All Chapters of My Assistant, My Husband: Chapter 21 - Chapter 30
108 Chapters
Sudah Ada yang Punya
“Kau barusan bilang apa?” tanya Audrey dengan sebelah alis terangkat. “Bercerailah dan menikah denganku saja. Kalau hanya untuk menerima warisan ....” Kalimat Felix terhenti begitu saja, ketika dia merasakan ada cairan yang mengenai wajahnya. Cairan cokelat berbau kopi itu, membuat pakaiannya yang berwarna terang jadi ternoda. Hal yang membuat lelaki itu nyaris saja mengumpat. “Aku bertanya baik-baik padamu dan ini yang kudapatkan?” Felix bertanya, setelah mengusap wajahnya dari cairan yang terasa sedikit lengket di wajahnya. “Apakah meminta orang yang sudah menikah untuk bercerai bisa disebut baik-baik?” tanya Audrey dalam desisan marah. “Harusnya kau bersyukur karena aku hanya menyirammu dengan kopi dingin.” “Aku tahu kau melakukan ini dengan terpaksa.” Felix mengucapkannya dengan lebih lembut. “Dari pada dengan lelaki tidak di kenal, lebih baik denganku kan?” Audrey memukul meja kacanya dengan keras. Suarany
Read more
Percintaan Bianglala
“Kau ingin ke mana?” tanya Audrey dengan kedua alis terjungkit naik. “Taman hiburan,” jawab Damar dengan mata berbinar. “Kenapa harus ke sana?” “Karena kita akan pergi kencan kan?” “Tidak adakah tempat lain?” “Menonton film dan makan?” Audrey memegang keningnya yang tiba-tiba saja merasa tidak nyaman. Padahal dia sudah mengiyakan ajakan Damar pergi kencan di hari libur, tapi kenapa lelaki itu ingin pergi ke tempat yang terdengar kekanakan? Bukankah mereka sudah berumur lebih dari dua puluh tahun? Harusnya bisa pergi ke tempat yang lebih bermanfaat seperti tempat olah raga, museum dan sejenisnya kan? Kenapa malah taman hiburan? “Apa kau tidak mau?” tanya Damar dengan tatapan mata yang terlihat sedih. Sungguh, rasanya Audrey bisa melihat lelaki tinggi besar itu menjelma jadi anak anjing. Dia bisa membayangkan ada ekor yang melengkung lesu di belakang Damar. Hal yang membuat A
Read more
Sebuah Foto
“Audrey, tolong jangan cari gara-gara.” Damar makin merapatkan diri ke jendela. “Aku sama sekali tidak cari gara-gara,” jawab perempuan yang tengah bersandar pada bahu bidang suaminya. “Memangnya aku tidak boleh bersandar padamu ya?” “Tentu saja kau boleh bersandar, tapi tolong tanganmu dijaga.” Setelah bersabar beberapa menit, pada akhirnya Damar menangkap tangan sang istri yang sejak tadi bertengger di paha dan dadanya. Bukan hanya sekedar diam, tapi tangan lentik nun putih itu menjelajah ke mana-mana. Tangan Audrey mengelus, sampai pada titik-titik tertentu yang membuat Damar merinding. Sesuatu hal yang memang disengaja perempuan itu. “Oh, apa sekarang kau ingin memimpin?” tanya Audrey melirik kedua tangan yang dipegang sang suami. “Aku mengajakmu berkencan dan naik bianglala bukan untuk ini,” pekik Damar dengan wajah bersemu merah. Sungguh, demi apa pun dia merasa malu. Walau apa yang dilakukan sang istri s
Read more
Melanggar Privasi
“Cieh, yang sudah punya pacar.” Ucapan bernada mengejek itu, terdengar ketika Damar muncul dan setelah Audrey masuk ke dalam ruangannya. “Apaan sih, Kak Jen.” Hanya itu yang bisa dikatakan Damar, sebagai jawaban pada sekretaris Audrey. “Padahal banyak yang suka padamu loh, Dam.” Perempuan yang dipanggil Jen tadi tetap menggoda lelaki yang lebih muda darinya itu. “Mereka jadi patah hati deh. Siapa cewek beruntung itu?” Tentu saja Damar tidak akan menjawab. Dia langsung duduk di mejanya, lalu mengatur beberapa barang. Walau terus didesak, Damar tentu tidak akan mengatakan apa pun. Dia tidak mungkin menyebut nama sang atasan kan? “Kau sungguh tidak mau bilang apa-apa?” tanya Jen dengan kedua alis yang naik turun. “Apa yang harus saya katakan?” tanya Damar dengan sopan dan senyum lebar. “Siapa perempuan yang kau foto kemarin?” “Bukan siapa-siapa.” “Ah, tidak seru.” Jen mendengkus kesal. “Masa yang seperti itu saja mau disembunyikan.” “Apanya yang disembunyikan?” Dua orang yang
Read more
Ingin Sembuh
“Bagaimana ini?” Bukannya menuntaskan hajat, Damar malah berjalan mondar-mandir di dalam bilik toilet yang sempit. “Kalau nanti Audrey malah mencari tahu sendiri, aku harus bagaimana?” Kali ini, lelaki itu menjambak rambutnya sendiri. “Woi. Yang di dalam cepat keluar dong, jangan malah bicara sendiri.” Damar terlonjak mendengar suara gedoran pintu yang begitu keras. Dia kemudian melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan dan rupanya sudah lebih dari lima menit. Tentu saja orang yang membutuhkan akan kesal. “Maaf.” Damar menyempatkan diri untuk mengucapkan kata itu, sebelum beralih untuk mencuci tangan. Dia memang tidak buang air, tapi merasa perlu untuk cuci tangan. Setelah sedikit membasahi rambut, Damar pun kembali ke tempat duduknya. Tapi dirinya malah dikejutkan dengan Audrey yang tengah memegang ponselnya, entah untuk apa. Yang jelas Damar menjadi tidak tenang karenanya. “Audrey.” Damar memanggil pelan.
Read more
Ibu Mertua
“Sorry? Tadi kau bilang apa?” tanya Felix dengan kedua alis terangkat. “Mulai sekarang, saya yang akan berurusan dengan Pak Felix,” jawab Damar dengan senyum lebar. “Soalnya Bu Audrey ada kesibukan, jadi untuk sementara semua pekerjaan dialihkan pada saya dan kalau saya tidak bisa, baru dialihkan lagi pada orang lain.” “Begitu ya.” Felix hanya bisa mengangguk dengan senyum meringis yang sangat tipis. “Kalau begitu, saya serahkan contohnya saja ya. Setelah didiskusikan dengan Rey, tolong beri tahu aku apa yang harus diubah.” Kening Damar mengerut mendengar pernyataan dari sang ilustrator barusan. Rasanya dia sudah mengatakan kalau semua pekerjaan Audrey dialihkan padanya kan? Tapi kenapa Felix masih ingin menunggu keputusan sang atasan? “Kau akan memberikannya pada Rey kan?” tanya Felix menyerahkan map cokelat. “Tentu saja,” jawab Damar dengan senyum lebar. “Nanti kami akan melihatnya bersama.” Kini giliran keni
Read more
Sebelum Terlambat
“Sekarang aku harus apa?” gumam Audrey menatap ponselnya. “Apanya?” Mel-sahabat dari Audrey bertanya. “Aku mendapat DM dari ibu mertua,” jawab Audrey, diikuti dengan gerakan menyugar rambut. “Apa kau tidak berhubungan baik dengan ibu mertua?” “Dia bahkan tidak tahu, kalau anaknya menikah denganku.” “WHAT?” “Apa kau pikir ini taman bermain?” tanya Audrey dengan mata melotot. “Ini di kantorku.” Mel menutup mulut dengan kedua tangan. Perempuan yang berkunjung demi membawa oleh-oleh itu, melirik ke arah pintu. Memastikan kalau orang yang sedang dibicarakan, tidak sedang berada di sekitar mereka. “Apa kau gila?” tanya Mel dengan wajah serius. “Masa kau menikah tanpa sepengetahuan keluarga lelaki? Kau beri alasan apa pada Daddy-mu?” “Damar yatim piatu. Mereka hanya orang tua angkat.” Audrey menjawab, disertai dengan kedikan bahu. Seolah apa yang dikatakannya bukanlah apa-apa.
Read more
Jodoh dari Orang Tua
“Bagaimana?” Vita menatap putrinya dengan tatapan penuh harap. “Apa sudah ada hasilnya?” “Hasil apa sih, Mom?” Audrey jelas saja akan membalas dengan pertanyaan lain. “Aduh, kau ini. Masa tidak mengerti maksud Mommy sih?” Vita berdecak kesal. “Maksudnya, kau sudah hamil atau belum?” Damar nyaris saja menyemburkan kopi yang sedang dia minum, ketika mendengar pertanyaan ibu mertuanya. Pertanyaan itu begitu tiba-tiba dan membuat siapa pun itu akan tersedak. Lebih tepatnya, akan membuat pasangan nikah kontrak mana pun tersedak. “Tidakkah Mommy terlalu buru-buru?” tanya Audrey seolah tidak peduli. “Ini baru sekitar dua bulan sejak hari pernikahan.” “Tapi bukan berarti belum ada kan?” tanya Vita masih tersenyum lebar. “Bisa saja kalian itu sangat subur, sehingga bisa jadi bayi dengan mudah. Yah, walau mungkin kalian sempat pakai pengaman juga.” “Sayang sekali, tapi aku baru saja selesai datang bulan,” jawab Audrey de
Read more
Menjemput Jodoh
“Apa aku boleh mengajukan cuti?” Damar bertanya dengan sangat hati-hati, seminggu setelah kejadian menelepon ibunya. “Cuti? Buat apa?” Audrey balas bertanya dengan kening berkerut. Kentara sekali kalau perempuan itu terlihat tidak senang. “Ada ... sedikit acara keluarga.” Hanya itu yang bisa dikatakan oleh Damar dan hanya itu saja alasan yang terlintas di kepalanya. “Sedikit acara keluarga?” ulang Audrey dalam nada tanya, yang sebenarnya berupa sindiran. “Sejak kapan acara keluarga bisa diukur sedikit dan banyaknya? Lalu keluargamu yang mana?” Damar makin meringis mendengar pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan perempuan di depannya. Itu semua terjadi karena dia merasa tidak perlu memberi tahu pada Audrey, apa yang membuatnya harus cuti. Menjemput perempuan yang dijodohkan olehnya. Itulah agenda Damar saat cuti nanti. Tentu saja hal ini dilakukan bukan atas keinginan sendiri, melainkan atas ancaman sang ibu angkat.
Read more
Pantang Menyerah
“Buongiorno.” Audrey mengulurkan tangan dengan santai dan tentu saja dalam bahasa Italia, dilanjutkan dengan bahasa Inggris. “Kenalkan, Audrey Alexander Allen. Pacarnya Damar.” Perempuan dengan rambut pirang di depan pasangan itu, menatap uluran tangan Audrey dengan ragu-ragu. Dia sebenarnya bingung dengan keadaan sekarang ini. “Bisa jelaskan ini?” tanya perempuan pirang itu dalam bahasa Italia, jelas ditujukan untuk siapa. Damar tentu saja hanya bisa menganga. Dia merasa bingung dengan kedatangan Audrey yang begitu tiba-tiba, setelah kemarin sampai tadi pagi sempat marah. Tapi tentu saja dia harus mengatakan sesuatu kan? “Bagaimana kalau kita pindah tempat dulu?” tanya Damar, juga dalam bahasa Italia. “Maaf, tapi ada aku di sini.” Audrey, tentu saja akan menyela. “Bisakah kalian tidak berbicara dalam bahasa yang tidak kumengerti? Aku merasa seperti sedang diselingkuhi.” Walau Audrey sudah mempelajari bahasa Italia, dia masih tidak tahu banyak hal. Apalagi dia baru belajar seja
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status