Semua Bab Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing: Bab 41 - Bab 50
108 Bab
41. Lulus Seleksi
"Pak? Kamu panggil pacar kamu apa barusan?" Dani menatap Dinda curiga. Arya tetap diam. Ia ingin melihat bagaimana Dinda meluruskan kebiasaannya itu. "Hmmm, Pak..." Dinda meragu dengan jawabannya sendiri. Dani terpingkal-pingkal. "Woiii! Kerenan dikit, napa? Jaman milenial begini, manggil pacar sendiri dengan panggilan 'Pak'...." Dani melanjutkan tawanya. Dinda melirik ke arah Arya. 'Kenapa dia diam aja? Bantuin kek,' sungut Dinda sambil terus melirik Arya yang juga menatap dirinya dengan tatapan penuh tanya. Dinda mencibir, lalu kembali menatap Dani, melihat kakaknya itu menyeka kedua matanya yang berair karena terpingkal-pingkal, hingga perutnya menjadi sakit. Ia lupa dengan pesan Broto untuk banyak beristirahat. "Panggillah pacarmu itu dengan panggilan yang romantis. Mas, kek. Sayang, Kek. Cinta, kek. Jangan Pak. Orang dia juga masih muda gitu, loh. Paling juga nggak jauh beda dengan kakak." Arya berdeham. "Biasanya kalau lagi berdua, Dinda suka panggil saya, mas." Dinda
Baca selengkapnya
42. Rencana Makan Malam
Mega berjalan menuju gedung dua lantai dua. Ia harus mengisi dua kelas hari ini. Sembari berjalan, Mega terus saja melempar pandangannya ke kiri dan ke kanan, mencari sosok yang sudah beberapa hari tidak ia lihat. Namun sayang, sejauh mata memandang, Mega tidak juga menemukan sosok yang ia cari, hingga akhirnya langkah kaki berhenti tepat di depan ruangan yang harus ia beri materi hari ini. Mood Mega langsung berubah. Ia mendadak menjadi suntuk. Ia memutuskan untuk memberi kuis hingga membuat suara riuh rendah membahana di ruang itu. "Bukan mahasiswa jika cara berpikir kalian masih seperti anak SD, yang tiap kali ulangan harus diberitahu sebelumnya." Suara itu menghilang dibawa angin. Semua terdiam, menundukkan kepala masing-masing. "Bukankah dulu kalian sudah dikenalkan dengan sistem CBSA? Mengapa sekarang justru seperti anak TK? Yang harus disuruh dulu baru bergerak. Yang berteriak protes jika diberi perintah. Mau jadi apa kalian kalau mental seperti ini yang kalian pelihara?
Baca selengkapnya
43. Bertemu Calon Mantu
Arya sudah tidak lagi menemani Dinda di rumah sakit, karena di hari ketiga, Dani sudah diperbolehkan pulang tapi tetap diawasi dengan ketat. Punggung Arya terasa begitu berat. Ia berlama-lama di bathup guna menghilangkan rasa penat di seluruh tubuhnya. Pembicaraan dengan Dinda terakhir kali di kursi taman depan kamar rawat Dani kemarin malam, mengganggunya. Ingin rasanya ia dapat segera bertemu dengan orangtua Dinda. Akan tetapi hal itu tidak dapat ia lakukan dalam waktu dekat, mengingat Dani, baru saja diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Tentunya, Dani masih memerlukan waktu agar kesehatannya benar-benar pulih seperti biasa. Arya menikmati alunan musik jazz selama ia berendam di kamar mandi. Wangi bunga lavender bercampur mint, membuat dirinya mengantuk. Ada rasa bahagia yang tidak bisa ia lukiskan karena sambutan Dani terhadap kehadirannya selama dua hari berturut-turut di rumah sakit, cukup positif. Hampir satu jam Arya menghabiskan waktunya di bathup. Selanjutnya ia membil
Baca selengkapnya
44. Calon Mertua
Arya melangkah ringan memasuki komplek parkiran gedung rektorat. Rudy baru saja mengirim pesan padanya terkait pengajuan beasiswa S2-nya. Rudy meminta Arya untuk memeriksa ulang pengajuannya dan melengkapi kekurangan dokumen paling lambat lusa.. "Selamat Siang, Pak Arya." Hasan tersenyum lebar begitu melihat yuniornya itu berjalan menuju gedung administrasi rektorat. "Siang, Pak Hasan." "Ada kabar beasiswanya?" "Belum tahu ini, Pak. Saya disuruh datang untuk mengecek kelengkapan dokumen dan melengkapi kekurangan dokumen, paling lambat lusa. " "Sepertinya tidak akan lama lagi prosesnya. Tinggal menunggu jawaban, sekitar tiga minggu dari pengajuan untuk seleksi dokumen, dan satu bulan lagi untuk seleksi beasiswa." "Iya." "Semoga lancar, Pak Arya. Saya doakan bisa segera berangkat ke universitas yang diinginkan." "Aamiin. Terima kasih doanya, Pak." Arya bergegas menemui Rudy. Ia sendiri baru setengah jam yang lalu menjejakkan kaki di kampus. Angka di arjolinya menunjuk ke angka
Baca selengkapnya
45. Pertemuan Calon Mantu dan Calon Mertua
"Jika kamu membuka amplop itu, berarti kamu setuju dan menerima perjodohan ini." Dermawan sangat serius dengan perkataannya. Arya terlihat sedikit meragu, tapi sejatinya pendiriannya sudah berubah sejak mengetahui Sari, istri tamu yang diundang papanya untuk makan malam bersama di rumah mereka adalah ibu dari Dinda, gadis yang hendak dilamarnya minggu depan. Tidak ada yang melihat senyum tipis penuh arti, yang terbit di kedua ujung bibir Arya. Tidak ada alasan bagi Arya untuk menolak perjodohan itu, karena gadis yang hendak dijodohkan dengannya adalah gadis pilihan hatinya, yang belum sempat ia ungkapkan kepada orang tuanya. Arya mengeluarkan selembar foto berukuran 4R, dan menatap wajah yang terpampang di sana. Arya dengan cepat memasukkan kembali foto itu ke dalam amplop. Wajahnya terlihat datar dan tanpa ekspresi, menimbulkan rasa khawatir Dermawan dan Anggun. "Arya?" panggil Anggun lembut. Ia sungguh berharap Arya akan menerima gadis itu sebagaimana dirinya. Arya tidak menja
Baca selengkapnya
46. Menunggu Kode Arya
Sari dan Broto baru tiba di rumah pukul sepuluh malam. Dinda sudah berpelukan erat dengan guling kesayangannya, sedangkan Dani masih berkutat dengan game di ponselnya. Begitu mendengar suara mesin mobil yang masuk ke garasi, Dani segera beranjak dari kasurnya. Ia ingin tahu seperti apa calon adik iparnya. Seorang pria muda tampan dan mapan, atau justru pria berumur empat puluh tahun dengan perut buncit dan kepala botak. "Gimana, Ma?" Dani langsung mencegat Sari yang baru saja keluar dari mobil. "Gimana apanya?" "Ya itu. Calon adik ipar Dani. Saingan papa atau saingan Dani?" Sari mendelik. "Jangan jadi anak yang nggak sopan!" "Loh? Nggak sopan gimana sih, Ma? Kan Dani cuma minta gambaran, saingan mudanya sama Dani atau saingaan tuanya sama papa, Gitu aja kok." "Menurut kamu yang kemarin ke rumah sakit itu muda atau tua?" "Lah itu mah, nggak usah ditanya, Ma. Pasti udah ada fanbase-nya itu." Sari tersenyum senang. "Ya itu. Calon adik ipar kamu nggak jauh-jauh dari itu." Wajah D
Baca selengkapnya
47. Undangan Pernikahan
Cuti Arya sudah habis. Kini, ia kembali melangkah menuju ruangannya. Jam sembilan pagi. Suasana kampus sudah cukup ramai. Melewati beberapa kelompok mahasiswa yang sedang menunggu jadwal berikutnya, Arya sibuk membalas sapaan hangat para penggemar mudanya itu. Ada rasa senang sekaligus capek karena ia harus menebar senyum meski sekedar senyum simpul untuk membalas itu semua. Teriakan kecil terdengar setelah ia melewati mereka. Seperti mereka baru saja bertemu dengan idol kesayangan. "Pak Arya!" Seketika Arya menghentikan langkahnya. Ia langsung memutar tubuhnya ke arah kiri, menyunggingkan senyum ala kadarnya. "Ya? Ada yang bisa saya bantu?" "Saya mau bertanya sesuatu apakah boleh?" tanya Mona sambil memainkan ujung rambutnya, maksud hati ingin terlihat imut dan menggemaskan di mata Arya. "Silakan." Arya melirik seklias arlojinya. "Apakah Bapak bersedia datang ke pernikahan kakak saya?" Arya terkejut. "Untuk apa? Saya tidak kenal dengan kakak kamu." "Iya. Maksud saya, sebagai
Baca selengkapnya
48. Saya Sudah Menerima Lamaran Kamu
"Mitaaaa!" Dinda berteriak kencang di ponselnya ketika panggilan yang ia buat dijawab Mita. "Apaan sih teriak-teriak, Din?! Gua belum budek." Mita yang baru bangun tidur siang, menggeliatkan badannya. "Lu tu ye! Dapat berapa duit dari doi?" "Berapa duit gimana?" Mita belum paham. "Lu nerima sogokan doi kan terus lu berani-beraninya kasih alamat rumah gua ke dia." Dinda di puncak amarahnya. Ia tidak paham mengapa besti-nya sendiri tega mengkhianati dirinya. "Ooh itu." Begitu dirinya paham jika penyebab Dinda naik pitam karena alamat rumahnya dibagikan kepada Arya, Mita justru bersikap santai. "Ooh itu? Lu cuma ngomong 'Ooh, itu?" Dinda melotot tidak percaya. Lagi-lagi Dinda lupa jika Mita tidak ada di depannya saat ini, sehingga Mita tidak bisa melihat bagaimana seramnya wajah Dinda saat ini. "Eh, Din. Bukan tanpa maksud ya gua ngelakuin ini. Melihat lu berdua gua jadi gemes sendiri, tau nggak??Gemesssss banget! Alhasil, ketika Pak Arya manggil gua di kampus kemarin, dan minta
Baca selengkapnya
49. Perubahan Jadwal Sidang
"Pak Arya kemana aja kemarin?" Mega mensejajarkan langkahnya begitu melihat pria idamannya turun dari taksi online, berwarna putih. Arya sedikit terkejut melihat kedatangan Mega yang tidak ia duga sama sekali. Untungnya, Arya sudah memperhitungkan semuanya "Kenapa naik taksi online, Pak? Kan Pak Arya bisa telpon saya, biar saya yang jemput Pak Arya," tawar Mega kini tanpa rasa sungkan. "Kemarin main ke rumah teman sampai lupa waktu. Tahu-tahu sudah malam. Mau balik kampus sudah capek. Jadi ya, saya tinggal di sini saja mobilnya," jawab Arya sambil melambaikan tangan lengkap dengan senyum manisnya ketika terdengar suara klakson dari mobil yang mengantarnya. Mega melirik ke arah mobil yang baru saja menurunkan Arya. Ia seperti pernah melihat mobil itu, dan senyum Arya bukanlah senyum yang biasa. Mega sangat tahu itu. Senyum yang sangat menawan yang hanya pernah ia lihat ketika Arya bersama seseorang. Mega menjadi tegang ketika ia ingat dengan seseorang yang ia maksud, sedangkan Ar
Baca selengkapnya
50. Berbagi Saliva
Dinda dan Mita, keduanya sama-sama menuju bagian administrasi kampus. Mita ke bagian wisuda sedangkan Dinda ke bagian pendidikan yang mengatur jadwal sidang. Ia ingin mencari kepastian tentang penyelenggaraan sidang skripsi yang dimajukan satu bulan lagi. "Beneran dimajukan, Mbak?" tanya Dinda pada petugas administrasi. "Iya, betul. Satu bulan lagi tapi tanggalnya belum pasti. Bisa jadi, kalau dihitung dari tanggal sekarang, jatuhnya tiga minggu lagi, malah nggak sampai satu bulan." Dinda benar-benar tidak menyangka dengan pengumuman hari ini. Penantiannya tidak lama lagi akan berujung. Ia akan bisa menyelesaikan kuliahnya yang hanya tinggal selangkah lagi. "Kalau timnya, apakah sudah keluar juga, Mbak?" "Hmm, sudah. Kemarin hasil rapat salah satunya itu, tapi mungkin baru akan ditempel di papan pengumuman dua minggu lagi." "Oh. Kok lama amat? Kenapa nggak sekarang aja?" "Kan harus dilaporkan dulu ke dekan terus ke pusat." "Oh, begitu. Ya udah. Terima kasih informasinya, Mba
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status