Semua Bab LEGENDA PENDEKAR MABUK: Bab 151 - Bab 160
178 Bab
151. Keputusan Sang Menteri
Saka tidak menghiraukan teriakan siluman itu. Dia terus mengeluarkan sinar berbentuk gelang-gelang. Malah ukurannya semakin besar.Gelang-gelang itu melilit ke bagian leher hingga seluruh tubuh si kera besar. Siluman ini semakin tidak bisa bergerak.Bahkan, walaupun sudah dikerahkan seluruh kekuatan yang dimiliki. Sampai tubuhnya mengeluarkan kobaran api, tetapi lilitan gelang-gelang itu tidak rusak sedikit pun.Pendekar Mabuk menghentikan ilmu Cakra Dewa. Lalu meneguk tuak. Bumbung bambunya sudah mengecil lagi."Ternyata berlaku juga untuk siluman yang sejak lahir," ujar Saka pelan. Dia menyaksikan keadaan si kera besar yang tersiksa oleh gelang-gelang ilmu Cakra Dewa.Blesss!Bagaikan ada yang menghantam dari atas, tubuh si kera besar amblas ke tanah sebatas lutut. Persis seperti yang dialami Ki Jangkung Wulung dulu."Nah, tetaplah di situ sampai kiamat tiba!" seru Saka.Kemudian Pendekar Mabuk melangkah masuk
Baca selengkapnya
152. Rencana Anak Menteri
Hari jamuan makan bersama raja telah tiba. Para pejabat istana sudah berkumpul di sebuah bangunan tanpa dinding yang khusus untuk acara makan bersama raja.Sang raja dan keluarganya masih belum datang ke tempat tersebut. Sedangkan para pejabat sudah banyak yang menunggu di sana.Di bagian depan yang merupakan pintu masuk terdapat petugas jaga yang menerima kehadiran pejabat yang diundang oleh raja.Di belakang petugas ini, di atas teras, tampak Angkasena bersama ayahnya dan beberapa pejabat lain berdiri. Mereka sedang menunggu keluarga Menteri Teja Sarwa.Yang ditunggu pun muncul. Teja Sarwa bersama istri, Nari Ratih dan juga Saka. Kini Pendekar Mabuk berpenampilan lebih bersih, tidak lusuh lagi.Angkasena langsung maju ke sebelah petugas penerima tamu. Raut wajahnya penuh kesombongan. Begitu merendahkan Teja Sarwa dan keluarganya, terlebih kepada Saka."Acara jamuan ini hanya untuk keluarga dari kalangan istana dan tentunya dari kasta para ksatria. Yang tidak jelas asal-usulnya tidak
Baca selengkapnya
153. Salah Pilih Lawan
Malam hari sebelum hilangnya burung hantu peliharaan sang Patih. Saka yang sudah tahu rencana Angkasena tidak tinggal diam.Di saat penghuni di lingkungan istana sudah terlelap dalam istirahat. Pendekar Mabuk tampak berdiri di atas wuwungan kediaman Menteri Teja Sarwa.Penglihatan Saka di arahkan pada kediaman Patih Mandrasuta yang letaknya cukup jauh dari tempatnya. Atap bangunan rumah Patih yang lebih tinggi dari yang lain, itulah yang hanya terlihat dari kejauhan.Merasa masih terlalu jauh untuk mengawasi keadaan kediaman Patih Mandrasuta, akhirnya Saka berkelebat dan hinggap di atap bangunan yang lebih dekat.Saka sedang menunggu dua pendekar suruhan Angkasena beraksi di malam ini. Pandangannya yang sangat awas menangkap pergerakan di belakang rumah sang Patih.Di belakang rumah tersebut terdapat bangunan lain yang ukurannya lebih kecil, tapi Saka bisa melihat di atas atapnya ada dua orang yang tengah berdiri mengawasi.Langit dan suasana yang gelap membuat kedua orang itu tidak t
Baca selengkapnya
154. Tempat Rahasia
Prajurit itu memberitahukan bahwa burung hantu peliharaan Patih sudah ditemukan. Semua orang menghela napas lega.Kecuali Angkasena yang terkejut. Sebab dia yang mengatur dua teman pendekarnya agar seolah-olah Menteri Teja Sarwa mencuri burung tersebut.Menteri Teja Sarwa tampak tenang karena sudah mendapat keterangan dari Saka perihal kejadian semalam berikut rencana si Pendekar Mabuk selanjutnya.Situasinya begitu tepat. Informasi datang sebelum rumah Menteri Teja Sarwa diperiksa. Sang Menteri memperhatikan Angkasena yang tampak dongkol.Akhirnya sang Patih memerintahkan semuanya bubar. Sementara Angkasena dan ayahnya tampak memandang penuh kebencian kepada Menteri Teja Sarwa sambil melangkah pergi.Selepas kejadian tadi, Teja Sarwa mengajak Saka ke suatu tempat untuk berbicara hanya empat mata."Aku jadi penasaran dan curiga!""Mengapa curiga, Gusti Menteri?" tanya Saka dengan raut wajah datar seolah tidak tahu apa-apa. Padahal dia bisa menduga isi hati sang Menteri."Aku curiga se
Baca selengkapnya
155. Membuka Jatidiri
Saka bisa membaca setiap satu orang prajurit memiliki kemampuan di atas rata-rata. Bisa mengimbangi lima prajurit dengan kemampuan biasa.Kalau digunakan untuk perang melawan sesama kerajaan bawahan sudah pasti dapat digilas dengan mudah. Ini bisa menjadi ancaman buat kerajaan Galuh sebagai penguasa pusat.Begitu Patih Mandrasuta muncul semua prajurit ini segera menjura. Seseorang yang menjadi pemimpin mereka langsung maju menghadap sang Patih.Orang ini melaporkan perkembangan tentang pasukan yang dia pimpin ini."Semuanya sudah sempurna menguasai semua taktik tempur yang telah diberikan petunjuknya dari Gusti Patih, "ujar si pemimpin.Sang Patih tampak pengangguk-angguk puas. Lalu menoleh kepada enam orang yang dia bawa. Memberi isyarat dengan menganggukkan kepala.Saka yang belum mengerti isyarat tersebut tampak menunggu kelima orang lainnya bergerak. Ternyata mereka bergerak ke setiap sisi lapangan menempati lima titik yang sudah disediakan untuk masing-masing.Pendekar Mabuk lang
Baca selengkapnya
156. Satu Lawan Banyak
Saka meneguk tuak lebih banyak dari biasanya. Ratusan prajurit ini dibagi menjadi beberapa baris. Semuanya mengepung Pendekar Mabuk.Sementara sang Patih hanya mengawasi. Bukan hal berlebihan dia mengerahkan seluruh pasukannya. Dia sudah mendengar kehebatan Saka Sinting. Dunia persilatan sudah menempatkan di jajaran pendekar kelas wahid.Karena hal ini pula, sang Patih sekarang sadar kalau penguasa pusat telah mencium rencana yang telah disusun. Istana Galuh mengirim Saka Sinting untuk meredam pergerakan.Maka dengan melenyapkan Pendekar Mabuk, pastinya istana Galuh akan berpikir keras lagi untuk menyerang Tanjung Camara.Pertempuran satu lawan banyak sudah dimulai di bawah langit malam yang tertutup rimbunnya daun. Diselimuti udara dingin sampai menusuk tulang.Ada lima lingkaran yang mengelilingi Saka. Saat ini dua lapisan terdepan yang berhadapan langsung, silih berganti menyerang Pendekar Mabuk.Sedangkan tiga lingkaran lain hanya bergerak seperti roda berputar saling berlawanan a
Baca selengkapnya
157. Pagi Yang Tegang
Sang Raja yang baru saja terbangun dari tidurnya terkejut mendapat laporan dari prajurit jaga. Wajahnya langsung pucat pasi."Kau bilang pasukan Galuh yang dipimpin Rahyang Amara?" tanya Raja memastikan."Betul, Gusti!" jawab prajurit jaga yang menjura di luar pintu kamar. Setelah melihat isyarat tangan sang Raja, dia segera berbalik meninggalkan tempat persemayaman raja.Sang Raja menoleh pada permaisuri yang juga tampak keheranan bahkan sampai terlihat cemas. Untuk apa Putra Mahkota Galuh itu sampai datang dengan membawa pasukan?"Aku akan lihat ke depan, Dinda kerjakan saja kegiatan seperti biasa," kata sang Raja.Tanpa membersihkan badan terlebih dahulu, hanya berganti pakaian saja dengan yang lebih resmi. Sang Raja bergegas ke halaman depan istana.Di sana sudah ramai para pejabat lain yang menunggu kehadirannya. Hampir semua wajah menunjukkan raut keheranan.Sang Raja menyeruak maju hingga berada paling depan. Sejenak dia memperhatikan Rahyang Amara yang juga berdiri di depan pa
Baca selengkapnya
158. Mahkluk Beda Alam
Selama dekat dengan Saka, ternyata Nari Ratih bukan cuma menyukai calon suaminya itu. Dia juga tertarik ingin memiliki kepandaian silat.Saka tidak keberatan mengangkat gadis itu jadi muridnya. Mengajari jurus-jurus dan ilmu baik itu berasal dari gurunya -Ki Aswani- atau dari kitab Sapta Wujud.Yang lebih mencengangkan buat Saka, ternyata si gadis memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Sehingga bisa menguasai jurus-jurus atau ilmu dalam waktu singkat.Saka juga membuatkan senjata untuk Nari Ratih. Yaitu berupa pedang yang bilahnya lentur sehingga bisa melengkung bagaikan sabuk.Kini Nari Ratih sudah layak disebut pendekar.Singkat cerita kini Saka Sinting dengan Nari Ratih sudah menjadi sepasang suami istri. Pernikahan mereka dilangsungkan secara sederhana saja di kediaman Menteri Teja Sarwa.Semua pejabat hadir, kecuali keluarga Jarantaka. Mereka merasa malu karena sudah sering menghina Menteri Teja Sarwa.Selanjutnya karena jiwa Saka adalah petualang, maka sang istri juga ingin ikut
Baca selengkapnya
159. Desa Rancaputat
Si gadis bernama Parwati acungkan pedang. Siap bertarung seandainya mereka memaksa. Hatinya sudah bulat dengan keputusannya apapun yang akan terjadi."Aku tidak akan pulang sebelum membatalkan perjodohan!""Tapi ayah sudah berjanji, dan tidak mungkin mengingkari. Ini akan merusak nama baiknya!" Lelaki yang bicara ini sepertinya saudara Parwati. Tepatnya kakaknya."Demi nama baik, kenapa harus mengorbankan aku?" teriak Parwati wajahnya mengkelam. Dia merasa beban di pundaknya sangat berat. Apakah memang begini nasib anak perempuan, selalu dijadikan tumbal untuk sebuah nama baik."Itu karena Raksana yang memilihmu!""Seenaknya saja memilih, memangnya siapa dia?""Parwati, ingat ayah berutang banyak pada Juragan Somara!""Kalau begitu aku yang akan melunasi, tapi tidak dengan cara menikahi laki-laki itu!""Keras kepala!"Tiga orang ini bergerak hendak meringkus Parwati. Namun, si gadis putar pedang untuk m
Baca selengkapnya
160. Kejadian di Kedai
Di dalam kedai cukup ramai dan kebetulan laki-laki semua. Melihat kedatangan Nari Ratih, semuanya mendadak terdiam. Pandangan mereka seolah tak ingin lepas dari sosok cantik nani indah itu.Nari Ratih tidak peduli, dia melangkah mendekati tempat pemilik kedai untuk memesan beberapa makanan. Dia bilang makanannya mau dibawa ke dalam kereta kuda.Ketika si cantik yang sudah jadi istri Pendekar Mabuk ini hendak kembali setelah mendapatkan dan membayar pesanannya, dua orang lelaki menghadangnya."Gadis cantik, Juragan pasti mau, kau harus ikut kami!" Salah satunya hendak menarik tangan, tapi Nari Ratih segera mundur."Siapa kalian, kenal juga tidak tapi seenaknya saja mau bawa-bawa orang!"Dua lelaki ini tertawa keras, tapi wajah mereka sengaja dibuat garang bermaksud menakuti. Nyatanya Nari Ratih masih bersikap datar."Tidak perlu tahu siapa kami, kau sudah memasuki desa ini dan kebetulan kau cantik. Maka kau harus diserahkan ke Jur
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
131415161718
DMCA.com Protection Status