All Chapters of Pernikahan Kontrak dengan Ibu dari Anakku: Chapter 51 - Chapter 60
108 Chapters
Kecemasan Aaron
Tak terasa waktu cepat berlalu. Enam bulan sudah Aaron dan Bella menjalani biduk rumah tangga. Mereka menjalani hari-hari layaknya suami-istri pada umumnya. Hanya saja, tidak ada hubungan intim antara keduanya. Aaron mampu menahan? Tentu saja tidak. Sebagai laki-laki normal, tentu saja hasrat itu ada. Apalagi sekamar, sekasur, dengan wanita cantik berbodi aduhai. Walaupun terkadang Aaron tidur di sofa, tetap saja tidak mampu menghilangkan rasa itu. Tak hanya fisik Bella yang cantik, tetapi perilakunya yang turut Aaron kagumi. Kala hasrat itu datang, Aaron akan menghabiskan waktu di kamar mandi dengan berendam air hangat dan sisanya hanya kaum laki-laki yang tahu. Kesehatan Aaron pun sudah seratus persen pulih. "Aku tidak sabar menunggu waktu itu. Enam bulan lagi," kata Bella sembari memasangkan dasi. Aaron tersenyum kecut. "Tunggu saja!"Bella menatap Aaron. "Kau tidak akan ingkar, kan?!"Aaron membalas tatapan itu. "Sesuai surat perja
Read more
Alessandro Diculik
Di sebuah mall ternama, Bella sedang asyik mengajak Alessandro bermain bola. Bayi itu tampak riang merangkak mengejar bola kecil yang sengaja Bella lempar, hanya lemparan kecil saja. "Hahaha ... ayok, kejar, Nak!" sorak Bella menyemangati putranya. Bella membuka tangannya lebar-lebar saat Alessandro datang menghampiri dengan berjalan tertatih-tatih sambil membawa bola. "Hai, sendirian?!" Tiba-tiba seorang pria menghampiri Bella. Bella menoleh. "Boleh duduk di sini?" tanya pria itu lagi. Bella tersenyum samar. "Ini tempat umum, kok.""Sendirian?""Tidak, aku bersama anakku!" jawab Bella ketus. "Jangan galak-galak, dong!" Pria itu menggenggam tangan Bella. Bella menarik tangannya cepat. Ia melotot, lalu berdiri dan cepat-cepat memangku Alessandro. Bella meninggalkan area bermain. "Orang aneh! Menggangu saja!" ucap Bella kesal, sambil terus berjalan ke arah parkiran di basement. Tanpa Bella sadari ternyata pria itu mengikuti. "Ikut saja denganku, Nona. Kita senang-senang!"Bel
Read more
Pelakunya Adalah.....
Di sebuah rumah berukuran kecil, seorang wanita tampak gelisah mondar-mandir bertolak pinggang. Sesekali ia menyingkap tirai melihat ke luar. Tin! Terdengar suara klakson mobil. Wanita itu bergegas membuka pintu. "Ayok, cepat!" serunya, memerintah seorang pria agar segera turun dari mobil. "Bayinya tidur? Baguslah!"Ya, dialah Alessandro. "Tidurkan di sana!" lanjutnya sambil menunjuk salah satu kamar. "Mana bayaranku!" pinta pria itu. Wanita itu mengambil ponselnya dan menunjukkan bukti transaksi. "Sudah, ya. Thanks, Daniel!"Pria bernama Daniel itu tersenyum sarkas. "Itu tidak cukup, Nona! Kau tahu? Tadi kami hampir saja tertangkap. Dan kau tahu risikonya kalau tertangkap, bukan?!""Baiklah, aku akan transfer lagi!""Bukan uang yang aku pinta!""Kalau bukan uang, apa?" tanya wanita itu dengan tatapan menelisik. Daniel berjalan mendekati, membuat si wanita melangkah mundur. Sayang, dinding bercat putih membuat langkahnya terhenti. Wanita itu bukannya takut, tetapi malah ter
Read more
Surat Penangkapan
Alessandro menangis sangat kencang. Belinda dibuat kewalahan. Tak lama tercium bau pup. Sang nenek mengecek kebenarannya. Rupanya Alessandro mengalami diare. Lebih mengejutkan, pipi dan hampir seluruh badan bayi itu mengalami ruam merah. "Ya Tuhan, Ale!" Belinda benar-benar syok. Ditambah lagi perut bayi itu kembung. "Apa yang terjadi dengan Ale, Bu?" tanya Aaron. Belinda pun menjelaskan. "Ahahaha ... biar mati saja bayimu itu!" cicit Zizi. Mendengar itu membuat Aaron benar-benar naik pitam. Aaron tak peduli siapa Zizi. Perbuatan dan perkataannya benar-benar keterlaluan. "Kau ...." Sebelah tangan Aaron mencekik leher Zizi. Wajahnya memerah dan tatapannya nyalang. "Apa yang sudah kau lakukan kepada putraku, hah? Apa?!"Zizi berontak, merasakan sakit pada lehernya. "Kakak Ipar, sudah! Jangan kotori tanganmu!" cegah John, "lebih baik kita bawa Ale ke rumah sakit!"Zizi terbatuk sembari memegangi lehernya. Wanita itu berteriak, "Aku mencintaimu Aaron! Dulu, aku senang kau batal ber
Read more
Keputusan
Aaron memenuhi panggilan. Pria itu tidak takut sama sekali atas apa yang dituduhkan, yakni Aaron sudah melakukan kekerasan kepada Zizi, karena itu memang benar adanya. Aaron datang ditemani pengacaranya dan Damian. Kedatangannya disambut orang tua Zizi. "Kenapa kamu tega lakukan ini kepada putriku? Bukankah kalian berteman baik? Padahal putriku hanya mengajak putramu bermain," ujar Louis --ayah Zizi penuh amarah. Aaron tersenyum sarkas. "Aku kasihan sama Om. Masih saja dibohongi oleh Zizi.""Apa maksudmu?!"Aaron merogoh ponselnya dalam saku, lalu menunjukkan foto Alessandro. "Lihatlah, bayiku bisa saja meregang nyawa karena Zizi!" Aaron pun mengatakan apa yang sudah Zizi perbuat. "Om mau lihat rekaman CCTV? Atau kita panggil saja orang bayaran Zizi?""Tidak mungkin! Putriku tidak mungkin berbuat seperti itu!"Aaron menoleh kepada salah seorang anggota polisi. "Pak Polisi, apa boleh Daniel turut di
Read more
Waktu Berdua
Akhirnya, Aaron tetap memutuskan untuk membebaskan Zizi dan Daniel, walaupun John tidak puas dengan keputusannya. Aaron ke kamar. Dilihatnya Bella sedang merebahkan diri di kasur dengan posisi menyamping menghadap box bayi. "Maaf!" Kata itu yang mampu Aaron katakan, lalu bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Berendam air hangat, rupanya cukup membuat Aaron lebih rileks. Apalagi, ditambah dengan aroma lavender milik Bella. Sambil duduk bersandar dengan wajah menengadah dan mata terpejam Aaron meyakinkan diri bahwasannya ia akan menggunakan sisa waktu enam bulan sebaik mungkin untuk menjadi ayah dan suami yang baik. Aaron membuka mata, lalu mengembuskan napas kasar. Ternyata dulu dirinya terlalu muna untuk mengakui segala hal. Seorang pecundang yang kalah oleh ego. Setelah merasa puas, Aaron segera membersihkan diri di bawah guyuran shower. Tubuh kekarnya kini sudah bersih dan wangi. Aaron segera ke luar. Nampak Be
Read more
Marah Gak Jelas
Aaron dan Bella sudah kembali ke rumah. Alessandro pun tampak sudah tertidur. Malam yang kian larut turut mengantar Bella ke alam mimpi dengan membawa ragam tanya, ada apa dengan Aaron. Pagi-pagi sekali, Aaron sudah rapi. Bukan berpakaian kerja, tetapi pakaian olahraga raga lengkap dengan sepatu juga topi. "Siap-siap, kita akan ke taman," kata Aaron. Bella melongo. Wanita itu tampak terkesima dengan penampilan Aaron. Dengan berpakaian seperti itu penampilannya sungguh jauh lebih terlihat muda. Tik! Aaron menjentikkan jarinya, membuat Bella terperanjat. "Ka-kau tidak kerja?" tanya Bella. "Tidak! Aku mau menghabiskan waktu bersama kalian saja." Aaron berlalu meninggalkan kamar. Bella yang sudah berpakaian style rumahan pun langsung berganti dengan pakaian olahraga. Pun dengan Alessandro. "Kalian mau ke luar?" tanya Mitha. "Iya, Mi. Kita kau ke taman," jawab Aaron. "Tidak sarapan dulu?!" tanya Belinda. "Kita sarapan di luar, Mi, Bu," ujar Aaron. "Hati-hati," pesan Julio. Ya
Read more
Cemburu Berlebihan
Bella benar-benar bungkam, tetapi menuruti perintah Aaron. Ia memakan sarapan yang Aaron beli tadi. Setelah selesai, wanita itu lekas berbenah piring kotor, lalu menghampiri ibu serta mertuanya yang sudah menunggu di teras. "Nah, akhirnya! Yuk, kita berangkat." Mitha terlihat sangat antusias. Mereka menaiki mobil Aaron yang sedari tadi sudah terparkir di halaman. Sembari memangku Alessandro, Bella duduk di depan, sedangkan Miha dan Belinda duduk di belakang. "Sabuk pengaman!" Aaron memperingati. Setelah memastikan semua memasang sabuk pengaman, Aaron melajukan mobil kesayangannya diikuti dua mobil pengawal. **Sesuai petunjuk Mitha, sampailah mereka di toko khusus ragam aksesoris untuk pesta. Aaron berjalan di belakang para wanita sambil menggendong Alessandro, diikuti satu orang pengawal. Aaron tidak mau kecolongan seperti kemari. "Selamat pagi? Selamat datang di toko kami!" ucap salah seorang pelayan saat membuka pintu sembari menyunggingkan senyum. Belinda, Mitha dan Bell
Read more
Kegatelan!
Setelah hatinya tenang, Aaron kembali ke restoran untuk menikmati makan siang. Jika saja tidak ada Belinda, enggan baginya untuk kembali. Di dalam, ada Bella yang tetap memaksakan tersenyum. Kaki yang sakit terasa menguap begitu saja karena kalah sakit dengan hati. "Ayah sudah gak harus kontrol lagi, Bu?" tanya Bella, mencoba mengalihkan bahasan. "Tidak. Dokter sudah menyatakan sembuh, kok," jawab Belinda. "Yang Ibu khawatirkan sekarang itu John," lanjut Belinda. "Kenapa dengan John, Bu?""Sepertinya sekarang dia merokok, ya? Ibu mau menegurnya, tapi takut salah paham."Bella tersenyum. "Ibu tenang saja, aku sudah kasih peringatan dan dia berjanji tidak akan merokok lagi. Yaa ... mungkin sulit. Tapi, kalau ada niat apa pun pasti mudah.""Kamu tahu John merokok? Kapan?""Baru-baru ini, Bu. Pokoknya, Ibu jangan khawatir soal John. Dia biar aku yang awasi."Belinda tersenyum dan melanjutkan makan siangnya. "Ini, Nak, makan lagi!" Bella memberikan satu stik kentang kepada Alessandro
Read more
Diamnya Bella
Malam menjelang. "Terima kasih, Dok!" ucap Bella, saat sang dokter selesai membalut kakinya dengan kain."Sama-sama, Nona. Besok kita lakukan hal yang sama. Kita pakaikan kain lagi setelah melakukan tiga kali perendaman di air dingin."Bella mengangguk. "Baik, Dok.""Jangan lupa juga obatnya diminum teratur, ya?" Dokter itu meninggalkan kamar diikuti Aaron. Setelah dokter itu pergi, Bella lekas meraih tongkat karena hendak buang air kecil. "Mau ke mana? Kata dokter juga diam, kan?!" Tiba-tiba saja Aaron menghardik di bibir pintu.Bella acuh. Ia terus melangkah tanpa memedulikan sosok Aaron yang berjalan ke arahnya. Brug! Bella menutup pintu kamar mandi cukup kencang. Setelah melakukan hajatnya, Bella lekas membersihkan wajah dengan cairan pembersih wajah andalannya. "Sudah belum?" tanya Aaron di luar. Bella tak menggubris. Ia tetap fokus pada wajahnya. Setelah dirasa cukup, Bella segera ke luar. "Aku bantu!" tawar Aaron sembari memegangi lengan Bella. Bella cepat-cepat menep
Read more
PREV
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status