Semua Bab Suami Idiotku Ternyata ....: Bab 31 - Bab 40
122 Bab
Keguguran
"Tapi ini sakit banget! Kamu tega sama aku? Kamu gak mikirin anak kita?" cercaku.Arsen tak menjawab, ia mengambil beberapa kain dari dalam lemari lalu dengan cekatan mengganti handuk yang kini sudah dipenuhi oleh darah."Ya ampun, Arsen! Zea kenapa?" tanya Bu Hanum yang baru saja datang."Zea jatuh, Bu! Ayo, bantu aku!" ucap Arsen seraya mengangkat tubuhku.Aku sudah tak mampu bicara lagi, tubuhku rasanya lemas seiring dengan rasa sakit yang semakin menjadi.Aku hanya bisa bertanya dalam hati saat Arsen malah membawaku ke kamar sebelah. Kamar sempit dengan pintu yang didobel oleh jeruji besi.Kupejamkan mataku setiap rasa sakit itu muncul. Aku tak habis pikir kenapa Arsen bisa setega ini padaku dan membiarkanku kesakitan tanpa mau membawaku ke rumah sakit."Arsen cepat! Jika terus begini, Zea bisa kehilangan banyak darah!"Samar kudengar suara Bu Hanum disusul dengan suara bising seperti sedang mencari sesuatu.
Baca selengkapnya
Restu Dari Mertua
Hari telah berganti. Namun, aku masih belum bisa menerima kenyataan.Tak hanya menyalahkan diri sendiri. Entah mengapa aku juga jadi kesal pada Arsen. Sudah beberapa hari ini aku tidak banyak bicara padanya. Begitupun pada Bu Hanum.Rumah terasa sepi meskipun kami bertiga sedang berkumpul. Rasa kehilangan yang mendalam membuatku jadi tidak bisa berpikir dengan jernih, aku menyalahkan diri sendiri dan juga menyalahkan orang lain. Bahkan Bu Hanum yang tidak tau apa-apa pun terkena imbasnya.Meski begitu, sikap Arsen padaku tetaplah baik. Bahkan Bu Hanum juga mulai menunjukan rasa pedulinya padaku.Ditengah masa pemulihan ku, Bu Hanum dengan sabar dan telaten mengurus segala kebutuhanku. Bahkan hari ini, Bu Hanum tidak keluar rumah sama sekali. Sempat terdengar ia membatalkan janjinya pada beberapa orang via telepon.Harusnya aku bersyukur, karena harapanku pada sikap Bu Hanum perlahan sudah mulai terwujud. Namun entah mengapa aku merasa mas
Baca selengkapnya
Tamu Tak Diundang
Aku menghampiri mereka seraya berdehem, membuat mereka terlihat terkejut dengan kehadiranku. Namun, detik berikutnya Bu Hanum dan Arsen langsung menghampiriku."Kenapa kamu gak bilang kalau mau keluar kamar? Padahal aku bisa bantu kamu. Menaiki tangga sendiri dengan kondisi kamu yang masih seperti ini, itu bahaya," omel Arsen seraya membantuku duduk."Tapi nyatanya aku gak papa 'kan?" sahutku."Kamu lapar, Ze?" tanya Bu Hanum."Enggak, Bu. Aku hanya tidak bisa tidur saja," sahutku."Ya sudah, malam ini kita tidur di kamar biasa, ya!" ajak Arsen.Tok! Tok! Tok!Kami bertiga langsung saling melempar pandang saat terdengar seseorang yang mengetuk pintu di depan sana.Kiranya, siapa yang bertamu malam-malam seperti ini?Apalagi, ini ditengah hutan!Setauku baru Pak Seno saja yang pernah berkunjung kesini.Ah, apa mungkin itu juga Pak Seno?Aku mulai khawatir."Biar aku ya
Baca selengkapnya
Melawan Pak Seno
"Arsen ...! Jangan!"Bu Hanum histeris, saat Arsen hendak melempar api pada wajah Pak Seno.Dengan cepat, Bu Hanum bangun seraya menutupi sebagian tubuhnya yang terbuka. Akupun segera menghampiri beliau dan memeluknya."Ibu mohon, jangan lakukan itu!" pintanya."Dia sudah kurang ajar, Bu! Tidak ada ampun untuk bajingan ini!" geram Arsen.Pak Seno yang sudah babak belur dan lemas sudah tak bisa berkata-kata lagi. Bahkan nampaknya pria tua itu hanya bisa pasrah saja meski Arsen hendak membunuhnya.Radit yang menjadi andalan Pak Seno juga sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Pria itu bahkan nampak sudah tak sadarkan diri dengan banyak luka lebam ditubuhnya."Ibu gak mau kamu terlibat masalah yang lebih besar, Arsen!" ucap Bu Hanum seraya terisak."Aku tidak peduli, Bu! Dia sudah merendahkan ibu, jadi dia harus terima konsekuensinya!" berang Arsen.Duar!Api langsung menyambar wajah Pak Seno begitu Ar
Baca selengkapnya
Ruang Rahasia
Dengan tergesa, Bu Hanum mengambil defribrilator lalu memberikannya pada Arsen.Satu kali percobaan, belum ada reaksi. Arsen kembali mencoba untuk yang kedua kalinya namun hasilnya masih sama. Hingga dipercobaan ketiga, Pak Seno tiba-tiba membuka kedua matanya.Arsen tersenyum kecut seraya mengusap keringat didahinya."Pe-peng-hi-an-at!" lirih Pak Seno. Luka bakar dibagian mulutnya membuat ucapannya tidak begitu jelas."Aku tak mungkin melakukan ini jika kamu tidak memulai terlebih dahulu," sahut Arsen kemudian tersenyum miring.Perlahan, Pak Seno kembali menutup mata, membuat Bu Hanum kembali terlihat khawatir."Bagaimana ini?" gumamnya."Ibu tenang aja, dia sudah melewati masa kritisnya. Untuk sementara waktu kita biarkan saja dulu," sahut Arsen."Tapi, barusan dia ...-" Bu Hanum menggantung ucapannya seraya menatap Arsen dan Pak Seno bergantian."Apakah justru tindakan ini lebih membahayakan posisi k
Baca selengkapnya
Mangsa
"Radit, apa kamu marah padaku?" tanyaku pelan.Ia menggeleng, detik kemudian Radit kembali menundukan wajahnya."Disini bau, Ze! Lebih baik kamu pergi dari sini," ucapnya."Gak papa, Dit! Aku sengaja datang kesini mumpung Bu Hanum dan Arsen gak ada di rumah," jelasku."Memangnya ada apa?" tanyanya. Kali ini Radit menatapku."Ada banyak hal yang ingin aku sampaikan. Terutama tentang Fara," jelasku.Raut wajah Radit kembali berubah saat mendengar nama Fara kusebut."Kamu tau kalau Fara sudah meninggal?" tanyaku pelan."Ya, aku tau," sahut Radit singkat."Dimana kamu saat itu? Kenapa aku tidak melihatmu? Apa kamu ikut dengan Pak Seno?" sederet pertanyaan aku lontarkan padanya."Ya, saat itu Pak Seno memang mengajakku pergi. Tapi, seandainya aku tau Fara akan-"Radit tak melanjutkan ucapannya, ia tertunduk seraya menutup wajahnya."Aku juga sangat terpukul karena kepergiannya, Dit
Baca selengkapnya
Proyek Diatas Tempat Tidur
Semakin hari, waktu terasa semakin cepat berlalu.Aku sudah tidak tahan dan kasihan melihat kondisi Radit yang kini sudah sangat memprihatinkan. Kesehatan tubuhnya pun nampaknya sudah mulai terganggu karena kotornya ruangan dan tubuhnya yang tidak pernah Arsen beri kesempatan untuk membersihkan diri.Semakin hari, kulihat Radit semakin kurus dan murung. Dia juga sepertinya sudah malas bicara denganku.Aku paham. Mungkin Radit juga kesal padaku karena aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolongnya.Aku menyerah!Sudah dua hari ini aku tak pernah lagi mengunjungi Radit. Namun saat aku tak sengaja melihat Arsen sedang memasukan sesuatu kedalam minuman Radit, aku memutuskan untuk cepat-cepat memberitahu Radit agar tidak meminumnya.Entah paham atau tidak, Radit tidak merespon kode dariku. Sedangkan aku sendiri yang buru-buru dan takut ketauan langsung menulis surat peringatan untuknya. Lalu melemparkannya bersama dengan botol air m
Baca selengkapnya
Dua Sisi
Aku dan Arsen tertawa bersama begitu permainan kami selesai."Katanya gak mau, tapi kok paling heboh?" ledeknya seraya mencubit hidungku."Ish, enggak, kok! Kamu kali!" sahutku seraya mencubit pinggangnya.Ini memanglah bukan kali pertama, namun karena setelah sekian lama berpuasa, sensasinya terasa berbeda. Tak bisa dipungkiri, kami memang sama-sama saling membutuhkan dan menginginkan.Arsen mengecup keningku sebelum ia beranjak dari tempat tidur dan memakai kembali pakaiannya."Ini kan sudah larut malam, kamu mau kemana?" tanyaku."Aku ke kamar sebelah dulu. Mau cek kondisi Pak Seno, sepertinya hari ini aku lupa tidak memberinya obat," jelas Arsen."Memangnya tidak bahaya kalau dikasih obat tiap hari? Ini udah lebih dari satu bulan loh," ucapku."Kalau untuk nyawa sih, enggak. Tapi, kalau merusak saraf, memang itu tujuannya. Aku cuma mau buat dia kehilangan kewarasannya aja, kok!" jelas Arsen."T
Baca selengkapnya
Rencana yang Dibocorkan
Aku bergumam pelan. Kasihan juga saat melihat Radit nampak lemah tak berdaya. Namun, ulahnya tadi juga membuatku sedikit takut."Mendingan, kalian lanjutin aja kerjaannya. Aku mau disini dulu sebentar," ucapku setelah sekian lama menimbang."Biar mereka aja yang kerja, ya Bu bos! Ekye temenin, Bu bos aja disini! Soalnya, curut ini kayanya berbahaya deh, buat Bu bos!" ucap Septi alias Sapto memberi usul."Eits, enak aja! Mending ekye aja yang temenin Bu bos! Kamu yang bersihin ta-i di kamar sana!" celetuk Nina alias Roy dengan suara kemayu juga."Lebih endol, ekye aja yang disini sama Bu Bos! Ekye kan yang paling muda dan paling cantik, sedangkan kalian berdua kan udah pada tuir, jelek dan serem lagi. Nanti yang ada Bu Bos malah takut sama kalian," tutur Yanti alias Yanto panjang lebar. Ia juga menggunakan suara wanitanya.Aku menggeleng pelan seraya menahan senyum saat mulai terjadi pertengkaran rempong diantara mereka.
Baca selengkapnya
Rumah Baru
Aku terjaga saat kurasa sebuah belaian halus diwajahku."Arsen?!" gumamku begitu membuka mata.Arsen tersenyum, kemudian mengecup bibirku singkat."Ini udah siang, loh! Nyenyak banget sih tidurnya?" bisiknya.Aku mengusap wajahku seraya bangun, kulihat jam didinding memang sudah menunjukan angka sembilan.Entah jam berapa aku tidur semalam, sampai-sampai aku bisa bangun se siang ini."Maaf, kayanya semalam aku tidurnya udah pagi deh. Makanya kesiangan," ucapku."Aku buatin sarapan dulu buat kamu dan ibu, ya!" sambungku.Arsen menahan tubuhku. Ia lalu kembali memintaku untuk duduk disampingnya."Aku dan ibu udah sarapan dua jam yang lalu. Kami juga beliin buat kamu, jadi ... kamu gak perlu repot-repot masak," jelasnya seraya mencubit pelan hidungku.Aku mengerutkan dahiku karena sikapnya.Kutatap wajahnya yang nampak begitu cerah. Senyuman yang selalu membuatku candu itu terus terlukis
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status