Semua Bab My Assistant, My Husband: Bab 31 - Bab 40
108 Bab
Selingkuh Saja
“Boleh aku tanya apa yang terjadi?” Damar langsung bertanya ketika dia dan Audrey pada akhirnya sudah berada di dalam ruangan perempuan itu. “Aku tidak mengerti,” jawab Audrey dengan asal. “Maksudku, kenapa tiba-tiba mengikutiku ke bandara?” Audrey mendesah cukup keras, setelah menghempaskan dirinya ke atas kursi kerja empuk miliknya. Sesungguhnya, Audrey sudah menyusun rangkaian kalimat untuk menjawab. Sayang sekali, itu terdengar agak ambigu baginya. Tapi memangnya ada jawaban lain? “Biar bagaimana, kau suamiku. Keluarga besarku tahu itu dan mereka bisa berpapasan denganmu di mana saja. Aku tidak ingin jadi bahan gosip.” Kening Damar berkerut mendengar kalimat itu. Jawaban yang sebenarnya cukup masuk akal, tapi sayangnya belum cukup. Masih ada banyak alasan yang bisa menepis fakta kalau dirinya selingkuh, hanya karena pergi menjemput perempuan asing di bandara. “Baiklah.” Damar mengangguk, mencoba untuk mengerti. “Tapi dibanding mengikutiku seperti itu, kau bisa langsung ikut
Baca selengkapnya
Dipecat
“Di mana Damar?” Audrey bertanya dengan kening berkerut. “Pergi makan siang, Bu,” jawab sang sekretaris yang terlihat sedikit bingung. “Bukannya tadi Pak Damar ada bilang ya?” “Kapan?” “Ka-katanya sudah beritahu waktu masuk ruangan tadi,” jawab sang sekretaris yang mulai takut karena dipelototi. Audrey menggeram marah mendengar pernyataan itu, karena saat terakhir masuk tadi, Damar tidak mengatakan apa-apa padanya. Lelaki itu hanya menyerahkan berkas dan sudah. Hanya terjadi kegiatan yang melibatkan pekerjaan dan tidak ada permintaan izin untuk apa pun. “Dia pergi sendiri?” tanya Audrey hanya untuk memastikan saja. “Bersama dengan ... Bu Jennie dari bagian lab, Bu.” Sang sekretaris sempat terhenti karena merasa gugup. Ekspresi marah Audrey makin menjadi, bahkan wajahnya sudah memerah. Padahal tadinya dia ingin berbaikan dengan lelaki itu, karena sadar dirinya memang sedikit keterlaluan. Tapi kalau seperti ini, namanya cari gara-gara. Saking marahnya, Audrey sampai membanting
Baca selengkapnya
Bercerai
“Tunggu sebentar.” Damar menarik lengan Audrey dengan refleks. “Apa maksudnya saya dipecat?” tanya Damar, sengaja menggunakan bahasa yang lebih sopan. “Apa kau bodoh atau apa?” tanya Audrey terdengar begitu dingin. “Dan lepaskan tanganku.” “Maksudnya, kenapa saya dipecat?” Damar tentu akan memperbaiki kalimatnya. “Saya tidak melakukan kesalahan apa pun.” “Tidak melakukan kesalahan apa pun?” Sekarang Audrey menaikkan satu alisnya. “Kau yakin tidak melanggar satu pun pasal yang ada pada kontrakmu?” Damar langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat, karena tahu kalau dirinya melakukan kesalahan. Lebih tepatnya, dia sudah melakukan dua kesalahan sekaligus, untuk dua kontrak yang berbeda. Pertama, untuk kontrak kerja. Damar pergi begitu saja, tanpa meminta izin atau memberi tahu Audrey. Memang dilakukan saat jam makan siang dan saat Audrey tidak punya jadwal penting, tapi tetap saja melanggar. Kedua. Tentu saja ini perihal perkataannya tentang berkencan beberapa waktu lalu. Padahal Da
Baca selengkapnya
Hukuman Paling Seksi
“AUDREY!” Belum juga benar-benar melangkah masuk ke dalam rumah, Audrey sudah bisa mendengar namanya yang bergema ke mana-mana. Itu tentu saja ulah sang ayah dan dia tahu apa yang menyebabkan hal itu. “Kenapa lelaki Sialan ini masih di sini?” tanya Audrey, begitu melihat Damar. “Kau barusan mengatai suamimu dengan sebutan apa?” tanya Vita dengan mata membulat karena kaget. “Aku menyebutnya Sialan.” Audrey tidak keberatan untuk mengulang. “Lelaki brengsek yang hanya tahu main perempuan.” “Itu salah paham,” jawab Damar dengan cepat. “Aku kan sudah menjelaskannya padamu.” “Biar kutebak. Kau pasti tidak menceritakan pada orang tuaku, terutama tentang kehadiran Mathilda dan juga tentang Jennie.” “Audrey cukup.” Carl memberi perintah. “Kau tidak boleh asal menuduh, sebelum mendengar cerita lengkapnya.” “Memangnya Dad sudah mendengar apa?” “Kalian bertengkar karena salah paham deng
Baca selengkapnya
Double Kill
“Kalian sudah berbaikan kan?” tanya Vita dengan kedua mata menyipit, menatap putri angkatnya. “Tentu saja.” Audrey yang menjawab. “Lalu kenapa wajah Damar tidak terlihat baik?” Semua orang melirik Damar yang saat ini terlihat cemberut, dengan cengkungan di bawah mata yang terlihat cukup jelas dan juga sedikit pucat. Siapa pun yang melihat, tahu kalau lelaki itu sedang tidak baik-baik saja. Atau mungkin, sedang kurang tidur. “Aku baik-baik saja,” jawab Damar dengan senyum tipis yang dipaksakan. “Sungguh?” tanya Carl dengan kening berkerut. “Audrey tidak menyiksamu kan?” Berat sekali bagi Damar untuk menjawab pertanyaan itu, tapi dia tidak punya pilihan lain. Mau tidak mau, dia melebarkan senyum dan menggeleng pelan. Sangat pelan. Tentu saja itu tadi adalah kebohongan, tapi mana mungkin Damar mau menceritakan penyiksaan yang dia alami nyaris sepanjang malam. Bukan hanya menyiksa secara fisik, tapi juga psikis. “Rasanya mau nangis,” gumam Damar dalam hati. “Padahal sedikit
Baca selengkapnya
Bala Bantuan
“Apa maksudmu?” tanya Mathilda dengan suara yang cukup keras. “Bisa kau bicara dengan benar?” “Tidak bisa.” Perempuan yang diajak bicara langsung menggeleng, kemudian menjawab dalam bahasa Inggris yang malah membuat bingung. “Tidak bisa bertemu.” Mathilda menggeram marah, karena tidak tahu lagi harus mengatakan apa. Padahal pertanyaannya sangat mudah, tapi malah yang menerima kedatangannya malah tidak tahu apa-apa. Untung saja ada orang lain yang datang untuk menjelaskan. “Saya coba bertanya dulu ya. Ada kemungkinan Pak Damar tidak bisa ditemui tanpa janji.” “Coba tanya saja dulu.” Mathilda mengangguk pelan dan perlu menunggu resepsionis tadi menelepon. “Maaf, tapi sepertinya Pak Damar tidak bisa ditemui.” Sayangnya, resepsionis tadi membawa kabar buruk. “Oh, damn it. Bisakah aku membuat janji untuk lain waktu? Mungkin besok atau lusa?” Resepsionis tadi kembali menelepon dan berbicara dalam bahasa
Baca selengkapnya
Hamili Aku
“Damar, kau ini kenapa sih?” Yang empunya nama memijat pangkal hidungnya, sembari menempelkan ponsel di telinga. Dia baru saja menerima telepon dari sang ibu angkat, setelah seharian mengabaikan panggilan itu. “Kenapa kau berubah begini?” tanya sang ibu dengan suara bergetar. “Sebelumnya kau tidak pernah mengabaikan teleponku. Sekali pun kau sibuk, pasti kau akan meninggalkan pesan.” “Aku tidak berubah, Madre.” Damar tentu saja akan membela diri. “Aku hanya benar-benar tidak punya waktu untuk sekedar mengirim pesan.” “Lalu bagaimana bisa kau pergi berkencan dengan pacarmu itu?” tanya sang ibu terdengar makin emosi. “Memangnya kau pikir ibu bodoh?” “Aku tidak pergi berkencan dengan siapa pun.” Damar berusaha keras untuk menekan suaranya, agar tidak menjadi lebih keras. “Aku bahkan nyaris tidak keluar dari kantor hari ini.” “Bohong,” tuding sang ibu tanpa pikir panjang. “Mathilda melihatmu keluar dari kantor bers
Baca selengkapnya
Mandul
“Ada apa lagi dengan kalian?” Vita mendesah, ketika melihat menantu dan anaknya yang tidak terlihat akur. “Gak apa-apa kok, Mom. Hanya sedikit salah paham dan sudah diluruskan.” Tanpa terduga Audrey yang menjelaskan dengan cukup panjang. “Yakin nih?” tanya Carl, melirik pada menantunya. “Aku masih kesal sih, Dad.” Damar menjawab dengan jujur. “Tapi ya sudahlah, bukan sesuatu yang terlalu parah kok.” Vita hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan pasangan muda itu. Rasanya baru sebentar saja, tapi mereka sudah cukup sering bertengkar. Kalau mau jujur, Vita merasa agak khawatir. “Kenapa kalian sering bertengkar sih?” Akhirnya Vita mengutarakan isi pikirannnya. “Masa sih?” Audrey yang membalas. “Perasaan Mom saja.” “Aku berharap seperti itu, jadi tolong jangan bertengkar lagi. Kalian membuatku khawatir, terutama karena ini semua terjadi dengan tiba-tiba.” “Mom tidak perlu khawatir.”
Baca selengkapnya
Masalah Lain
“Barusan kita mendapat review jelek.” Damar menjelaskan di rapat yang diadakan secara mendadak. “Seseorang meng-upload di media sosial tentang wajahnya yang berubah menjadi jelek, setelah menggunakan produk kita.” Kali ini, Damar menekan tombol dari poin laser di tangannya, untuk memperlihatkan hal yang dimaksud. Unggahan itu berupa video seorang perempuan yang menjelaskan keadaan wajahnya. Memang terlihat cukup parah. Ada kemerahan dan jerawat di sana. “Dia menyebutkan sedang menggunakan produk kita dan sudah berjalan sekitar hampir sebulan, tapi tiba-tiba wajahnya jadi seperti ini.” Damar kembali melanjutkan. “Lalu, ada juga orang lain yang bahkan sudah melaporkan ke balai obat-obatan dan polisi.” Audrey yang mendengar semua itu, langsung mendesah pelan dan memijat pangkal hidunya. Berita ini, bukan hanya membuatnya pusing, tapi juga marah. Ini jelas adalah fitnah. SkinNovel. Produk kecantikan milik perusahaan Audrey,
Baca selengkapnya
Ketahuan
“Apa lagi sih masalahmu?” Audrey nyaris saja berteriak, ketika teleponnya sudah diangkat oleh Felix. “Bukan aku yang bermasalah, Audrey, tapi kau. Perusahaanmu lebih tepatnya.” “Hubungannya dengan pemutusan kontrak kerja itu apa?” Tentu saja Audrey masih tidak habis pikir. “Aku tetap bisa membayarmu.” “Aku tidak mau citraku menjadi buruk, hanya karena membuat packaging untuk perusahaan yang buruk.” “Apa pun yang kau baca di internet, itu semua belum terbukti,” desis Audrey benar-benar merasa marah. Dia merasa dikhianati, untuk yang kedua kalinya. “Kalau begitu, buktikan dulu kau tidak salah,” balas Felix dengan santainya. “Setelah itu, kau bisa kembali padaku.” Kening Audrey mengernyit mendengar kalimat terakhir lelaki itu. Entah kenapa, dia mengartikannya sebagai sesuatu yang berbeda.. Sayang sekali, Audrey tidak punya banyak waktu untuk mengonfirmasi. Teleponnya sudah ditutup. “Sialan!” Kesal, Aud
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status