Semua Bab Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing: Bab 31 - Bab 40

127 Bab

31. Halo?

"Kemana anak ini? Mengapa belum pulang juga?" Sari menatap ponselnya. Berulang kali menghubungi Dinda tapi tetap tidak tersambung. Harus mencari anak itu kemana? Nomor ponsel teman-teman Dinda, tidak satu pun yang tersimpan di ponselnya. Mungkin ia harus meminta anak gadisnya itu memberikan satu nomor teman dekatnya, agar ia dapat menghubungi jika kondisi sedang darurat seperti ini. "Gimana, Ma? Dinda ada dimana?" Broto memapah Dani keluar dari kamarnya. Sari berjalan menyusul Broto dan membantu memapah putra sulungnya. "Tidak bisa dihubungi. Mama coba kirim pesan pun tidak dibaca-baca." "Ya sudah. Nanti saja kita coba hubungi lagi. Sekarang, kita harus cepat-cepat membawa Dani ke rumah sakit." Sari mengangguk. Ia memapah Dani sendirian, sedangkan Broto mengeluarkan mobil dari garasi. Suhu tubuh Dani tiba-tiba naik. Nyaris menyentuh angka 40 derajat. Jika saja Broto tidak cekatan menangkap Dani yang saat itu tengah berjalan keluar dari kamarnya, mungkin keadaan pria itu lebih p
Baca selengkapnya

32. Kamu Siapa?

Kedua kening Sari bertaut. Suara seorang priia? Mengapa bisa? Apakah telah terjadi sesuatu pada Dinda? "Halo?" Arya kembali menyapa. Yang ia dengar hanyalah suasana ramai yang ia tidak tahu latar belakang tempat asal suara. Diantaranya suara roda yang di dorong dengan cepat, ada juga suara tangisan anak-anak juga dewasa. *Ya. Halo. Maaf saya berbicara dengan siapa?" Sari mengubah suaranya menjadi tidak ramah. Siapa pria yang sudah berani mengangkat telponnya, di ponsel Dinda. "Maaf, Bu. Saya ..." Arya hendak menjelaskan duduk perkara sebenarnya, namun ia harus menundanya sebentar. Menghadapi ibu-ibu memang harus hati-hati. Ekstra hati-hati. "Tolong berikan kepada putri saya. Saya ingin bicara dengannya. Sangat penting! Seumur-umur dirinya hidup, baru kali ini Arya diperlakukan seperti ini. Apa sulitnya memberinya beberapa menit untuk menjelaskan semuanya? Apakah wanita itu sangat sibuk hingga tidak bersedia mendengarkan penjelasan darinya? Arya sama sekali tidak diberi waktu ole
Baca selengkapnya

33. Ganteng Maksimal

Keterangan yang diberikan pemuda tampan di depannya sedikit membingungkan Sari. Biasanya, Dinda akan menceritakan setiap orang baru yang ia temui di kampus. Lebih lagi, jika orang itu memiliki penampilan yang sangat tidak biasa dari orang lain. Dan pria muda di depannya memiliki penampilan yang cukup mencolok, dan Sari yakin, jika pria ini adalah tipe-tipe yang sesuai dengan selera Dinda. Anehnya, mengapa Dinda tidak pernah menyinggung pria ini di depannya? Apakah sengaja dirahasiakan darinya? "Mengapa DInda tidak pernah cerita tentang kamu?" Arya tidak menyangka akan mendengar pertanyaan seperti itu. Apakah itu artinya DInda sangat terbuka dengan keluarganya? Termasuk siapa saja orang yang dekat dengannya di kampus? Atau siapa saja yang menarik perhatiannya akan ia ceritakan kepada orang tuanya? Dan dirinya tidak menarik sama sekali bagi Dinda hingga ia tidak diceritakan kepada orang tuanya? Arya tersenyum kecut. "Saya tidak menonjol seperti yang lain, Bu. Lebih banyak diam daripa
Baca selengkapnya

34. Namanya Arya

"Kenapa dia bisa kenal kamu, sedang kamu tidak? Katanya dia ada di bimbingan yang sama dengan kamu, dan dia menganggap kamu sebagai seniornya." Senior? Dinda benar-benar tidak tahu siapa yang dimaksud oleh Sari. "Dinda nggak paham deh, Ma. Siapa sih? " Dinda mulai penasaran. Perasaannya, ketampanan teman-temannya di kampus berada di level standar semua. Tidak ada yang di atas rata-rata. "Bener nggak ada yang ganteng di kampus kamu?" Sari mengulang pertanyaannya. Ia meragukan jawaban putrinya sendiri. Tidak mungkin'kan pria muda tadi berbohong padanya? Dengan yakin Dinda menggeleng. "Kalau ada yang ganteng, tampan dan rupawan, pasti udah Dinda deketin, Ma. Kenyataannya emang nggak ada kok." Sari masih belum menceritakan secara komplit tentang pertemuannya dengan Arya. Ia ingin melihat reaksi Dinda lebih dulu. Termasuk ponselnya yang sedang diservis. Mengapa putrinya itu tidak mengatakan yang sebenarnya? "Buruan selesaikan makannya. Papa keburu ngantuk nanti." "Kita bawa sopir a
Baca selengkapnya

35. Siap Menerima Konsekuensi

"Tunggu di sini?" Dinda mengulang perkataan Arya. *Iya. Tunggu di sana. "Pak Arya mau datang kemari? Jangan deh, Pak. Sudah malam. Mending Pak Arya istirahat saja di rumah. Lagian saya nanti tidak sendiri. Ada mama juga nanti." *Ssst. Udah. Jangan banyak protes. Arya mematikan sambungan telponnya. Ia tidak mau mendengar penolakan Dinda. Arya sebenarnya sudah bersiap mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur, namun pesan singkat Dinda mengurungkan niatnya. Tiba-tiba saja, terlintas ide untuk menyusul Dinda ke rumah sakit. Mumpung ada kesempatan untuk mendekati gadis itu. Mungkin saja, kesempatan itu tidak akan datang untuk kedua kali. Arya meraih jaket kulit yang tergantung di balik pintu kamarnya. Ia bergegas keluar kamar dan menuruni anak tangga dengan sedikit terburu-buru. Saat itu, kebetulan Anggun baru saja keluar dari kamarnya, hendak mengisi termos air di dapur. "Mau kemana? Sudah malam begini?" Anggun tampak keberatan. "Ada teman Arya yang masuk rumah sakit, Ma." "Oh.
Baca selengkapnya

36. Calon Suami

"Berikan alamat rumah sekarang." Dinda tidak berkutik. Apakah ia harus mengabulkan permintaan pria di depannya? Memberikan alamat rumahnya atau ia gunakan saja ide Mita? Memberikan alamat palsu? Toh, Arya juga tidak mungkin akan benar-benar datang ke rumahnya."Jangan pernah memberikan keterangan yang tidak jujur. Bisa-bisa kamu kualat di belakang," ancam Arya.Dinda berjingkat. Apakah rencananya tertulis jelas di keningnya?"Baiklah. Saya akan memberikan alamat saya tapi tidak sekarang. Nanti saja kalau saya sudah di rumah lagi. Saya akan berbagi lokasi dengan Pak Arya.""Lokasi rumah. Bukan lokasi tempat kamu hang out.""Iya-Iya, Pak. Bapak bisa memegang kata-kata saya." Dinda akhirnya menyerah. Arya melihat ke arah jam dinding yang terletak tepat di atas tempat tidur Dani. Jarum pendek sudah berada tepat di angka dua belas. Dinda yang sejak pembicaraan terakhir fokus pada layar ponselnya, membuat Arya curiga. Apa yang menarik perhatian gadis itu?"Ini. Seharusnya jangan berpose se
Baca selengkapnya

37. Serius

"Calon suami? Spill dong wajah calon suami gua." Dinda menantang balik Dani. Mentang-mentang dirinya baru saja bangun dari mimpi indahnya, bukan berarti dia dengan seenaknya bisa dijadikan bahan olok-olokan. Terlebih lagi, di ruangan itu ada Arya, dosen pembimbingnya, meski pria itu tidak datang dengan statusnya sebagai dosen."Bukannya dia calon suami kamu?" Dani menunjuk ke arah Arya dengan lirikan matanya.Dinda terkejut. "Pak-Pak Arya tidak mengatakan yang tidak-tidak, bukan?""Issh. Berisik. Nggak usah ditutupi lagi. Besok pagi, kamu harus mengenalkannya pada mama dan papa. Nggak usah lama-lama. Bahaya.""Tsk. Berisik. Kalau belum tahu yang sebenarnya nggak usah ikut-ikutan.""Nggak tahu gimana? Orang jelas-jelas dia datang malam-malam begini, buat nemenin kamu tugas jaga di sini. Masa belum 'ngeh' juga?" Dani gemas bukan main dengan Dinda yang tulalit untuk urusan begini. Ia tidak bisa memarahi Dinda, karena adiknya itu memang tidak pernah menjalin hubungan dengan pria mana pun.
Baca selengkapnya

38. Hanya Mega Sandrina

"Dua minggu lagi, saya akan datang menemui orang tua kamu."Dinda menggelengkan kepalanya. Kalimat itu terus saja terngiang di kepalanya. 'Pak Arya pasti bohong. Beliau pasti tidak akan datang. Itu hanya isapan jempol saja. Tidak perlu diambil pusing.' Dinda berbicara dengan dirinya sendiri.Dinda mulai merasa perasaannya tidak baik-baik saja, sejak Arya meminta alamat rumahnya tadi siang. Antara senang dan tidak percaya. Ia tidak sadar jika Sari dan Broto terus saja mengawasinya. Sari dan Broto datang saat Dinda dan Arya tengah sarapan di warung sebelah rumah sakit.Dani yang sudah kembali tidur, tidak mengetahui kedatangan Sari dan Broto. Tidak berselang lama, Dinda sudah kembali ke ruangan Dani. "Darimana?" Broto menatap Dinda yang masih menggelengkan kepalanya saat melangkah masuk ke dalam ruangan Dani."Loh?! Papa sudah sampai di sini. Mama juga." Dinda menatap kedua orang tuanya dengan ekspresi terkejut. Akibat memikirkan Arya, Dinda tidak fokus dengan orang-orang di sekeliling
Baca selengkapnya

39. Begini Lebih Baik

Dinda langsung membersihkan dirinya begitu tiba di rumah. Ia berendam sebentar, menghilangkan rasa penat dan capek yang mendera tubuhnya sejak kemarin malam. Ponsel sengaja ia bawa, untuk berjaga-jaga jika orang tuanya tiba-tiba menelpon. Disaat Dinda sedang menikmati harumnya aromaterapi yang membuat tubuhnya rileks, ponselnya berbunyi. Dinda membuka kedua netranya. Arya? Pak Arya? Dinda segera bangun dari posisinya yang setengah bersandar di bathup. "Iya, Pak?" *Sudah di rumah? "Baru saja sampai. Ini sedang mandi." *Sedang mandi? Arya mengulangi ucapan Dinda yang tidak sadar telah menceritakan keadaannya sekarang. 'Astaga! Salah ngomong lagi!' jerit Dinda panik. Arya terkekeh. Ia tahu jika Dinda secara tidak sadar mengatakan keadaan dirinya yang sedang mandi. Tsk. Arya justru membayangkan hal yang tidak-tidak. *Boleh vc nggak? "Astaga! Bapak mesum! Saya matikan!" Tut. Benar saja. Sambungan itu langsung diputus oleh Dinda. Gadis itu tidak tahan untuk tidak membayangkan
Baca selengkapnya

40. Orang Tidak Jelas

Anggun sedang menata ruang tengah saat Arya keluar dari kamarnya. Dermawan sendiri belum pulang dari kantor. Anggun memperhatikan Arya yang turun tergesa-gesa dari tangga. Wajah Arya pun terlihat tidak seperti biasanya. Ia khawatir jika putranya itu sakit. "Mau kemana lagi?" Anggun terus memperhatikan wajah Arya. "Mau ke kampus sebentar, Ma." Sebelum menyusul ke rumah sakit untuk menemani Dinda, Arya mampir ke kampus sebentar untuk memberi konsultasi pada beberapa mahasiwanya. Ia sudah terlanjur janji dengan beberapa mahasiswa untuk memberi mereka kesempatan berkonsultasi dengannya. Semula ia menjadwalkan bimbingan dan konsultasi akan berlangsung siang hari, akan tetapi, Arya merubah jamnya. Ia ingin tidur sebentar karena semalaman hanya tidur tiga puluh menit selama di rumah sakit. "Ma... Nanti Arya langsung ke rumah sakit. Nemenin teman yang kemarin masuk rumah sakit." "Lagi? Dia tidak punya saudara?" "Cuma satu, Ma." "Kalau bisa ya tetap pulang ke rumah, tapi kalau lebih b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status