Mendadak Jadi Pengantin Kekasih Sahabatku. Aku Amira Anggraini. Niatku datang ke pernikahan Evita–sahabatku berujung petaka. ternyata Evita kabur di hari pernikahannya. Sialnya lagi aku yang yang di suruh untuk menggantikannya, jadi Pengantin pengganti. Semua yang terjadi bagaikan mimpi buruk, sikap Raka–kekasih Evita yang kini jadi suamiku, begitu sangat dingin dan cuek. Pernikahan macam apa yang harus kujalani ini? Kenapa tiba-tiba Evita pergi di hari bahagianya? Bukankah ini adalah pernikahan impiannya? Mampukah aku bertahan menjalani pernikahan sandiwara ini? Bagaimana jika suatu saat Evita kembali datang dan melihat kenyataan jika aku telah menjadi istri Raka? Yuk baca kisah selengkapnya hanya di goodnovel. Selamat Membaca.
Lihat lebih banyakAku bergegas keluar rumah, menyalakan mesin mobil, tujuanku saat ini adalah rumah mertuaku. Mungkin Amira ada di sana, seperti kemarin ketika dia memergoki ada Evita di kantor. Aku melajukan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Berharap bisa segera sampai di rumah mertuaku.Begitu sampai, aku memarkirkan mobil di halaman, bergegas turun."Assalamualaikum," seruku seraya mengetuk pintu."Waalaikum salam!" Terdengar suara sahutan dari dalam. Pintu pun terbuka."Raka!" ucap Ayah sambil menatap ke arah belakang tubuhku. Seolah mencari sesuatu."Iya Ayah.""Amira mana? Kamu sendirian?" tanyanya. Dari responnya seperti ini, itu artinya Amira tak ada di sini.Seketika hati ini makin dilanda gelisah.Tatapan netra Ayah juga mendadak berubah, seakan langsung menyadari ada yang tak beres aku kemari seorang diri, tanda ada Amira bersamaku."Masuk. Duduk dulu," ujarnya kemudian. Aku mengangguk dan mengekor di belakang laki-laki yang mengenakan kacamata, dan masih memakai sarung dan kaos ob
Raka Pov.[Tak kusangka, cinta yang kuperjuangkan nyatanya tega mengkhianati, hanya demi sepenggal kisah masa lalunya.]Sebuah pesan masuk dari Amira sontak membuat detak jantungku seakan berhenti sejenak.Disertai sebuah foto aku dan Evita duduk di Coffe shop ini.Aku langsung menoleh mencarinya. Aku yakin Amira berada di sekitar sini, dan melihatku sedang bersama Evita sekarang ini.Aku meneguk saliva dengan begitu sudah payah."Kamu kenapa?" tanya Evita menyadari perubahan sikapku yang tiba-tiba. Aku masih celingukan mencari sosok wanita yang telah menjadi istriku."Hei, cari siapa?""Amira ada di sini.""Hah! Apa? Mana? Mana?" Evita langsung mengedarkan pandangannya ikut mencari keberadaan Amira. Tapi tak ada. Aku tak menemukannya.Aku meraup kasar wajahku. Aku yakin Amira saat ini pasti sangat marah besar padaku."Nggak ada kok! Ngaco kamu!" cetus Evita."Aku yakin dia ada di sini, dia mengirim pesan dan foto kita di meja ini," jelasku, dengan suara bergetar.Beberapa saat aku m
Aku turun dari taksi, menatap gedung tinggi nan megah di jantung kota ini. Hari sudah hampir gelap, semilir angin mulai berhembus menggoyangkan daun-daun pohon palm yang berjejer di pelataran apartemen.Entah mengapa hati ini yakin untuk datang kemari. Sesuai alamat yang tertera di berkas itu. Aku meluncur kemari.Aku mulai melangkah memasuki area apartemen. Tak begitu ramai, hunian orang kaya memang berbeda, terlihat lebih privasi. Bahkan di lobby ada sekuriti yang berjaga.Aku mantapkan langkah menuju ke Lobi. Berjalan ringan memindai sekeliling. Hanya beberapa orang terlihat lalu lalang keluar masuk ke area gedung.Aku harus berjalan agak ke dalam sampai ada lift untuk naik ke atas, tapi aku ragu, karena aku tak memiliki akses untuk masuk ke area hunian apartemen. Tentunya tidak sembarang orang bisa masuk ke area sana, hanya yang memiliki akses atau dijemput oleh pemilik untuk bisa masuk.Aku terus melangkah tanpa keraguan, melewati begitu saja sekuriti keamanan yang ada di lobi.
"Mita, sudah kamu siapkan semua yang aku kirim tadi?" tanyaku melalui panggilan telepon."Beres semuanya. Tenang aja.""Bagus. Besok aku ke Kafe tinggal eksekusi. Kamu bantu aku, jangan lupa Kafe besok tutup jam lima sore, biar aku fokus menyiapkan dinner makan malamku dengan Raka."Aku ingin benar-benar menyiapkan hari ulang tahun Raka. Aku ingin yang spesial, berharap ia akan merasa bahagia dan menjadi momen indah yang selalu melekat dalam ingatannya."Cieee, yang sekarang jadi bucin sama suami. Tuh kan apa aku bilang, yang dulu benci jadi sekarang cinta kaaannn!" ledek Mita.Aku menggaruk tengkuk merasa malu dengan apa yang pernah kukatakan dulu. Ah, Mita ingat saja dia tentang tantangannya dulu."Kamu nggak lupa kan sama tantangan kita dulu, aku akan dapat makan gratis selama sebulan," lanjutnya lagi diiringi tawa riang di seberang sana."Oh, ehm itu.""Aku mau mulai besok, kamu traktir aku!" ucap Mita terkekeh."Ya iya! Kerja dulu yang bener kamu! Awas kalau nggak bener.""Siap,
Setelah Evita pergi dari rumah ini, aku merasa lega. Aku bereskan kamar depan yang di pakai Evita untuk tidur. Tisu berserakan dimana-mana, aku hanya menggeleng melihat betapa berantakannya kamar ini. Beberapa hanger yang harusnya ada di dalam lemari gantung, kini ada di lantai ada juga yang di atas kasur. Bantal ada di lantai, seprei sudah copot separo. Astaghfirullah.Sejak dulu Evita nggak berubah. Aku melepas sepreinya, menggantinya dengan yang baru, lalu mengambil sapu dan membersihkan lantainya.Ketika aku membereskan bantal, ternyata di bawahnya ada sebuah kertas robek. Seperti sengaja di robek, ada tulisan tergores di sana 'Akan aku ambil kembali apa yang seharusnya jadi milikku'Aku tercengang. Apa ini tulisan tangan Evita?Apa maksudnya? Apakah ini maksudnya ia ingin kembali memiliki Raka?Mendadak wajahku terasa panas, seiring dengan degup jantung yang berdetak cepat. Aku menggeleng. Aku nggak akan biarkan itu terjadi.Raka milikku sekarang, dan selamanya akan jadi milikk
"Usir Evita dari rumah ini sekarang!" ucapku tanpa menoleh sedikitpun pada Raka yang baru saja menutup pintu kamar ini. Rupanya ia langsung menyusulku ke kamar."Amira, please! Beri aku waktu sebentar lagi saja. Aku janji dalam dua hari ini, kita akan dapat informasi tentang keluarganya. Dan setelah itu aku akan langsung meminta Evita untuk pergi dari rumah ini."Aku menggeleng tak percaya, seraya membalikkan tubuhku berhadapan dengannya."Atau jangan-jangan kamu masih berharap untuk kembali sama dia?!" sarkasku.Beberapa saat Raka diam kemudian menggeleng."Jujur padaku Raka!" sentakku."Aku– aku sendiri bingung dengan perasaanku."Berlinang air mataku mendengar kata itu keluar dari mulutnya. Apa ini artinya dia mengakui bahwa hatinya masih mencintai Evita.Cepat-cepat aku menyeka air mataku yang menganak di pipi."Oke. Baiklah. Kembalilah padanya dan aku yang akan pergi dari rumah ini."Aku melangkah membuka lemari pakaian dan mulai mengeluarkan beberapa helai baju."Amira, Sayang.
Terkadang hidup ini terlihat lucu, aku dan Evita yang dulu sangat bersahabat dekat, kini seperti dua orang yang saling bermusuhan gara-gara cinta.Aku memang wanita kedua di hati suamiku, tapi aku adalah istrinya. Jika di tanya siapa yang lebih berhak mendapatkan posisi terbaik di hati laki-laki itu, tentu jawabannya adalah aku.Tak ada lagi canda tawa, saling berbagi cerita seperti dulu, ketika kami masih berstatus pelajar. Bahkan kemana-mana kami selalu berdua, sampai harus bolos les demi untuk menemui cowok dari sekolah lain yang mengajak ketemuan.Bibirku tersenyum getir, sekaligus merasakan nyeri di dalam dada.Apa aku terlalu egois? Kurasa tidak, posisiku sudah benar, salah Evita sendiri memilih pergi di hari itu. Jika saja dia dulu tak memutuskan untuk pergi di hari bahagia mereka tentu aku juga tak kan terjebak dalam cinta segitiga yang konyol ini.Jam sembilan pagi aku memutuskan untuk ke Kafe, di rumah saja begini yang ada hanya membuat hatiku panas, suntuk."Kau mau keman
"Ssssttt! Lagi apa? Ayo sini. Nggak sopan ngintip kamar orang!" Aku terperanjat kaget ketika tiba-tiba Raka menarik lenganku dan memintaku untuk masuk ke kamar."Evita tadi lagi nelpon seseorang, kayaknya dia happy banget, kayak nggak lagi ada masalah apapun deh, Mas.""Setiap orang punya cara sendiri setiap menghadapi masalah Sayang, mungkin dia tipe orang yang santai dalam menghadapi masalahnya." Raka menjawab santai lalu mulai merebahkan tubuhnya di ranjang."Iya, aku tahu itu. Tapi beneran deh, aku takutnya drama dia bilang korban kdrt, itu hanya alasan aja, biar bisa masuk di kehidupan kita," ucapku sendu. Mungkin aku berpikir terlalu jauh, tapi salahkah jika aku berpikir menjurus ke arah itu?"Sayang, masak kamu nggak percaya sama sahabat kamu sendiri, bagaimana kalau ternyata dia benar, dan bisa terjadi sesuatu yang buruk padanya, dan kita membiarkannya.""Ya aku cuma–""Udah ah, tidur yuk, udah malam." Raka menepuk ranjang sebelahnya memintaku untuk berbaring di sana.––Pagi
"Hai, Amira, Lama kita nggak bertemu? Kamu apa kabar?"Evita menyunggingkan senyum padaku, seraya mengulurkan tangannya. Aku yang sedari tadi membeku menatapnya. Kuraih uluran tangannya, dan begitu kami berjabat tangan, Evita langsung menarikku memeluk dan cipika-cipiki.Aku hanya terima saja, meskipun sebenarnya aku cukup kaget dengan sambutannya. Ya, memang seharusnya begitu 'kan? Kita pernah sangat dekat sebagai sahabat. Ya, sahabat."Kamu baik-baik saja?" tanyanya lagi setelah mengurai pelukan, dan menatapku yang sejak tadi tak bersuara."Ya, ak–aku baik-baik saja."Sekilas aku melirik Raka, ia tersenyum melihat kami."Silahkan duduk," ucapku akhirnya.Kami bertiga pun duduk di sofa ruang tamu yang cukup luas. Canggung mewarnai keadaan kami saat ini."Amira, Terimakasih banyak ya mau terima aku tinggal di sini, aku ... Juga sangat berterimakasih untuk semuanya." Evita berkata dengan begitu anggun, suaranya terdengar begitu merdu di telingaku. Entah apa ini hanya perasaanku saja a
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.