All Chapters of Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing: Chapter 51 - Chapter 60

127 Chapters

51. Menyusul Dinda

Dinda menelan ludahnya. Senjata makan tuan. Niat hatinya hanya untuk memancing dengan kalimat iseng, tapi dirinya justru dibuat salah tingkah sendiri dengan jawaban dari Arya. "Bagaimana jika saat saya jemput kamu besok, saya sekalian saja bertemu dengan papa kamu? Saya sepertinya sudah tidak dapat menunggu lebih lama lagi." "Tidak dapat menunggu lebih lama lagi untuk apa?" "Untuk melamar kamu." Tenggorokan Dinda tercekat. Ia merasa jika ada tulang ayam yang tiba-tiba menyangkut di tenggorokannya. "Pak. Jangan bercanda! Masih pagi. Nggak enak dilihat Pak Yono, kalau saya tertawa sendirian. Ntar saya dikira apa tertawa sendiri. " "Saya serius." Arya benar-benar serius dengan perkataannya. "Sidang skripis dimajukan bisa jadi salah satu pertanda jika kita memang harus bergerak cepat. Di samping itu, saya ingin ketika beasiswa saya diterima, kamu ada untuk membantu persiapan keberangkatan saya, sekaligus menemani saya di sana." "Sebentar-sebentar. Beasiswa bagaimana? Saya menemani k
Read more

52. Tanpa Paksaan

Dinda mau tidak mau memberitahu Mita agar tidak menyusulnya. Ia akan mampir ke rumah gadis itu untuk mengambil mobil Dani yang tadi pagi ia gunakan untuk mengantar Arya. "Kenapa? Kamu menyesal memberitahunya?" Arya melirik ke arah Dinda. Jelas terlihat jika Dinda sangat menyesal. "Seharusnya tidak perlu memberitahukan Mita soal ini." Dinda tampak menyesal karena terlalu cepat memberitahu Mita soal rencana ia, yang sebentar lagi akan bertemu dengan orang tua Arya. "Tidak apa-apa. Saya pikir, Mita berhak tahu itu karena dia adalah satu-satunya orang yang mendukung kita dari awal sampai hari ini." "Seharusnya ini masih menjadi rahasia kita berdua saja. Kalau sudah fix semuanya baru Mita dikasih tahu." "Sudah. Tidak apa-apa." Mobil Arya terus meluncur membelah jalanan menuju ke rumahnya. Perlahan, mobilnya berbelok ke kiri lalu ke kanan memasuki halaman luas rumahnya. Perasaan Dinda semakin deg-degan. Ini lebih mengerikan daripada menghadapi para penguji di sidang skripsinya. Tan
Read more

53. Mengapa Baru Sekarang?

Dinda duduk terpengkur di kursi Mita. Ia menatap kosong sahabatnya. Apa yang baru saja terjadi padanya membuat Dinda tidak dapat berpikir jernih? "Lu kenapa?" Mita jadi khawatir. Dinda tidak menjawab. "Habis diculik Pak Arya, lu kenapa jadi pendiam begini? Apa kalian sudah melakukan hal terlarang?" Pertanyaan Mita menjadi-jadi. Dinda menghela napasnya. "Tidak apa-apa. Gua balik dulu, ya? Thanks untuk semuanya." Dinda bangkit dari duduknya. Ia sama sekali tidak menanggapi pertanyaan Mita, membuat Mita menjadi semakin khawatir. "Dah. Gua harus telpon Pak Arya. Doi harus bertanggungjawab atas semua ini." Mita mencari nomor Arya. Dinda langsung merebut ponsel Mita. "Nggak ada apa-apa. Lu nggak perlu khawatir." "Tapi ngeliat lu begini, gimana gua nggak khawatir? Ditanya diam, dicuekin tambah diam." "Gua nggak pa-pa. Dahlah. Gua balik dulu. Besok ketemu lagi di kampus." Dinda berjalan menuju mobil Dani dan mulai masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya. Mesin mulai dihidupkan, dan
Read more

54. Dinda Sakit

"Dinda pernah bertemu dengannya? Dimana?" Dinda merasa itu sangat mustahil. "Perasaan Dinda nggak pernah bertemu orang asing deh, Ma.""Nanti ajalah. Kalau sudah tiba waktunya, kamu pasti akan bertemu dengan dia."Dinda memajukan bibirnya, hendak protes tapi Sari keburu memasukkan satu sendok penuh siomay ke dalam mulut Dinda. "Dan makan. Kunyah pelan-pelan. Nikmati." Sari beranjak dari duduknya."Mama mau kemana?" tanya Dinda dengan mulutnya yang penuh dengan siomay."Mama mau mandi. Udah sore. Kamu nggak sadar kalau kamu datang tadi jam sudah ke angka tiga?"Dinda menggeleng."Main kemana aja, loh.""Ke kampus, Ma. Sidang skripsinya dimajukan satu bulan lagi."Sontak Sari menghentikan langkahnya, lalu memutar kembali menghadap Dinda. "Jadi. kamu satu bulan lagi maju sidang?"Dinda mengangguk. "Tapi jadwal tepatnya belum keluar. Bisa tiga minggu lagi atau empat minggu lagi.""Ntar kalau nggak lulus lagi, gimana?" "Ya udahlah. Dinda merid aja. Sesuai niat Dinda kemarin.""Calonnya b
Read more

55. Putus Asa

"Dinda nggak mau merid lagi, Pa." Dinda menatap Broto dengan mata berair. Bukan karena sedih, hendak menangis, tapi genangan air di kedua netranya akibat dirinya menahan sakit di kepalanya. Seperti ada palu yang menghantam berulang kali. Broto tertegun sejenak. "Kita bicarakan nanti saja, kalau kamu sudah sembuh. Sekarang beristirahatlah. Tidak usah memikirkan banyak hal yang tidak penting. Jika besok tidak lulus lagi, kamu tetap bisa bekerja di perusahaan Papa. Untuk apa Papa bekerja mati-matian membesarkan perusahaan, jika bukan untuk anak-anak papa." Dinda diam. Dani hendak mengajukan protes tapi langsung diurungkannya. "Istirahatlah. Tidak usah memikirkan apa pun. Skripsi, sidang, pernikahan atau yang lain. Sembuhkan dirimu. Setelah ini, kita akan berlibur." Broto baru saja membuat keputusan itu. Melihat Dinda yang tidak pernah berlibur selama beberapa tahun ini dan betapa anak gadisnya itu terus menyibukkan dirinya dengan skripsi, membuat hatinya trenyuh. Mungkin saja sakitn
Read more

56. Tutor Rayuan Maut Online

"Sepertinya sulit, Mbok." Suara Arya terdengar putus asa."Sulit? Memang sesulit apa?" Mbok Umi tiba-tiba jadi kepo. Tidak rela jika ia harus melihat majikan mudanya patah hati di kisah cinta pertamanya."Sulit menyakinkan dia, jika Arya benar-benar serius dengan niat Arya."Mbok Umi memilih untuk menyimak dulu. "Dia seperti bingung dan tidak yakin dengan keputusannya sendiri. Masih meragukan niat baik Arya, mungkin itu lebih tepatnya.""Hmm, dia meminta pembuktian yang nyata.""Ya sudah. Mas Arya langsung datang saja ke rumahnya. Bertemu dengan orang tuanya dan katakan niat baik Mas Arya."Arya menggelengkan kepalanya. "Sudah ribuan kali Arya mengatakan itu, tapi dia tetap saja tidak percaya. Dia seperti menganggap semua itu hanya tipuan.""Mungkin cara merayu Mas Arya kurang maut." Goda Mbok Umi."Kurang maut gimana?" Ia tidak paham dengan maksud Mbok Umi."Ya yang begitu-itu, loh. Aduh, Mas Arya masa' tidak pernah nonton film dewasa?"Arya terbelalak mendengar ide Mbok Umi. "Mbok.
Read more

57. Merindumu

"Orang kampus ada yang nikah?" tanya Mita saat ia bertemu Dinda. Dinda sudah tampak lebih sehat dari tiga hari yang lalu. Rasa sakit kepalanya sudah hilang. Kembungnya pun sudah tidak lagi terasa. Dinda lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menonton film kartun kesukaannya. Semua itu ia lakukan atas perintah Broto, yang tidak ingin melihat putri kesayangannya mengalami stress akibat skripsi. "Eh, bentar. Nggak ketemu tiga hari, lu agak gemukan deh, Din." Mita berjalan mengeliling Dinda. Kedua netra Mita terpaku pada bungkusan potato chips yang dipeluk Dinda. "Lu mau?" Dinda tidak menjawab melainkan menyodorkan camilannya itu. Ia tahu jika sahabatnya itu sangat suka dengan potato chips. "Nggak, buat lu aja." "Udah ayo, makan bareng gua," ajak Dinda setengah memaksa. "Lu keliatannya udah lupa dengan gua, Din." Mita berbalik kembali menuju mobilnya. Gadis itu lantas mengeluarkan kresek hitam besar dari dalam mobilnya, dan membawanya ke hadapan Dinda. "Jangan panggil gua Mita,
Read more

58. Tamu Tak Diundang

Mita berjalan mendekati Dinda, yang saat itu sedang bertingkah aneh menurutnya. "Lu kenapa, Din? Kayak orang kesambet tau nggak, sih? Mana merah lagi wajah lu." Mita terus menatap curiga Dinda. Ingin rasanya ia merampas ponsel yang digenggam Dinda, demi mengetahui siapa yang sedang berbicara dengan Dinda. Namun, hati kecilnya melarang. Bagaimanapun, itu adalah urusan pribadi Dinda. Pantang dirinya untuk ikut campur, meski diminta Dinda sekalipun. "Ng-nggak. Ng-ngak ada apa-apa." Dinda menutupi lubang tempat ia bersuara, yang seharusnya tempat suara pemanggil didengar. Mita mengangkat kedua alisnya lalu duduk di sofa panjang tepat di depan tivi yang sedang memutar film kartun Casper. Sesekali telinga Mita berusaha mencuri dengar percakapan Dinda dengan sang penelpon tapi selalu gagal. "Baiklah. Besok saya akan datang ke kampus." *Bagus. Saya tunggu di ruangan saya. Dinda berjalan menuju ke sofa tempat Mita yang sedang berkonsentrasi dengan tontonannya. "Udah selesai? Lama amat
Read more

59. Terkabulnya Doa Mega

"Dinda sakit?" Arya mengulang pertanyaannya karena Mita justru terkejut dengan jawabannya sendiri. "Eng -itu. Hmm, tidak seperti yang Bapak pikirkan. Dinda baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Mita berusaha menganulir jawabannya. Ia harus bisa meralat semuanya, agar bisa selamat dari amukan Dinda. "Dinda sakit tidak seperti yang saya pikirkan? Jelaskan pada saya maksud kalimat kamu itu!" Tatapan Arya sangat tajam, menembus langsung ke jantung Mita. Gadis itu sampai tidak berani bergerak sedikitpun. Mita tidak juga berbicara. Dirinya justru memilih untuk diam seribu bahasa, takut jika akan salah ucap lagi. Takut jika mulutnya semakin lancang, mengatakan hal lainnya. "Saya masih setia menunggu penjelasan kamu, dan tidak akan pergi sebelum kamu menjelaskan semua." Mita benar-benar mati kutu. Ia melirik ke lantai atas, tempat kamar Dinda berada, dan berharap Dinda masih sibuk memilih pakaian yang ingin ia kenakan. "Kamu sudah sehat?" Arya menatap ke arah Dinda ya
Read more

60. Perkara Sulit Dinda

Mita bangun kesiangan hari ini. Ia terpaksa melewatkan sarapan pagi karena harus segera mengambil berkas pendaftaran S2. Gadis itu memang berencana untuk mengambil S2 setelah wisuda nanti. Mita cukup kencang melajukan mobilnya, hingga lupa jika ia sudah berjanji pada Dinda untuk menjemput sahabatnya itu. Saat melintas di depan gedung rektorat, ia tidak melihat seorang pun yang tengah mengantri di loket administrasi. Berarti pelayanan belum dibuka, mungkin beberapa menit ke depan. Waktu yang masih cukup panjang itu dimanfaatkan Mita untuk mengisi perutnya yang pagi itu tumben begitu cerewet. Kakinya melangkah keluar dari mobil saat panggilan terdengar dari ponselnya. "Astaga! Iya!!! Gua lupaaa! Sorry, Beb! Gua kelupaan. Bener-bener kelupaan. Gimana dong?" Mita merasa bersalah. "Oke. Gua tunggu aja lu di kantin kampus. Oh, nggak? Oke, kalau gitu gua ke kantin dulu. Kita ketemu di pintu masuk aja ya..." Perut yang keroncongan membuat Mita mengabaikan beberapa salam dari mereka yang
Read more
PREV
1
...
45678
...
13
DMCA.com Protection Status