Semua Bab Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing: Bab 21 - Bab 30
108 Bab
21. Oke Gas
Dinda melihat Arya dengan wajah penuh tanda tanya. Pertanyaan aneh yang ia dengar, yang sama sekali tidak berkaitan dengan skripsinya. Dalam konteks apa pertanyaan itu diajukan? Mereka tidak sedang membicarakan pernikahan. Ops!! Kedua netra Dinda membola. Mana mungkin mereka mendiskusikan pernikahan, lawong hubungan antara mereka adalah hubungan dosen pembimbing dan mahasiswa yang dibimbing? "Permisi, Pak. Itu maksudnya apa? Perjuangan? Bersama? Sendiri? Saya kok tidak paham sama sekali." Otak Dinda tidak bisa berpikir. Ia mencari topik yang memiliki hubungan dengan pertanyaan itu, tapi tidak kunjung ia temukan. "Apa kamu tidak mendengar percakapan saya tadi dengan Bu Mega?" Dinda menunduk. "Mendengar sedikit, tapi saya tidak paham apa yang dibicarakan." Arya tidak melanjutkan pertanyaannya. Moodnya tiba-tiba menjadi buruk. "Jika saja ada peraturan baru, yang mengatakan jika pembimbing tidak diperbolehkan menjadi bagian dari tim penguji, apakah kamu siap?" Dinda mengangkat ke
Baca selengkapnya
22. Calon Mertua atau Rekan Bisnis?
Arya tengah mengeluarkan laptop dari tas ketika Rudy menghubunginya. Tidak biasanya, Rudy menghubungi malam-malam begini. "Halo?" *Halo. Selamat malam, Pak Arya. Maaf malam-malam mengganggu. "Iya, Pak Rudy. Ada apa? Tumben telpon malam-malam." *Itu, Pak Arya. Barusan saya ditelpon Pak Hasan. Tadi pagi Pak Hasan dapat undangan seminar Manajemen Ekonomi Syariah di Semarang, tapi Pak Hasan tidak dapat hadir. Beliau meminta Pak Arya untuk menggantikan beliau dan beliau sudah konfirmasi ke panitia tapi lupa memberitahu Pak Arya di kampus tadi. "Seminarnya kapan, Pak Rudy? Biar saya cek jadwal saya dulu." *Lusa, Pak. Arya membuka ponselnya dan memeriksa jadwal kerjanya minggu ini. "Jadwal saya kebetulan masih kosong, tapi saya belum beli tiket." *Tiket sudah siap, Pak. Pak Arya tinggal berangkat saja. "Baiklah.Terima kasih, Pak Rudy. Arya kembali memeriksa jadwalnya di ponsel. Ada jadwal mata kuliah Manajemen Komunikasi besok lusa. Arya segera mengirim pesan kepada Dinda. Untuk
Baca selengkapnya
23. Undangan Seminar
Calon mertua-rekan bisnis. Calon mertua-rekan bisnis. Calon mertua-rekan bisnis. Dinda mengucap secara bergantian, menghitung jarinya, mencari tahu dengan tebakannya sendiri. Pemberitahuan dadakan dari Sari, sungguh membuat batin Dinda penasaran. Ia menjadi gelisah sendiri. Bagaimana jika itu benar-benar tamu yang bakal menjadi mertuanya? Jika memang itu calon mertuanya, seharusnya mamanya menyuruh dirinya untuk hadir dalam jamuan makan malam itu, tapi mengapa ini tidak? Apakah mereka baru akan membahas itu? Kesediaan sang tamu untuk menjodohkan anaknya dengan dirinya? Sebentar-sebentar, Dinda sepertinya harus kembali menanyakan sesuatu pada Sari. Dinda segera turun dari kamarnya, mencari Sari yang saat itu berada di dapur. "Ma." "Loh? Kok belum mandi?" "Malas. Ntar aja. Dinda mau tanya sesuatu. Kalau tamu papa besok adalah calon mertua Dinda, berarti papa tahu soal itu?" "Soal itu soal apa?" "Ya itu, Ma. Yang Dinda minta mama carikan calon suami buat Dinda, kemarin itu." W
Baca selengkapnya
24. Ganti Rugi
"Bapak sedang sibuk?" tanya Dinda begitu wajah Arya muncul di ponselnya. Tapi tunggu dulu. Siapa yang ada di samping pembimbingnya itu? Wanita itu tengah tersenyum manis dan manja tepat di samping sang dosen dengan lengan menempel satu dengan yang lain. "Bapak tampaknya sedang sibuk Lain waktu saja, saya telpon lagi." *Eh, tunggu-tunggu dulu. Jangan kamu tutup. Saya tidak sedang sibuk. Saya justru sangat longgar. Tidak mengerjakan apa-apa. "Tapi, Bapak sedang bersama ... " Dinda tidak melanjutkan kalimatnya, *Nanti saya hubungi begitu sampai di hotel. Arya menutup panggilan itu dan memasukkan ponselnya ke saku jaket bagian atas. "Maaf, Bu Mega. Apakah duduknya bisa bergeser ke kanan? Ini terlalu dekat. Tidak baik karena kita bukan muhrim dan kita juga bukan pasangan." Mega dibuat salah tingkah mendengar teguran Arya. Ia segera menjauhkan diriya dari Arya. Tapi bukan Mega namanya jika ia akan mundur hanya karena teguran kecil seperti itu. Ia akan memikirkan cara lain agar dirin
Baca selengkapnya
25. Bukan Begitu Konsepnya
Mega berulang kali mengetuk pintu kamar Arya, tapi tidak ada jawaban. Jadwal sarapan hari kedua seminar setelah semalam mereka menghadiri seminar hingga larut malam, Mega berencana untuk mengajak Arya untuk sarapan bersama. Saat ia hendak memutar badannya, meninggalkan kamar itu, tiba-tiba pintu kamar itu terbuka. Sosok Arya yang sudah rapi berdiri dengan wajah begitu segar dan berseri. "Ada apa, Bu Mega?" Mega terpana. Baru kali ini, ia melihat Arya yang baru selesai berdandan. Wangi segar parfum berbahan dasari air, mengusik indera penciumannya. "Anu-Itu. Apa ya? Maksud saya, hmm mau ngajak Pak Arya sarapan. Kebetulan saya belum sarapan." Mega salah tingkah. Ia tidak dapat fokus pada tujuannya. Terlalu terpesona dengan penampilan tampan Arya. "Saya sudah sarapan tadi. Bu Mega silakan sarapan. Sebentar lagi seminar terakhir akan dimulai." "Hah? Su-Sudah sarapan? Kapan?" Mega kecewa. Gagal semua mimpi yang semalam ia bangun. "Setengah jam yang lalu. Tadi subuh saya jogging d
Baca selengkapnya
26. Rekaman
Anggun tertegun. "Pa. Kita kan lagi bahas perjodohan anak kita, kenapa bahasa papa begitu? Emang jodohin anak kudu ada konsepnya gitu?" Dermawan terkekeh melihat wajah bingung istrinya. "Maksud papa, kita diam-diaman aja dulu. Jangan beritahu mereka kalau kita sedang bergerilya mencarikan mereka calon istri." "Mereka? Papa mau cari mantu dua sekaligus?" "Maunya begitu, tapi keliatannya satu dulu aja ya. Nanti kalau ternyata berhasil, baru kita cari lagi untuk yang kedua kalinya." "Haduh, Papa ini. Cari calon mantu kok seperti cari pakaian aja." "Ya kan kalau itu baik kita teruskan metode perjodohan tapi kalau tidak baik ya biar saja mereka mencari sendiri calon istri mereka." Anggun mendesah. "Kalau cari sendiri, bisa-bisa mama jadi nenek-nenek baru bisa dapat cucu." "Ya, sudah. Sekarang doanya mama dibanyakin dan dikencengin. Doa in anak-anak kita cepet dapet jodohnya, cepet pula dapat anaknya. Jadi, Mama nggak perlu jadi nenek dulu baru dapat momong cucu." "Dah. Papa berangk
Baca selengkapnya
27. Salah Panggil
Arya langsung terbatuk mendengar penuturan jujur Mega. Apa yang harus ia lakukan untuk membuat wanita di depannya ini berhenti melakukan hal konyol untuk menarik perhatiannya? "Untuk apa Bu Mega membuat video tentang saya? Ibu mau menulis autobiografi tentang saya?" tanya Arya keheranan. Mega tersipu malu. Ia hendak mengucapkan sesuatu tapi terhenti karena kalimat Arya berikutnya sangat menyakitkan hatinya. "Bu Mega tidak perlu repot-repot membuat video saya. Untuk apa? Tidak ada gunanya, atau itu sekedar untuk kenang-kenangan?" Mega langsung protes. "Bukan. Bukan itu niat saya. Saya ingin mengabadikan ..." Arya tersenyum lebar. "Kalau memang untuk kenang-kenangan nggak apa-apa sih, Bu. Karena kalau tujuan ibu untuk hal lain, saya takut ibu akan kecewa." Wajah Mega menjadi aneh. Ada penasaran, ketegangan di sana. "Kecewa bagaimana? Maksud Pak Arya apa ya?" Arya tertawa kecil. "Maaf, Bu. Saya harus segera ke ruangan saya. Ada banyak mahasiswa yang sudah menunggu saya." Arya pami
Baca selengkapnya
28. Pembahasan Aneh
Arya menjauhkan ponsel dari telinganya dan menatap layar. Ia langsung memutus panggilan itu dan memaki-maki dirinya dalam hati. Bisa-bisanya dia menghubungi wanita itu. "Bapak telpon siapa? Ponsel saya tidak berdering sama sekali? Apakah nomornya salah?" Dinda menatap terus ponsel yang dipinjamkan Arya padanya, yang masih diletakkan di meja. "Salah tekan. Saya pikir nomor yang saya tekan adalah nomor kamu tapi ternyata salah." Dinda terkekeh. "Nomor sang ratu kah?" "Ratu mana? Jangan ngaco." Arya begitu sewot. Baru kali ini, Dinda melihat wajah tidak suka Arya. "Hati-hati, Pak. Ntar malah jadi bucin, loh." "Apa itu bucin?" "Bucin = Budak Cinta doi." Dinda tergelak sendiri. Ia tahu nomor siapa yang tanpa sengaja ditekan Arya." "Saya sudah jadi bucin seseorang." "Oh..." Bibir Dinda membentuk huruf O lalu menutupnya dengan telapak tangannya. "Nggak pengen tahu siapa orangnya?" "Nggak deh, Pak. Ntar saya malah patah arang begitu tahu siapa orangnya." Olala. Dinda kembali meng
Baca selengkapnya
29. Sat-Set
'Apa??!! Dia bilang bercanda? Hal sakral seperti ini dia bilang bercanda?' Arya memelototi Dinda yang kini bergerak cepat memasukkan semua barangnya ke dalam tas ransel. "Kamu sadar tidak dengan rencana aneh kamu itu?" "Saya kan tadi sudah meralat, Pak. Kalau saya cuma bercanda. Bapak sih terlalu serius. Jangan menanggapinya dengan serius." "Kamu salah! Kamu salah! Seharusnya, kamu tidak membicarakan topik seperti ini dengan orang dewasa." Arya bukan main geramnya. Baru kali ini dirinya diperdaya oleh seorang gadis. "Mama saya nggak masalah tuh, Pak. Beliau justru setuju." "Setuju?" Arya terkejut. Ia menyangsikan jawaban gadis itu. "Eh..." Aduh. Malah tambah runyam. Dinda menatap Arya dengan cemas. Ia harus bisa secepatnya keluar dari sini. Semakin lama dirinya ada di ruangan ini, akan semakin berbahaya mulutnya. Dan ia tidak ingin itu terjadi. Ia harus segera melarikan diri. "Jangan pernah bermimpi kamu bisa pergi dari ruangan ini dengan mudah!" ancam Arya. Pria itu berjalan
Baca selengkapnya
30. Alamat Palsu
"Jadi gua harus kasih tahu alamat rumah gua ke doi, gitu?" Dinda menatap Mita ragu. "Ya nggak apa-apa. Kan beliau tanya, ya kamu jawablah. Lagian, belum tentu juga doi nyamperin ke rumah lu. Apalagi, doi udah punya gebetan. Lu kasih alamat palsu juga doi nggak bakal ngerti, tapi masa iya lu tega, menjerumuskan beliau yang sudah begitu baik sama elu?" Dinda tertegun ketika Mita menyebut kebaikan Arya. Dia sontak memukul keningnya sendiri, hingga membuat Mita terkejut. "Kalem, Din. Kalem. Nggak apa-apa. Lu salahnya cuma sedikit. Nggak perlu menyakiti diri sendiri seperti ini." Mita segera menarik tangan Dinda menjauh dari wajah gadis itu. "Bukan. Itu ponselnya ketinggalan." Dinda menutupi wajahnya dengan kedua tangan. "Ketinggalan? Ponsel lu kan sedang diservis? Emang lu udah beli yang baru? Katanya nggak punya duit, malah udah beli yang baru aja." Dinda berdecak. "Bukan baru. Gua kan nggak punya duit, mana berani beli ponsel baru." "Terus ponsel siapa yang lu maksud barusan?" "
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status