All Chapters of Suami Dadakanku Ternyata Bos Kaya Raya: Chapter 11 - Chapter 20
28 Chapters
DANU POV
Danu Pov Flash Back…“Jangan sampai dia lepas.” Dari balik rimbunnya pohon aku mendengar suara Andara, adik tiriku itu memberi perintah untuk anak buahnya. Menendang batu yang ada di bawah kakinya,kesal karena gagal membunuhku hari ini, sepertinya tak menyurutkan akal untuk menghabisiku dilain waktu.Dadaku terasa sesak, nafas susah sekali keluar, tertatih aku berjalan menuju gudang belakang rumah ditambah penerangan yang hanya mengandalkan temaram dari lampu di rumah utama membuatku harus benar-benar berhati-hati melangkah agar tak menimbulkan banyak suara, gudang itu telah lama tak terpakai. Aroma kayu lapuk memenuhi indra penciumanku setelah berhasil masuk. Terus menyusuri gudang besar tepat dulu almarhum mama menggunakannya untuk membuat banyak pakaian.“Aku harus pergi malam ini juga,” gumamku seorang diri.Sepeninggal papa, Mama Clara yang kupikir menyayangiku dengan tulus, tapi tak ubahnya hanya seekor srigala berbulu domba. Sepupu mama itu menikahi papa setelah mama kandungk
Read more
Dnu POV (Gadis Yang Menyimpan Lara)
Duduk seorang diri di rumah yang tak terlalu besar, rumah kayu yang hanya tersedia tempat tidur dan ruang tamu sempit, berbanding terbalik dengan istana yang selalu kutempati. Namun, disini aku merasa aman, udara segar pedesaan membuatku sedikit merasa tenang. Aku tinggal di rumah milik Bapak Artha, lelaki yang menyelamatkanku. Sementara ini aku bisa istirahat untuk memulihkan tubuh lebih dulu, setelah itu akan mencari gubuk di tengah hutan seperti yang dikatakan Bik Icha.Ketukan di pintu menyadarkan lamunan, kembali kusimpan surat dari Bik Icha yang belum sempat kubuka, lantas membuka pintu. Seorang gadis berdiri dengan mangkuk di tangannya. “Disuruh Bapak ngantar makanan,” ucapnya sembari menyodorkan mangkuk yang ia pegang. Gadis ayu dengan rambut panjang lurus tergerai, semerbak aroma parfum strawberry tercium. Terlihat ada kesedihan di matanya. Aku mengambil mangkuk dari tangannya, “Makasih Mbak, enggak perlu repot-repot,” ucapku. Tak menjawab, ia pergi begitu saja. Bisa aku
Read more
Danu Pov(Video)
Setelah berbincang sedikit dengan Pak Artha gegas aku menuju sungai tempat dimana banyak orang mandi, tak terbiasa dengan keadaan desa membuatku berulang kali terpeleset di pinggir sungai. Kuamati sekeliling, tak ada penutup, mau tak mau aku harus mandi di tempat terbuka seperti ini. Diseberang yang tak terlalu jauh terlihat banyak ibu-ibu sedang mencuci pakaian, kulihat pula Nisa datang membawa pakaian kotor. Bisik-bisik ibu-ibu yang ada di sebelahnya membuatnya gegas menyelesaikan pekerjaan tanpa berlama-lama. Aku hanya bisa mengamati gadis itu pergi dengan wajah menunduk. Miris sekali, padahal bukan dirinya yang salah.Setelah menyelesaikan mandi gegas aku pergi, berniat mencari pondok di tengah hutan. Aku sempat bertanya kepada Pak Artha mengenai hutan yang tak jauh dari desa. Kata Pak Artha, tak ada yang berani masuk hutan tersebut, selain semak belukar warga desa enggan berurusan dengan binatang buas. Nyaliku sedikit menciut, tetapi demi mengetahui semuanya kukumpulkan tekad unt
Read more
Danu POV(Saatnya Kembali)
Duduk termenung menatap rindangnya pohon liar, sesekali tatapanku beralih pada diri sendiri. Kulit yang dulu putih bersih kini telah berubah menghitam. Sembari mengumpulkan rencana, aku memilih tetap bersembunyi. Kepada siapa lagi aku harus meminta bantuan, sedang orang-orang kepercayaan papa yang selalu kuanggap baik mereka semua bersekongkol dengan Mama Clara.Sudah tiga bulan aku tinggal di rumah Pak Artha, setiap ada waktu aku selalu pergi ke gubuk tua itu untuk menyusun rencana, memulai permainan balas dendam dengan mereka. Aku tak peduli jika hanya aku yang haru menghadapi mereka, tetapi nyawa tetaplah harus dibalas nyawa.Ponsel di tanganku bergetar, aku tidak tahu siapa yang menelpon dengan nomor baru. Kugeser tombol hijau tanpa mengeluarkan suara.“Halo, Bos Rangga,” ucapnya dari seberang telepon. Aku kenal sekali dengan suara itu. Revan, pemuda itu apa masih bernyawa? Terakhir ia menghadang anak buah Andara untuk menyelamatkanku.“Revan,” panggilku cepat.“Syukurlah, Bos. D
Read more
Danu Pov (Perpisahan)
“Siapa mereka Mas?” tanya Nisa setelah kami sampai di rumah sakit, bapak pun terlihat menagih jawaban dariku. Pertanyaan berulang itu belum kujawab sejak di rumah tadi.Aku membawa Nisa berjalan di taman rumah sakit, sementara bapak beristirah di temani dua pengawalku.“Aku harus pergi ke kota sebentar Dek,” ucapku membuatnya menghentikan langkah, menatapku tanpa sepatah katapun.Ia menunduk, tapi bisa kulihat matanya mengembun. Kuraih kedua tangannya menggenggam erat. “Cuma sebentar, nanti kalau udah selesai urusanku pasti aku pulang.” Aku meyakinkan.“Apa Mas udah inget semuanya? Apa ingatan Mas udah kembali?” Mengangkat wajah dengan suara parau. Aku mengangguk lemah, tetap berpura-pura jika selama ini aku hilang ingatan.“Cuma sebentar, aku pasti kembali setelah semua urusanku selesai,” kembali kuulang kata-kata itu agar ia tak perlu khawatir.Kami duduk di bangku taman rumah sakit, dersik angin malam membelai kulit. Kubelai lembut rambut panjangnya. Dia telah menerimaku apa adany
Read more
Dia Pergi
(Nisa Pov)“Kirimkan aku uang dan datanglah ke alamat yang telah kukirim.” Tak sengaja kudengar Mas Danu berbicara dengan seseorang, siapa yang dia perintahkan untuk mengirim uang? Rasa ingin tahu dan penasaran menyeruak ingin segera menuntut jawab. Siapa sebenarnya lelaki yang telah menikahiku dua tahun lalu itu? Apa sekarang ingatannya telah kembali? Semua pertanyaan telah kussun sempurna’. Jangan sampai kali ini Mas Danu mengelak, mungkin mengatakan orang itu gila atau kurang kerjaan, karena jelas-jelas aku dengar pembicaraan mereka, dan Mas Danu lah yang mengirim perintah.Namun semua pertanyaan belum sempat kukeluarkan karena sibuk mengurus bapak. Sehari setelahnya datang seorang pria dengan setelan jas lengkap, jelaslah lelaki itu bukan lelaki biasa, dan lebih mengejutkan lagi dia memanggil Mas Danu bos. Tepat, seperti yang aku pikirkan, selama ini kecurigaanku tak salah. Sepertinya suamiku bukanlah orang biasa, tapi kenapa? Kenapa Ia tak pernah jujur? Aku semakin takut, takut
Read more
Urus Aja Suamimu!
“Mbak Nisa, mana suamimu? Kok, beberapa hari ini aku lihat dia enggak ada keluar atau ke sawah Buk Dewi?” Ranti yang sedang berjalan-jalan pagi sembari mendorong stroller anaknya berhenti tepat di depan rumah, menghampiriku yang sedang menyapu halaman. Sepertinya niat sekali ingin mencari informasi.“Emang kenapa kamu nyariin suamiku? Ada perlu apa?” ketusku tanpa melihatnya.“Gimana ya, aku khawatir aja, takutnya kamu ditinggal minggat karena kamu enggak hamil-hamil,” cibirnya tanpa sedikitpun mempedulikan perasaanku. Aku lupa, jika dia peduli dengan perasaan orang sudah pasti sejak dulu ia tak berbuat hal menjijikkan dengan Bang Roy. Meskipun tidak ada lagi sedikitpun rasa kepada Bang Roy, tetap saja mengingat hal itu membuatku geram.“Mau ditinggal minggat atau enggak emang ngerugiin kamu, kamu urus ajalah suamimu itu ketimbang ngurusin orang lain, aku denger suamimu ada main serong sama janda baru itu.” Aku tertawa mengejek.Kabar-kabar tentang Bang Roy yang sedang dekat dengan j
Read more
Siapa Yang Nyuruh?
Termenung seorang diri dibawah pohon rambutan tepat disamping rumah. Kembali mengenang disini pertama kali aku membuka kembali hati untuk seorang lelaki, meyakinkan diri bahwa Mas Danu suami pilihan bapak itu pasti yang terbaik, tetapi sekarang aku kembali duduk seorang diri menatap rembulan dengan rindu yang semakin membuncah. Apa pilihan bapak salah, sebab sudah seminggu Mas Danu tak menghubungi atau menjawab pesanku. Entah dia sudah membacanya atau belum.Kutatap ponsel yang ada dalam genggaman, air mata menetes tanpa aba-aba. Rindu ini menyiksaku, rasa khawatir dia tak akan datang kembali membuat hati semakin risau. Aku ingin berbincang dengannya sebelum tidur, rindu saat Mas Danu membelai dan menyisir rambut panjangku setiap kali selesai mandi. Aku semakin terisak membayangkan hal yang mungkin akan semakin menyiksaku nanti.Perut yang masih rata kuusap perlahan, ada alasan terbesar aku harus sabar menanti sesuai ucapannya. Buah hati yang kami nanti harus tetap tumbuh sehat, aku t
Read more
Eh, Kok Mau Bangun Rumah?
“Pak, kenapa diturunin disini? Bapak salah alamat? Kami enggak pernah mesen barang beginian,” rentetan pertanyaan kulontarkan, tetapi mereka tak menghentikan aktivitasnya.“Kami enggak salah alamat Mbak.” Salah satu bapak-bapak itu menyerahkan sepotong kertas, memang benar alamat yang tertera alamat rumah bapak. “Tapi kami enggak pernah mesan barang ini, Pak.” “Iya Mbak, memang bukan Mbak yang mesan kami juga cuma dapat telepon buat nganter ke rumah ini. Terus, orang itu transfer setelah kami total semua harga barang,” terang bapak berpeci dengan kumis tebal tersebut.Aku menggaruk kepala semakin bingung, siapa yang mengirim barang-barang tersebut.“Masak Bapak enggak nanya siapa namanya?” Aku masih terus mendesak, mana tahu ada sedikit informasi. Tidak mungkin orang akan mengirimkan barang yang harganya tak sedikit itu secara sukarela.“Pesennya atas nama Pak Artha, Mbak,” jawab bapak tersebut.Aku mendengus pasrah, hanya bisa menatap mereka menurunkan barang-barang tersebut hingg
Read more
Katanya Minggat!
Kubuka dompet yang tak terlalu besar, menghela nafas berat melihat isinya yang hanya tinggal uang pecahan lima ribuan.“Nis,” panggil bapak. Gegas kututup kembali dompetku lalu menghampiri bapak, tak ingin bapak tahu kesusahan yang sedang kualami.“Iya Pak, ada apa?” Aku bersimpuh di bawah bapak yang sedang duduk di kursi roda. Bapak mengeluarkan uang seratus ribuan, lalu meraih tanganku dan meletakkan uang itu.“Ini bayar arisanmu, jangan pakai mas kawinmu,” titahnya.Aku menghitung uang tersebut. “Bapak dapat uang sebanyak ini dari mana? Kalau ada uang, lebih baik buat kontrol Bapak besok.” Aku mengembaikan uang tersebut.Kalaupun ada uang memang seharusnya digunakan untuk kontrol bapak besok pagi, karena memang sudah jadwalnya.“Danu kasih ini buat pegangan bapak, kamu pakai aja dulu buat bayar arisan. Enggak usah mikirin bapak, itu kewajibanmu lebih penting Nduk.” Bapak mengusap pucuk kepalaku. Tak kuasa kutahan tangis. “Ya udah Nisa pakai dulu, besok untuk berobat Bapak, aku j
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status