All Chapters of Mutiara Untuk Abang: Chapter 61 - Chapter 68
68 Chapters
Bab 61 Disipliner
Rara tersentak membelalak saat keluar ruangan. Rupanya semua orang yang tadi berada di satu ruangan dengannya masih berdiri menunggu pintu lift terbuka, sedang kompak memandangnya yang baru saja di teriaki.Mata Rara bergetar. Kartika sekarang berada tepat di depannya tak lebih dari setengah meter. Memandangnya dengan mata nyalang dan tajam. Instingnya berjalan ketika melihat reaksi Kartika itu. Bisa jadi perbuatannya telah diketahui. Artinya, permainannya dengan suami temannya sendiri sudah harus berakhir.Rara terkejut hanya beberapa detik, kemudian ia kembali melakukan penguasaan diri seperti biasanya. Bersikap bodoh tentang apa yang terjadi.Tak mempedulikan siapa-siapa yang sedang menyaksikan amarahnya di belakangnya. Kartika juga tak peduli saat sosok Motaz menyembul dari ruangan itu. Mungkin malah tak sadar."Ada apa kamu teriak-teriak?" Tanya Rara lembut.Kartika tidak perlu menjawab. Tangannya terulur cepat menarik rambut Rara sampai wanita itu terjerembab."Harusnya yang aku
Read more
Bab 62 Duka
"Apa yang dilakukan Dokter Rara sudah sangat merugikan rumah sakit, Dok. Saya harap anda bisa memberikan hukuman yang setimpal untuknya. Dia juga bukan Dokter yang bisa diandalkan untuk Departemen Bedah. Itu dari saya. Tolong sampaikan ini padanya agar secepatnya keluar dari rumah sakit saya. Sekaligus saya akan memberikan catatan khusus untuknya.""Apa tidak terlalu berlebihan, Pak Motaz? Saya harap ini bukan karena masalah pribadi yang dibawa-bawa kesini. Maafkan saya kalau saya lancang." Dokter Fendi selaku orang yang mengepalai Departemen Penyakit Dalam sebisa mungkin berusaha mempertahankan bawahannya itu. Meski ia tahu betul Rara tidak bertanggung jawab dalam pekerjaannya."Kenyataannya memang begitu. Saya tidak akan menafikkan itu. Dokter Rara sendiri yang memulainya karena masalah pribadinya dengan saya dan istri kemudian ia menyebarkan fitnah melalui website rumah sakit. Saya rasa siapapun akan menilai hal itu tidak pantas dan tidak profesional. Apa cuma saya yang berpendapat
Read more
Bab 63 Kampung Halaman
Lalu lalang orang-orang yang mendekati rumah Mbah Sugi seperti sebuah bayangan yang berlarian di mata Mutiara. Suara-suara yang keluar dari mulut orang yang berlalu lalang itu bagai dengungan lebah di telinga Mutiara. Mutiara seperti tak menjejak bumi malam itu. Hujan yang sesaat lalu sudah reda kini kembali menitikkan rintiknya lagi. Sedikit demi sedikit. Lalu menderas seriring derasnya air mata Mutiara yang mengalir dari pelupuk matanya. Kesedihan kehilangan seseorang yang sangat disayang itu masih terasa jelas dikepala dan di jiwa Mutiara. Bagaimana ia kehilangan ibunya, bagaimana cara Nicho meninggalkannya, dan kini... Kini simbah juga meninggalkannya. Mirisnya, cara mereka meninggalkan Mutiara hampir sama. Mutiara duduk di bangku SD saat itu, kelas lima? Ingatan itu tak terlalu jelas sebenarnya. Yang selalu dia ingat adalah hari itu ia sedang menghadapi ujian sekolah untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Bahasa Jawa. Mutiara tak pernah tau kalau itu akan menjadi aw
Read more
Bab 64 Pesan Terakhir
Beberapa jam sebelum Mutiara tiba di kampung halamannya."Mbah.. ten griya gerah ya Mbah? Mbah kedah dipun obati." Bujuk Bulek Nunik pada Mbah Sugi. (Mbah.. Ke rumah sakit ya, Mbah? Mbah harus diobati.)Beberapa terakhir Bulek Nunik mondar-mandir dari rumahnya ke rumah Mbah Sugi karena kesehatan beliau semakin menurun. Bujukan demi bujukan ia lontarkan dengan halus agar simbah Sugi mau dibawa ke rumah sakit. Setidaknya untuk sedikit memberi harapan sembuh.Meski pertanda demi pertanda sudah lama ditunjukkan oleh Mbah Sugi, bahwasannya beliau memang sudah ingin berpulang pada Sang Pencipta.Bulek Nunik bukan hanya mengurusi rumah dan merawat Mbah Sugi, ia bahkan terlibat adu mulut beberapa kali dengan anak dan cucu Mbah Sugi yang tak tahu diri itu. Anak dan cucu Mbah Sugi yang artinya adalah bapak dan kakak laki-laki Mutiara.Dalam keadaan ibunya yang sekarat pun, laki-laki bernama Bagus itu masih sempat merampas harta terakhir ibunya. Sepasang suweng yang disimpan Mbah Sugi di dalam s
Read more
Bab 65 Rindu
Bulik Nunik sampai harus menampar pipinya sendiri ketika melihat Mutiara duduk di sampingnya. Beliau mengingat-ingat lagi, sudah berapa lama? Gadis kecil remaja yang dulu sangat kurus dan begit menyedihkan dilihat sekarang sudah tumbuh tinggi dan ayu.Mutiara sekarang benar-benar berada di kampung ini lagi. Hadir di sini di depan jenazah sang nenek yang sesungguhnya begitu merinduinya. Begitu menyayanginya sampai rela menahan sakitnya rindu karena tak ingin Mutiara semakin banyak tertoreh luka.Bulek Nunik lupa memperhatikan tampilan Mutiara yang berantakan. Apa karena dulu Mutiara memang seperti itu kesehariannya?Tentu saja tidak. Tidak. Bulik Nunik hanya terpaku seolah berada di alam mimpi. Duka, lara dan rasa terkejut berkumpul menjadi satu malam itu.Rinai hujan di laur sudah tak begitu deras. Semua orang juga dengan cepat berkumpul karena begitulah kehidupan desa."Bu.. Aku ambilin baju buat Mbak Muti dulu, ya.. Aku lupa tadi." Bisik Ayu di belakang ibunya."Hmm? Iya..iya, Nduk.
Read more
Bab 66 Kemarahan Pak Ali
Sejak awal semuanya memang terasa begitu janggal di kepala Motaz. Rumah sakit yang sekarang dalam tahap pembangunan itu berada di tangan seorang ahli bisnis yang seharusnya mengerti benar apa itu managemen resiko.Beliau sejak awal memaksa ingin bergabung karena menyodorkan keahliannya itu. Pun Pak Ali -orang tua Motaz- nyatanya menerima dalam diam meski Motaz curiga ayahnya memiliki rencana lain.Orang itu adalah orang tua Mia. Dokter Mia yang pernah ia pecat karena ketidak kompetenannya menjalankan amanah sebaga dokter."Aku punya dugaan, tapi semoga dugaanku ini benar. Aku sudah lama menyelidikinya tapi bukti yang kutemukan belum cukup untuk mengadili beliau." Ucap Motaz membolak-balik laporan keuangan yang kacau sekali di matanya.Tatapannya memang berada di atas kertas yang sedang dibolak-balikkannya. Tapi pikiran dan hatinya seolah ditarik menjauh dari sana.Motaz merasa dadanya berdetak lebih cepat tanpa alasan yang jelas."Boleh minta isiin cangkir ini lagi?""Kamu udah dua ge
Read more
Bab 67 Menuju Tempat Duka
"Mobilnya sudah siap, Pak Lan?" Tanya Pak Ali pada supirnya sebegitu memutus panggilannya dengan Motaz. "Sudah siap, Pak." "Apa tidak sebaiknya pakai pesawat saja?" Tanya Ibu Katherine pada suaminya. Ia setengah khawtair dengan perjalanan panjang yang akan mereka tempuh. Mereka sudah lama sekali tidak melakukan perjalanan darat untuk durasi waktu lebih dari lima jam. "Pesawat menuju Solo biasanya terlalu banyak delay dan berputar-putar. Semakin lama. Dari bandara Solo ke kampung Mutiara masih sekitar dua sampai tiga jam lagi. Lebih cepat efisien pakai mobil, kalau waktunya pas, bisa sekalian jemput Motaz di Bandara Solo." Terang Pak Ali memegang bahu kanan istrinya. Nampak sekali gurat kesedihan dan penyesalan pada laki-laki sepuh itu. Pak Ali menyesali situasi ini karena Motaz sedang tidak bisa diandalkan. Urusan rumah sakit dan kepemimpinannya terkadang bahkan seringkali membuat Motaz terhanyut hingga mengabaikan urusan lainnya yang mungkin lebih darurat. Karena penyesalannya
Read more
Bab 68 Kejadian Nahas
Puluhan tahun bergabung dan menjadi sekretaris pribadi keluarga Pak Ali juga sekaligus sebagai teman bermain kedua anaknya, Aini tak pernah sekalipun melihat Motaz selinglung, sekosong dan sehampa itu.Aini tak tahu benar apa yang dirasakan Motaz, bisa jadi karena rasa bersalah pada Mutiara karena tidak ada disana ketika istrinya sangat membutuhkannya. Bisa jadi karena dirinya merasa menjadi tak berguna disaat seseorang yang sangatd dekat dengannya disaat-saat genting.Keduanya terdengar memang sama saja. Tapi yang kedua, mungkin perasaan itu yang lebih besar dirasakan Motaz sekarang. Ia yang tak pernah setengah-setengah membantu orang dan selalu memberikan yang terbaik bagi orang terdekatnya, berusaha keras membuat orang terdekatnya bahagia namun di situasi seperti ini ia sama sekali tidak bisa diandalkan. "Nenek dari istri Pak Motaz meninggal dunia semalam, Bapak-bapak. Saya mohon keleluasaan hati Bapak-bapak sekalian untuk ikut mendoakan. Namanya Nek Sugi." Ucap Aini di depan par
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status