Semua Bab My Assistant, My Husband: Bab 11 - Bab 20
103 Bab
Hamil
“AUDREY ALEXANDRA ALLEN.” Suara teriakan itu begitu membahana, bahkan rasanya bisa terdengar di seluruh penjuru rumah. Padahal yang empunya nama baru saja sampai dari kantor dan ingin mandi, tapi kini dia malah harus dihadapkan dengan pemilik suara. “Mbak? Ada apa ya?” Ibu Audrey yang memang ada di lantai bawah, menyambut tamu dengan suara menggelegar itu. “Ke mana anakmu yang kurang ajar itu? Sini biar aku kasih pelajaran.” Bukannya bicara baik-baik, sang tamu malah makin berteriak. “Bisa bicara dulu baik-baik kan, Mbak Lan?” Kini Carl yang muncul entah dari mana. “Bagaimana aku bisa bicara baik-baik, ketika anakmu menganiaya putraku.” Kening Carl berkerut mendengar hal itu. Dia sama sekali tidak mendengar ada laporan yang masuk, perihal keributan di kantor atau apa pun yang disebutkan mantan adik iparnya itu. Ingin membela pun, rasanya dia tidak bisa karena belum mengerti betul duduk perkaranya. “Kenapa ribut sekali sih?” Audrey turun dari tangga dengan gerakan santai,
Baca selengkapnya
Foto misterius
“Apakah aku harus mencantumkan tentang anak dalam kontraknya?” tanya Audrey dengan tatapan yang menerawang. “Lebih tepatnya seperti apa?” Damar balas bertanya dengan tatapan horor. “Kita punya satu anak saja dan setelah bercerai, hak asuhnya akan kuambil?” Audrey sama sekali tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Yang ada dia malah balas bertanya dan justru membuat Damar makin bertanya-tanya saja. Untungnya saja, sang asisten masih bisa berpikir dengan baik dan tidak melontarkan pertanyaan. “Menurut saya itu masih harus dipikirkan.” Pada akhirnya, Damar malah menasihati. “Anak bukanlah sesuatu yang sepele. Itu adalah tanggung jawab seumur hidup.” “Masa sih?” Kening Audrey berkerut mendengar suaminya itu. “Aku pernah merasakan bagaimana rasanya tidak punya orang tua, Re.” Begitu mendengar kalimat lelaki di depannya, Audrey langsung terdiam. Dia juga pernah mengalami hal yang serupa, walau tidak leb
Baca selengkapnya
Konsep Pernikahan
“Damar. Sampai kapan getaran ponselmu akan mengganggu?” Mendengar hal itu, sang asisten segera mengambil benda pipih yang tadi dia letakkan di atas meja. Tak lupa, lelaki itu juga meminta maaf karena acara makan siang dengan salah satu influencer papan atas jadi terganggu. “Maaf.” Lelaki itu dengan cepat mematikan ponselnya yang tidak berhenti berdering. “Kenapa tidak diangkat saja dulu.” Influencer yang berjenis kelamin perempuan itu memberi kesempatan pada Damar. “Mungkin saja penting kan. Aku gak apa-apa kok.” “Saya merasa gak enak, Mbak. Silakan dilanjut saja diskusinya.” Sayang sekali, Damar tetap menolak. “Ya udah. Kalau aku disuruh orang ganteng mah, nurut aja.” Kedua alis Audrey langsung terangkat mendengar kalimat bernada menggoda itu. Padahal dirinya sudah repot-repot meluangkan waktu hanya untuk bertemu perempuan yang katanya terkenal di depannya, tapi perempuan yang dimaksud hanya menggombal saja. “Bisa kita teruskan diskusinya, Mbak Nana?” tanya Audrey dengan eksp
Baca selengkapnya
Mantan Pacar Meresahkan
“Bagaimana menurutmu?” Audrey yang ditanyai, tidak langsung menjawab. Dia terlihat memperhatikan tablet yang dia pegang di tangannya, melakukan gerakan memperbesar dan memperkecil, untuk melihat beberapa detail. Setelahnya, barulah mengangguk pelan. “Boleh aku cukup suka dengan desain awalnya.” Felix nyaris saja meninju ke udara bebas karena design awal untuk lipstik yang dibuat sendiri oleh Audrey sudah mendapat persetujuan perempuan itu. Apalagi, dia melakukannya hanya dalam satu kali percobaan. “Jadi biar kujelaskan ulang.” Felix mendekat untuk menunjukkan beberapa detail. “Konsepnya adalah pensil. Bentuk case lipstiknya akan dibuat sedikit memanjang, tapi ramping. Akan ada gambar pensil di bagian luar case, untuk menunjukkan warna dari lipstik itu sendiri. Untuk kardusnya, aku membuat ilustrasi serupa buku. Memang agak lebar dibanding lipstiknya, tapi kurasa masih bisa diakali.” “Ya. Kurasa memang masih bisa diakali. Jadi tidak ada masalah sama sekali. Lanjutkan saja untuk
Baca selengkapnya
Hormon Endorfin
“Damar.” “Ya.” Lelaki yang tadi dipanggil itu tersentak. Audrey yang memanggil tidak mengatakan apa-apa dan hanya menatap asistennya saja. Itu membuat Damar menatap ke sekelilingnya dan menemukan kalau semua orang di dalam ruang rapat tengah menatap dirinya. Itu cukup membuat lelaki itu tahu kalau dia membuat masalah. “Maaf.” Damar mengatakannya, disertai dengan ringisan pelan. “Tadi Bu Audrey bilang apa?” “Kalau kau tidak bisa melakukan tugasmu dengan baik, mungkin kau bisa keluar saja.” Bukannya menjawab, Audrey malah mengusir. “Tidak, Bu. Saya bisa bekerja,” balas Damar berusaha untuk lebih fokus. “Bu Audrey mau apa?” Perempuan yang ditanyai tidak langsung menjawab. Dia malah menatap sang asisten dengan tajam, sampai membuat semua orang yang ada di dalam ruang rapat menjadi tegang. Untung saja, ketegangan itu tidak berlangsung lama. “Design yang diberikan Felix.” Audrey mengatakannya dengan singkat, karena masih merasa kesal. “Baik.” Damar dengan cepat mengambil al
Baca selengkapnya
Di Kantor (Adult Content)
“Tunggu sebentar.” Damar mengucapkannya dengan terbata-bata. “Aku belum benar-benar siap lagi, Audrey.” “Rey,” bisik perempuan itu tepat di telinga sang asisten, merangkap suami. “Panggil aku Rey.” “Rey,” desah Damar mengikuti permintaan istri kontraknya. “Pelan-pelan saja.” “Kita tidak punya banyak waktu, Sayang.” Tidak ada angin, tidak ada hujan. Audrey malah memanggil suami kontraknya dengan panggil baru. “Setelah ini masih harus bekerja.” Damar menggeram pelan. Lelaki itu tidak marah, tapi sedang tersulut gairahnya. Padahal, pasangan itu baru saja menyelesaikan satu sesi bercinta di atas meja kerja Audrey, tapi perempuan itu meminta lebih lagi. Setelah tadi Damar berkesempatan memimpin, makan kini Audrey yang meminta untuk memimpin. Karena itulah, sang asisten diminta untuk di kursi dan Audrey duduk di atas lelaki itu. Hal itu bahkan dia lakukan, sebelum keadaan sang suami kontrak benar-benar siap lagi. Lak
Baca selengkapnya
Brian
“Kenapa kalian semua tidak menungguku.” Seorang anak berteriak keras, diiringi dengan isakan pelan. “Bukannya tidak mau menunggu.” Vita-ibu sambung dari Audrey yang menjawab. “Kan tanggalnya sudah ditetapkan, tapi Brian lebih memilih untuk ikut school trip dan habis itu sakit.” “Tanggal pernikahannya kan bisa diundur,” hardik anak itu tidak mau kalah. “Mana bisa seperti itu.” Vita meringis mendengar hal itu. Audrey yang sejak tadi dipeluk bocah bernama Brian hanya bisa mendesah pelan. Dia benar-benar tidak mengerti kenapa bocah itu selalu menempel padanya, padahal tidak pernah diperlakukan dengan cukup baik juga. Inginnya sih Audrey mengusir anak itu, tapi jelas tidak bisa. Biar bagaimana, Brian adalah bagian dari keluarganya. “Brian.” Pada akhirnya Audrey bersuara juga. “Coba kenalan dulu sama kakaknya.” Damar tersentak pelan, ketika melihat bocah tadi memandangi dirinya dengan sengit. Dia tidak pe
Baca selengkapnya
Bertengkar
“Kalian ini.” Carl tidak mungkin tidak memarahi anak dan menantunya. “Masa melakukan hal tidak senonoh di kantor?” “Ada masalah dengan itu?” tanya Audrey dengan santainya. “Tentu saja ada masalah, terutama karena adikmu datang berkunjung,” desis lelaki paruh baya bermata sama dengan putrinya. “Siapa suruh dia datang tanpa membuat janji.” Kali ini, Audrey bahkan mengedikkan bahu. “Lain kali minta Brian untuk buat janji.” Carlisle Allen mendelik melihat tingkah putrinya. Makin dinasihati, malah makin mengejek. Entah mirip siapa putri pertamanya itu. Untung saja menantunya masih waras. “Maaf, Dad. Lain kali tidak diulangi.” Walau amat malu, Damar tetap mengatakannya. “Mungkin setelah anak baru kau bisa berubah.” Ayah dua anak itu berdecak pelan. “Berhentilah pakai pengaman, biar cepat jadi dan sisanya tidak dimainkan adikmu.” Damar menahan napas mendengar hal itu, sementara Audrey terlihat biasa sa
Baca selengkapnya
Bukankah Dia?
“Pak Damar? Kok gak masuk?” Seorang satpam menegur lelaki yang hanya berdiri di luar gedung. “Oh, tidak apa-apa, Pak.” Damar dengan cepat menggeleng. “Saya sedang izin dan cuma kebetulan lewat, jadi ....” Lelaki itu terlihat ragu pada awalnya, tapi pada akhirnya menyerahkan juga bungkusan yang dia pegang sejak tadi. Sebuah tas kanvas yang terlihat seperti tempat bekal. “Bisa tolong sampaikan ini untuk Bu Audrey?” tanya Damar terlihat agak sedih. “Tadi dia meminta tolong dicarikan makan siang, tapi hanya ini yang bisa saya dapatkan.” “Pasti bisa kok, Pak. Tenang saja.” Damar hanya bisa tersenyum melihat pak satpam paruh baya itu berlari masuk lagi. Satpam itu sepertinya pergi untuk meminta OB menyampaikan tas kanvas bergambar karakter kartun itu pada orang yang bersangkutan. “Semoga dia tidak marah lagi,” gumam lelaki yang berdiri di depan gedung itu dengan raut sedih. *** “Kau bilang ini
Baca selengkapnya
Bercerai
“Maaf.” Audrey segera menyela apa pun itu yang ingin dikatakan oleh Felix. “Tapi aku tidak mengerti kenapa kau terlihat ragu seperti itu." “Aku terlihat ragu bagaimana?” tanya Felix dengan kening berkerut. “Kau baru saja mempertanyakan Damar.” Felix dan Jennie yang mendengar itu refleks mengerutkan kening. Mereka berdua tampak berpikir cukup keras, sampai akhirnya Jennie duluan yang bersuara. “Kurasa Bu Audrey benar.” Perempuan itu mengangguk dengan cukup yakin. “Kenapa kau menanyakan Damar yang sudah jelas adalah asisten pribadi Bu Audrey?” Kening Felix jelas makin berkerut mendengar itu. Di sudah bisa menebak kenapa perempuan berjas putih di sebelahnya tidak tahu menahu, tapi masih bingung dengan alasannya. Untung saja lelaki itu tidak memperpanjang masalah. “Kalau begitu, di mana Damar?” Felix memilih untuk menanyakan lelaki yang dibicarakan. “Izin,” jawab Audrey refleks saja. “Ada urusan keluarga
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status