Semua Bab Mendadak Jadi Pengantin Kekasih Sahabatku : Bab 41 - Bab 50
94 Bab
Bab 41. Berdebat
"Maksudmu apa? Aku tak mengerti.""Ehm itu maksudku, aku ingin mendatangi laundry tempat kamu mencuci pakaianku kemarin."Raka bertanya dengan wajah polosnya."Kau memintaku mencuci bajumu lagi? Begitu maksudmu?" tanyaku begitu aku paham maksudnya dia."Hah? Apa?! Maksudmu kemarin itu Kau yang mencucinya sendiri?!" Raka bertanya setengah berteriak, tak dapat menyembunyikan keterkejutannya.Aku tersenyum, merasa lucu sekali dengan obrolan kami siang ini."Yaiyalah! Kau pikir aku pergi ke Laundry mana?!" Aku menanggapinya santai sambil melanjutkan makan.Lagi-lagi Raka seperti terkejut."Aku pikir kamu–""Oke, aku mau mencucikan bajumu, tapi kali ini nggak gratis." Raka langsung melirikku dengan tatapan tajam, penuh rasa penasaran."Aku harus bayar? Begitu maksudnya?"Aku menarik bibirku menatapnya."Ya.""Berapa aku harus membayarmu?""Aku ingin bayaran yang lain, bukan uang."Seketika Raka duduk kembali dan mendekatkan wajahnya. Mendadak wajahku jadi menghangat karena jarak wajah kami
Baca selengkapnya
Bab 42. Raka Pov
Raka POVPernikahan impian yang sudah terbayangkan indah bersama Evita–kekasihku, ternyata justru menjadi pernikahan paling menyedihkan. Menjadi titik awal yang kisah memilukan.Evita pergi di hari bahagia itu. Dan dengan keputusan sepihak Papa menyodorkan seorang wanita yang baru ku ketahui ternyata gadis itu anak dari sahabatnya. Aku seperti pernah melihat gadis ini, setelah aku ingat-ingat ternyata dia adalah sahabatnya Evita, aku pernah bertemu dengannya ketika kencan dengan Evita.Tapi mengapa tiba-tiba dia mau saja saat disuruh duduk di pelaminan menggantikan Evita?Pernikahan dengan orang yang baru dikenal tentu membuat kami begitu canggung. Meski sebenarnya jika di perhatikan, paras wajahnya Amira lebih cantik dari Evita, ya kuakui itu. Kulitnya putih, wajahnya putih bersih, hidungnya mancung, bulu matanya lentik, dengan alis tebal hitam yang natural. Ia terlihat begitu anggun dengan gamis dan hijab yang membalut tubuhnya.Berbeda dengan Evita yang tak mengenakan hijab. Ah, ak
Baca selengkapnya
Bab 43. Raka Pov. Keributan di dapur
Raka PovBetapa terkejutnya aku ketika melintasi dapur, ternyata makanan sudah berjejer rapi di atas meja. Rasa bersalah di hatiku makin menjadi, jelas makanan ini masih utuh, aku yakin Amira sendiri belum menyentuhnya, apakah dia menungguku pulang untuk makan bersama? Tapi aku justru asyik nongkrong, makan di restoran dengan teman-temanku di luar.Meski diantara kami tak ada cinta, tapi jujur aku akui, Amira adalah partner yang baik, ia selalu bisa diajak kerjasama untuk bersandiwara di depan orangtua kami. Untuk beberapa hari ke depan, Papa ke luar negeri untuk urusan bisnis, Mama akan tinggal di sini. Tentu ini sedikit merepotkan, tapi juga aku merasa lebih tenang, dari pada Mama di rumah sendiri, hanya di temani Bibik, aku khawatir dengan kesehatan Mama."Raka kamu mau ngapain?" tanya Mama tiba-tiba, ketika aku memasuki dapur.Ya, sesuai janjiku siang tadi, aku akan masak untuk makan malam. Sebagai imbalan karena Amira mau mencucikan baju-bajuku.Aku terkejut ketika mendapati semu
Baca selengkapnya
Bab 44. Raka Pov. Satu kamar
Raka Pov."Kamu yakin mau masak lagi?" tanyaku pada Amira, ia tampak serius di dapur, tangannya begitu lihai meracik bumbu. "Ya. Sebaiknya kamu temani Mama sana!"Aku masih tak bergeming, berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri. Ingin bantu, tapi bingung bantu apa? Nasi goreng yang tadi sudah jadi sama sekali tak bisa di makan, karena rasanya kelewat asin."Ehm, Mir!""Ya." Amira menyahut tanpa menoleh sedikitpun ke arahku. Apa dia marah? Karena hasil masakanku tak bisa di makan? Atau dia kesal karena kondisi dapur yang sangat berantakan ini? Aku jadi tak enak padanya."Maaf ya," ucapku pelan."Ya. Nggak apa-apa, aku maklum kok, kamu kan anak Mama, jadi wajar nggak bisa di dapur. Mau makan tinggal makan, mau minum tinggal minum, tanpa tahu bagaimana repotnya di dapur," sahutnya ketus.Ck, nylekit juga nih anak ngomongnya. Ya memang bener sih, selama ini aku terbiasa selalu di layani, mana pernah aku memasak sendiri di dapur."Lagian udah tahu aku nggak bisa masak, malah kamu minta aku
Baca selengkapnya
Bab 45. Raka Pov. Cinta?
"Hah, Raka! Kamu apa-apaan sih! Turunin aku! Raka! Turun!" Amira yang baru saja membuka matanya, langsung berontak berusaha melepaskan diri, membuatku kewalahan karena aksinya itu.Aku pun jadi tak kuasa menahan tubuhnya akibat pergerakan darinya yang tak kira-kira.Brugh!Aku dan Amira jadi sama-sama jatuh di atas ranjang. Dengan posisi aku berada diatasnya. Bahkan kini tubuh kami sangat dekat lengan dan dada kami berdempetan tanpa jarak. Pandangan mataku mengarah tepat di kedua netranya yang bening dan lentik itu.Beberapa saat aku seperti terbius akan pesonanya. Ia pun sepertinya sama denganku, kami seperti sama-sama larut dalam suasana yang tiba-tiba membuat kami begitu dekat, sangat dekat. Bahkan aku bisa merasakan hembusan napasnya.Degup jantungku tiba-tiba berpacu cepat. Semoga saja ia tak sampai mendengar detak jantungku ini. Tak kupungkiri, ada perasaan berbeda saat berdekatan begini dengannya, aku laki-laki normal, melihat wanita cantik di depanku, membuat desiran aneh di d
Baca selengkapnya
Bab 46. Jadi Gagap
Saat jam makan siang, sekarang aku sudah tak perlu pusing lagi keluar kantor untuk cari makanan, atau mengantri di kantin, karena Amira selalu menyiapkan bekal untukku.Bahkan tanpa kusadari aku selalu dibuat penasaran sekaligus tersenyum setiap kali hendak membuka isi bekal yang kubawa setiap hari.Pasalnya gadis itu selalu saja membuatkan bekal untukku dengan bentuk yang unik. Kemarin ia membawakan bekal dengan nasi merah yang dihiasi dengan irisan wortel dan potongan rumput laut, membentuk emoticon senyum. Kemarin lalu ia membentuk seperti beruang, apa Dia sengaja menganggapku seperti anak TK?Dan anehnya aku juga merasa senang, bahkan tanpa kusadari setiap hendak membuka kotak makan, aku dibuat penasaran, seunik apa makan siangku hari ini?Taraa!! Lagi-lagi aku dibuat tersenyum begitu siang ini aku membuka kotak bekalku.Nasi putih dibentuk macam kepala kelinci berjumlah dua, dengan potongan rumput laut untuk mata dan hidungnya. Dua potong wortel rebus berbentuk hati. Ada juga te
Baca selengkapnya
Bab 47. Kemarahan Mama
Hari terus berganti, hingga tak terasa satu Minggu sudah Mama menginap di rumah ini. Jujur semenjak ada Mama, suasana rumah jadi hangat, bahkan saat aku pulang kerja Amira selalu menyiapkan minuman hangat untukku, dan setiap sore kami akan bersantai bersama di ruang tengah atau di taman belakang, dengan secangkir teh hangat dan cemilan yang selalu dibuat oleh Amira. Ia seperti tak kehabisan ide ada saja makanan ringan yang ia suguhkan, menghangatkan suasana.Sekilas hubungan kami nyaris terlihat sempurna. Ya, pasti setiap orang yang melihatnya akan berpikir demikian.Tapi sesungguhnya jika di dalam kamar, aku tidur di lantai dan Amira yang tidur di ranjang. Aku mengalah tidur di lantai sejak kejadian Amira menggigil kedinginan ketika tidur di lantai. Kami hanya akan bicara dan membahas sesuatu yang penting-penting saja, selebihnya kami sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Selama seminggu ini pula, Amira jarang ke Kafe-nya. Ia lebih banyak libur karena menemani Mama di rumah. Untuk
Baca selengkapnya
Bab 48. Amira Pov
Amira Pov.Aku menghibur Mama yang masih kecewa, terlihat beliau sangat terluka mendengar alasan Raka waktu itu pernah meninggalkanku di restoran itu. Jangankan Mama, aku pun terkejut mendengarnya.Andai saja ia berkata jujur bahwa ia melihat Evita hari itu, tentu aku akan dengan sigap membantu mengejarnya, aku akan bantu mencarinya waktu itu.Aku juga sangat paham waktu itu ia tak lebih dari sosok orang yang tengah patah hati. Mengapa ia memilih untuk bungkam dan mengabaikan aku? Meninggalkan aku sendirian di sana, menunggu seperti orang tolol di restoran itu sampai larut malam.Aku tersenyum getir mengingat waktu itu, sangat miris nasibku.Dan sekarang ini aku tengah berjuang membuka hatiku untuk laki-laki yang memang telah dihalalkan bagiku, sudah cukup lama waktu yang terbuang sia-sia dengan segala kepura-puraan ini! Sudah cukup orangtua telah dibuat kecewa akan keadaan hubungan kami ini. Tapi apa aku mampu bertahan, apakah segala usahaku ini berhasil dan mampu mengetuk pintu hati
Baca selengkapnya
Bab 49. di ajak nonton
Hari Sabtu aku lebih santai tak seperti dari hari biasanya, karena Raka tak ke kantor. Aku berkutat di dapur menyiapkan sarapan di bantu sama Mama, beliau duduk mengupas bawang merah di meja. Sedangkan Raka, ia masih asyik berlari di atas treadmill-nya, sepertinya itu sudah menjadi kebiasaannya, setiap hari libur maka di pagi hari ia akan berolah raga.Mama lebih banyak diam sejak semalam, akan bicara seperlunya saja ketika aku bertanya. Mendadak suasana di rumah ini hening, sepi.Kami makan dalam diam, tampak Raka melirikku dan Mama bergantian, sorot matanya seolah bertanya apakah Mama baik-baik saja? Aku hanya tersenyum tipis, menggendikan bahu."Mama, mau nambah nasi lagi?" tanya Raka yang sepertinya itu hanya basa basi saja, karena memang Mama hampir tak pernah nambah ketika makan.Mama hanya menggeleng.Raka menghentikan makannya, ia meraih jemari Mama dan menatapnya dalam."Mama masih marah sama Raka?" tanyanya.Mama hanya memandang Raka dengan sorot mata yang sulit di artikan,
Baca selengkapnya
Bab 50. Makan di pinggir jalan.
"Ayo." Raka menarik lenganku, aku sedikit terkejut karena baru turun dari mobil dan masih mengedarkan pandangan ke sekeliling, suasana di dalam base man yang cenderung gelap.Aku mengikuti saja apa maunya laki-laki ini. Walau dalam hati aku menggerutu.Aku lho pengin gitu ya, digandeng mesra jalan bersisian memasuki mall. Lha ini aku setengah di seret oleh-nya yang melangkah lebar."Raka! Pelan dikit dong! Dah, dah, lepasin tanganku, sakit tau!" sungutku."Kamu jalan kelamaan, liat kesan kesini, keburu mulai filmnya, tayang jam setengah sembilan soalnya!" Raka berkata tanpa menoleh ia terus berjalan memasuki lobby pusat perbelanjaan yang cukup terkenal di kota metropolitan ini. Banyaknya lalu lalang orang yang melintas tak menyurutkan langkah kakinya untuk berjalan cepat, aku hanya pasrah mengikuti kemana ia membawaku. "Mau nonton film apaan sih memangnya?" tanyaku."Ada lah nanti kamu juga liat.""Kenapa nggak ngomong dari siang biar aku bisa siap-siap dari rumah, jadi nggak buru-b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status