kami terpaksa melaporkan kejadian ini pada pihak berwajib. Apalagi Dahlia membawa kabur semua uang penjualan rumah, di mana ada hak ibunya di sana."Ibuk! Ibuk!"Aku kaget ketika mendengar suara Lita berteriak. Saat aku menoleh, tubuh Bu Nani sudah mengejang. Kepalanya mendongak ke atas, dan kedua matanya terbelalak."Mas, ibuk kenapa ini, Mas?" Lita terlihat panik melihat keadaan ibunya, sampai har
Read More
Penangkapan
"Astaghfirullah! Mbak Lia melakukan perbuatan senekad itu?" Lita seketika berdiri dengan wajah tak percaya."Padahal wajah Dahlia sudah masuk data laporan kepolisian. Bagaimana mungkin dia bisa begitu mudah mengambil Vivi dari sekolah?" tanyaku pada David."Entahlah, tapi pihak sekolah paud itu tadinya tidak curiga karena yang menjemput memang Mamanya. Saat mereka sadar, Dahlia sudah pergi membawa lari Vivi," jawab David sambil mengacak rambut."Minta rekaman CCTV dari setiap sudut sekolah, Bang. Jadi kita bisa tahu dengan siapa Dahlia datang, atau kendaraan yang dia naiki! Jangan lupa buat laporan ke pihak kepolisian juga," ucapku lagi."Iya, baik, Damar," jawab David lagi. Dia kemudian sibuk membuat panggilan telepon dengan wajah panik.Aku kemudian menatap ke arah Lita."Dek, kamu tidak punya kerabat atau saudara jauh yang kemungkinan bisa menjadi tempat Dahlia bersembunyi?" tanyaku padanya.Lita terdiam mendengar pertanyaanku. Dia tampak berpikir keras."Ibuk punya saudara jauh, M
Read More
Pesan terakhir
"Apa yang terjadi, Mas?" tanya Lita seraya menatapku."Ibuk ... ibuk sudah tersadar dari koma, Dek," jawabku."Benarkah? Alhamdulillah, ya Allah." Lita mengusap wajahnya penuh syukur. "Kalau begitu kita pulang sekarang, Mas.""B-baiklah, Dek." Aku ragu-ragu untuk mengatakan jika kondisi Bu Nani sudah kritis, takut membuat Lita gelisah.Kami semua akhirnya berpamitan pada Bu Narti untuk pulang, meskipun hari sudah mulai malam. Kami tidak bisa menunggu lagi sampai besok pagi, karena takut terjadi apa-apa nanti di rumah sakit.Perjalanan di malam hari terasa lebih lama. David menggantikanku menyetir ketika tahu aku kelelahan. Dia mengantarkanku dan Lita ke rumah sakit lebih dulu, sebelum mengantarkan Nadia untuk pulang. Vivi sudah tidur sepanjang perjalanan. Kasihan anak itu, seharian tertekan karena ulah Dahlia.Begitu sampai di rumah sakit, aku dan Lita langsung bergegas menuju ruangan tempat Bu Nani dirawat. Seorang Suster menyambut kami di sana."Ibu saya bagaimana, Sus?" tanya Lita
Read More
Akhir yang bahagia
"Ya Allah, Mbak Lia. Kenapa jadi seperti ini?"Lita mengelus nisan Kakaknya dengan raut wajah penuh kesedihan. Pihak kepolisian bertanggung jawab penuh atas proses pemakaman, dan jenazah Dahlia diurus oleh pihak rumah sakit, dan makam Dahlia bisa bersandingan dengan makam Bu Nani.Aku menatap tanah merah tempat Dahlia berada di pembaringan abadi itu. Padahal sudah beberapa kali pihak kepolisian membawakan Dahlia seorang psikiater, dan saat ini juga sedang menjalani perawatan non medis. Dahlia depresi, itu yang kami dengar. Namun aku tak menyangka jika dia akan bertindak seperti itu.Dahlia tidak pernah mau menerima tamu sejak terakhir kali aku dan Lita mengunjunginya waktu itu. Kami masih menitipkan beberapa barang untuknya, termasuk Alquran dan mukena untuk salat. Tapi ternyata ....Saat aku masih terdiam dalam lamunan, tiba-tiba terlihat David dan Nadia datang ke pemakaman itu. Mereka berdua langsung berjongkok di depan nisan, berseberangan dengan Lita."Ya Allah, Lia." David juga t
Read More
Dernier
123
DMCA.com Protection Status