Semua Bab Putra Tersembunyi CEO Kejam: Bab 41 - Bab 50
124 Bab
Bab 41. Mimpi Buruk yang Memuakkan!
Saat ini di ruangan itu hanya tertinggal Eric, bibi Han, dan juga Liana. Bibi Han menatap Eric dengan wajahnya yang sudah dipenuhi air mata dan bergegas menghampiri Eric. Sedangkan Liana, dia justru menatap putranya Eric dengan datar, dia hanya diam di tempatnya seperti tidak berniat untuk menghampiri Eric yang saat ini dalam keadaan terluka. “Anda tidak papa, Tuan Muda?” tanya bibi Han. Eric pun menggeleng. “Aku tidak papa bibi Han,” jawabnya. Eric lalu melihat ke arah mamanya yang hanya terus terdiam dengan wajah datarnya. “Ma,” ucapnya, dia berusaha untuk berdiri dan menghampiri mamanya. Dengan air mata yang berurai membasahi pipinya. Eric memegang tangan mamanya. “Ma, punggung Eric sakit. Sakit sekali Ma, sepertinya Eric terluka parah,” keluhnya. Berharap mamanya itu akan memeluk dan menghapus air matanya. Seperti yang dia lihat di sekolahnya. Dimana ada seorang ibu yang memeluk anaknya saat anaknya itu terjatuh dan menenangkan tangisnya. Eric juga ingin merasakan itu, kasih say
Baca selengkapnya
Bab 42. Sebuah Hal yang Harus Dilakukan
Esoknya, Alana masih duduk di atas tempat tidur. Setelah terbangun karena igauan Eric semalam. Dia sama sekali tidak kembali tidur, dia terus teringat bagaimana Eric merintih mengatakan rasa sakit berkali-kali, dia juga mendengar Eric terus memanggil mamanya dan memberitahu rasa sakitnya berkali-kali pada mamanya. Tapi kenapa mamanya sepertinya tidak memedulikannya.“Semengerikan apa keluarga Carlson sebenarnya?” gumamnya.Alana menoleh ke arah pintu kamarnya yang terbuka, terlihat Eric yang masuk ke dalam kamar dengan penampilannya yang berantakan, sangat terlihat jelas bahwa dia habis melampiaskan kekesalannya itu.Eric menutup kembali pintu kamarnya, dan langsung menuju kamar mandi tanpa memedulikan Alana yang terus menatapnya. Menurutnya, hal yang Alana lakukan tadi malam itu membuatnya menjadi lebih waspada. Karena mungkin saja itu memanglah siasatnya.Alana memang tidak pandai berbohong, tapi siasat itu bukanlah sebuah kebohongan melainkan suatu rencana. Dia harus tetap berh
Baca selengkapnya
Bab 43. Rencana yang Sempurna
Eric duduk di meja kerja kantornya. Pandangannya itu lurus ke depan, dia sepertinya tidak fokus dengan apa yang dikerjakannya. Karena di kepalanya saat ini, hanya ada sosok anak kecil itu yang terus memenuhinya.“Kenapa aku terus memikirkan anak itu. Rasanya aku sangat ingin menemuinya, dan melihat lagi wajahnya. Apa sebelumnya aku pernah seperti ini?” gumamnya.“Ada apa Tuan? Apa ada yang mengganggu pikiran Anda?” tanya Jeff yang dari tadi memang sudah berdiri di depan meja kerja Eric. Dia juga melihat tuannya yang dari tadi terus melamun dan tidak konsentrasi dengan pekerjaannya. Padahal biasanya, dia tidak pernah seperti ini.Eric pun tersadar dari lamunannya, dia melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 11.04 siang. “Jeff, aku ingin pergi keluar,” ujarnya.“Baik Tuan,” jawab Jeff yang bersiap untuk mengikuti Eric.“Tidak, kau tidak usah ikut. Aku ingin pergi sendiri,” ujarnya.“Ehh? Tapi Tuan ....”“Kau membantah?” tanya Eric dengan pandangan dinginnya.“Sa-saya
Baca selengkapnya
Bab 44. Menemui Anak Itu
Eric menyetir sendiri mobilnya untuk menuju sekolah Alden. Dia juga tidak tahu, kenapa dia nekat ingin menemui anak itu. Apakah hanya karena anak itu mirip dengannya atau justru ada hal lain yang membuatnya ingin sekali bertemu dengannya. Entahlah, Eric juga tidak mengerti. Yang jelas saat ini dia ingin memenuhi keinginannya untuk bertemu dengan anak itu. Eric sampai di depan sekolah Alden, dia meminggirkan mobilnya dan keluar dari sana. Dia melihat ke arah tempat dimana dia bertabrakan dengan anak itu hingga membuat anak itu terjatuh. Dia sangat ingat bagaimana terkejutnya dia ketika melihat sosok dari anak itu, dimana ciri-cirinya sebenarnya hanya dimiliki oleh keluarga Carlson. Hal itulah yang membuatnya beranggapan bahwa anak itu adalah miliknya. Terlebih, wajahnya sangat mirip dengannya sewaktu kecil. Eric melihat jam tangannya, saat ini sudah pukul 12.10 siang, itu artinya kemungkinan anak itu sedang istirahat dalam belajar. Eric pun memutuskan untuk masuk, namun sebelum itu,
Baca selengkapnya
Bab 45. Sebuah Laporan
“Itu ... a-aku ....” Eric tidak bisa mengatakan apa pun, karena pada dasarnya dia tidak mengerti apa yang Alden tanyakan. Karena Alden bertanya pada orang yang salah, dia bertanya pada orang yang selama ini tidak pernah mendapatkan sebuah kasih sayang. Dia memang selalu mendengar dari orang lain, jika orang tua akan melakukan apa pun demi kebahagiaan anaknya. Mereka tidak akan meninggalkan anaknya apa pun yang terjadi. Tapi, apa yang dia dapatkan selama ini tidaklah seperti itu. Dia memiliki orang tua, tapi seperti tidak memilikinya.“Paman? Apa paman tidak tahu jawabannya?” tanya Alden lagi.“Aku ... tidak tahu,” jawab jujur Eric seraya menundukkan wajahnya. “Tapi, menurut paman. Setiap orang tua pasti memiliki alasannya kenapa mereka melakukan itu. Dan alasan itu hanya merekalah yang tahu.” Lanjutnya.“Hmm Paman benar, bibi Silvia pun mengatakan hal yang sama,” jawab Alden.“Tapi ....” Eric tiba-tiba mengangkat kembali wajahnya, yang tampak terkejut akan sesuatu. “Alden, apa ora
Baca selengkapnya
Bab 46. Pagi yang Mengejutkan
“Rumah sakit?” tanya Eric dengan alisnya yang mengerut. “Benar Tuan, tiba-tiba nona sakit kepala dan perutnya juga mual. Karena itu beliau meminta berhenti di rumah sakit untuk memeriksa kondisinya.” Lanjutnya. “Sakit kepala?” “Iya Tuan.” Eric kembali terdiam, mencoba mencerna semua yang disampaikan oleh Diki. Terutama mengenai perginya Alana ke rumah sakit. 'Benarkah dia ke sana hanya untuk memeriksa sakit kepalanya? Atau justru ada alasan lain? Dia tidak mungkin sedang menyembunyikan sesuatu, kan?’ batinnya. Eric menghela nafasnya, seperti yang dia duga. Walau bagaimanapun Alana adalah putri dari ular itu. Walaupun hanya sedikit, dia pasti mewarisi kelicikannya, sekarang apa yang dia rencanakan. ‘Aku yakin, dia pergi ke rumah sakit bukan hanya untuk memeriksa sakit kepalanya. Haruskah aku bertanya padanya langsung, dia tidak pandai berbohong. Akan sangat mudah mengetahui dia berbohong atau tidak. Baiklah, aku akan bertanya langsung,' batinnya. “Kau boleh keluar Diki,” ucapnya.
Baca selengkapnya
Bab 47. Kunjungan Seseorang
Eric berangkat ke kantornya dengan perasaan yang masih tidak menentu. Setelah mendengarkan laporan tentang kegiatan Alana kemarin, membuat perasaannya terbelah menjadi dua. Dia kesal, karena Diki bilang Alana terlihat bahagia. Namun, di sisi hatinya yang lain dia juga merasa bahwa itu tidak apa-apa. Ah entahlah, yang jelas semua ini sedang berjalan tidak sesuai dengan yang dia inginkan.“Huufftt.” Helaan nafas yang keluar dari mulut Eric itu langsung mengundang suatu pertanyaan dari Jeff yang saat ini tengah menyetir mobil. Dia melihat Eric dari kaca spion tengah mobil dan mendapati raut wajah tuannya yang sepertinya sedang tidak senang akan sesuatu. Walaupun raut wajahnya menang selalu seperti itu sih. Pikirnya.“Tuan, apa ada yang membuat Anda tidak senang?” tanyanya.“Setiap hari pun aku tidak pernah mendapatkan sesuatu yang menyenangkan,” jawab Eric apa adanya.Mendengar itu, Jeff hanya terdiam dengan raut wajahnya yang menunjukkan bahwa dia sudah tahu dengan jawaban apa yan
Baca selengkapnya
Bab 48. Sebuah Paket yang Ditunggu
Erian terdiam, dia seperti kehilangan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Eric. Saat ini dia hanya menatap putranya itu yang tengah menatapnya dengan tajam. Terlihat dengan jelas, bahwa di mata Eric tersimpan amarah yang besar, dan amarah itu adalah untuknya.“Kenapa Papa diam? Apa Papa masih tidak mengingatnya? Itu kan yang Papa ajarkan pada kami. Di keluarga ini, tidak ada yang namanya kasih sayang. Karena hal itu hanya akan menjadi sebuah kelemahan.”“Aku tidak akan pernah lupa dengan ajaranku,” jawab Erian masih dengan suara dinginnya.“Kalau begitu harusnya Papa tidak keberatan, meskipun aku membunuh Erland, kan? Karena jika dia mati. Otomatis hak waris keluarga Carlson ada padaku,” ujar Eric dengan tak kalah dingin.Mendengar itu, membuat Erian langsung menyorotkan matanya tajam pada Eric. “Kau selalu melanggar semua peraturan dari keluarga Carlson. Apa hal itu masih berhak membuatmu menjadi pewaris?” tanyanya.“Hah.” Eric kembali menunjukkan senyum nanarnya. “Apa itu artin
Baca selengkapnya
Bab 49. Fakta yang Mengejutkan
Berkali-kali Alana menghela nafasnya, dan menguatkan dirinya agar bisa membuka amplop itu untuk mengetahui kebenarannya.Dengan hati yang sudah tenang dan teguh. Alana pun mulai membuka amplop itu dan mengambil kertas putih yang terlipat di dalamnya. Dengan detak jantung yang semakin keras. Alana membuka lipatan kertas putih itu dan membaca hasil yang tertulis di sana.Matanya melebar seketika, saat dia melihat isi dari hasil tes itu. Bruk! Alana menjatuhkan dirinya ke lantai hingga dia terduduk di sana. Kertas itu juga ikut terjatuh ke lantai dan terlepas dari tangannya yang sepertinya melemas karena terkejut dengan apa yang baru saja dia baca.“Jadi, iblis itu ... dia, dia papanya Alden?” ucapnya dengan suara yang bergetar.Tampak suatu cairan bening sudah mulai menggenang di pelupuk matanya, hingga tak butuh waktu lama. Genangan bening Itu pun berubah menjadi buliran dan turun membasahi pipi Alana. Buliran itu terus beranak, dan terus-menerus keluar hingga membuat pipi Alana ba
Baca selengkapnya
Bab 50. Pikiran yang Tidak Bisa Tenang
Malam ini Alana benar-benar tidak bisa memejamkan matanya, dia terus bergerak ke kiri dan ke kanan tempat tidurnya. Berusaha untuk tenang dan tertidur. Tapi setiap dia menutup mata, bayang-bayang sebuah fakta yang baru saja dia ketahui terus menari-nari di kepalanya dan mengganggu dirinya. Terlebih, dia memikirkan besok yang akan bertemu dengan orang tua Eric, hal itu semakin membuat pikirannya kacau dan hatinya juga terus berdebar tak menentu.Alana akhirnya bangun dan terduduk di atas tempat tidurnya. Hatinya tidak bisa tenang sama sekali, dia merasa resah juga gelisah. Dia bingung sekaligus juga takut dengan apa yang akan terjadi. Akankah kenyataan Alden adalah putra dari Eric terungkap, dan jika hal itu terjadi apa yang akan terjadi pada Alden. Akankah dia direbut darinya. Pikiran itu benar-benar membuat Alana merasa frustrasi.Alana menyandarkan punggungnya pada kepala tempat tidur, dia lalu mendongak menatap langit-langit kamarnya. Air matanya menetes, dia tidak bisa membayang
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status